Chapter 42

827 94 30
                                    

Lisa terduduk menggenggam ponselnya. Ia memandang sebuah foto yang selalu jadi lockscreen itu selama berbulan-bulan.

"Bam, salah gak sih langkah aku sekarang?" Lisa mengusap pelan layar ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Bam, salah gak sih langkah aku sekarang?" Lisa mengusap pelan layar ponselnya.

"Tapi, kalau semisal aku pulang juga gak akan buat kamu berubah seutuhnya. Kamu tetap aja jadi Bambam yang akan perhatian sama semua orang dan buat orang salah paham sama sikap kamu. Aku ngelepas kamu dari sekarang. Kita jalan masing-masing ya. Aku capek," Lisa sedikit terisak dan mengapus air yang hampir meluncur keluar dari sudut matanya.

"Kalau masih sayang kejar. Jangan bikin kamu nyesel, Lis," Lisa menoleh ketika Mark sudah membawa makan malam pesanan mereka dan duduk di hadapannya.

"Eng—enggak kok. Aku udah lepasin dia," Lisa mengambil piring bagiannya. Dia menyimpan ponsel ke dalam tas sebelumnya.

"Aku juga cowok. Aku tau apa yang dirasain cowok ketika ceweknya pergi. Itu sakit. Jujur, gak enak," Lisa terdiam fokus memotong daging di piringnya.

"Gini deh," Mark mengambil tangan kanan Lisa. Dia genggam erat tangannya itu.

"Aku pernah kehilangan kamu. Bahkan sebelum aku punya kesempatan untuk tau perasaan kamu. Sekarang, kalian udah pernah saling ungkapin perasaan satu sama lain dan kamu malahan pergi. Itu pasti lebih sakit. Aku yakin," Lisa tertunduk. Dia diam.

"Dia yang gak bisa berubah. Dia yang selalu buat aku pengen pergi. Dia yang ngejar tapi dia yang akhirnya ngejauh. Aku juga manusia, punya perasaan," Mark melepas genggamannya dan membiarkan Lisa untuk mengusap lagi ujung matanya yang mulai mengeluarkan bulir air mata.

"Gak perlu dia untuk berubah. Kamu yang harus coba terima sifat dia. Namanya pasangan itu untuk saling melengkapi dan memahami. Kalau mau saling tuntut ini itu mending kalian jadi jaksa juga pengacara aja. Simpel," Mark mengunyah udang asam manisnya. Lisa masih diam dengan posisi yang sama.

"Kamu harus dewasa. Jangan cuman pikirin ego kamu untuk hari ini. Coba pikir tentang kedepannya juga. Tuhan udah kasih pola tinggal kamu jalanin aja."

Lisa menundukkan kepalanya. Dia menangis untuk kesekian kalinya. Daging kesukaan dia di tempat makan itu pun belum sempat ia cicipi.

Mark juga jadi menyimpan alat makannya. Tangannya beralih menyentuh puncak kepala Lisa lembut. Ia jadi mengingat kejadian yang sama saat Lisa mendengar ungkapan perasaan Mark dulu. Lisa menangis keras sekali ketika Mark hanya bilang, "aku sayang kamu Lisa. Kita pacaran gimana?"

"Kenapa hiks ketawa?" Lisa mendongakkan kepalanya mendengar suara tawa Mark.

"Jadi inget dulu kamu nangis," Mark masih sedikit terkekeh.

"Hah? Kapan?"

"Waktu aku bilang sayang sama kamu. Disitu kamu nangis kejer banget sampe orang lain ngeliatin kita. Inget gak sih?" Lisa menutup wajahnya malu. Ia malu sehabis nangis juga malu dengan kejadian itu.

HILANG [ bamlis ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang