"Dasar anak kecil! Suka merajuk." Lana memelototi Jansen, dia mencubit tangan Jansen.

"Lana, kenapa kau seperti ini? Maksudku, kenapa ada bekas luka bakar di perutmu?"

"Kenapa kau bisa tahu?"

"Tadi Ayah mengganti baju Ibu." Jansen tersenyum salah tingkah.

"Aku tidak bermaksud apa-apa kok, Lana."

"Dulu, Amora pernah menumpahkan air panas di sini." Lana menyentuh perutnya. "Dia juga melakukannya di sini." Lana menyentuh pahanya.

"Kenapa dia melakukannya?"

"Aku tidak tahu. Karena Amora suka sekali marah-marah padaku. Suka memukul juga. Kalau dia datang ke rumahku, dia akan marah dan menghukum aku."

"Oh, kalau begitu ... aku harus melakukan sesuatu pada bedebah itu."

"Kau mengenalnya?" Jansen mengangguk.

"Tapi kau tenang saja. Dia tidak tahu kalau kau di sini." Lana mengerutkan keningnya.

"Kenapa kau bisa mengenal Amora? Apa dia pacarmu?"

"Bukan, Lana. Ah, serahkan saja Amora padaku. Kau lapar?" Lana mengangguk.

"Loly juga lapar, Ayah...."

"Oke, akan kuambilkan makanan. Tunggu sebentar, ya." Lana dan Loly mengangguk. Jansen bengkit dari duduknya, lalu keluar dari kamar Loly.

★∞★

Keesokan harinya

"Ayah, kami sudah selesai!" Jansen menaikkan kepalanya, menatap Loly sekilas, lalu beralih menatap Lana.

"Lana, wajahmu pucat. Apa kepalamu masih sakit?"

"Iya, tapi tak apa-apa. Aku bisa ikut ke sekolah Loly." Jansen mendekati Lana, dia menyentuh kening dan leher Lana.

"Masih panas. Kau tidak usah ikut. Tak apa, kan Loly?" Loly sempat cemberut, lalu dia mengangguk.

Jansen memegang tangan Lana, bahkan dia memegang dengan erat.

Degh....

Jantung Jansen berdebar lebih cepat dari biasanya.

"Kau memegang tanganku kuat sekali."

"Oh, ah ... maaf...." Jansen gelagapan.

"Tak apa, aku suka," ucap Lana malu-malu.

Mereka saling menatap beberapa detik, lalu Loly menarik baju kedua orang di sebelahnya.

"Ayo, Ayah, Ibu. Nanti Loly terlambat." Lana mengangguk, sementara Jansen hanya diam saja.

"Ayo Ayah!"

"Ah, ya. Ayo kita pergi." Loly menahan tawa melihat sang ayah.

"Ayah, Ibunya di pegang dengan kuat, ya. Loly takut kalau nanti Ibu jatuh."

"Iya, Lyly...."

"Ibu di peluk saja, Yah. Karena Ibu lagi sakit." Jansen menghela napasnya pelan. Dia menatap Lana yang menggeleng. Mereka berjalan dengan pelan, agar Lana tidak terjatuh.

Tiba-tiba Loly berlari keluar rumah, dia masuk lebih dulu ke dalam mobil, membiarkan Lana dan Jansen berduaan.

"Lana, di usiamu yang ketujuh belas tahun nanti, menikahlah denganku."

"Kenapa tiba-tiba?"

"Ya, tetangga sudah membicarakan kita."

"Oh, tapi aku—"

"Tenang saja, kau tak perlu takut." Jansen tersenyum keji dan Lana menyadari hal ini. Dia mengangguk saja, mengikuti skenario yang nanti Jansen lakukan.

★∞★

Semoga suka!

Vote dan komen kalau suka :) tinggalkan cerita ini kalau nggak suka, hehe....

Terima kasih
21 Juli 2017
Ig: Naomiocta29

I Will Still Love YouUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum