Adivan 34

9.5K 288 1
                                    

2 tahun kemudian...

    Divan kini telah berubah menjadi sosok pria mapan muda, berwajah tampan, bahkan kini ia menjadi penerus perusahaan Ayahnya. Tak ada yang berubah lagi selain itu, sikap dan sifat dinginnya tetap menempel pada dirinya. Dikantornya ia menjadi orang disegani dan dipuji walau Divan tak terlalu memperdulikannya.

Kini Divan menggunakan jas kebesarannya layaknya seorang bos besar yang ingin bertemu kliennya. Namun kali ini ia sedang makan malam bersama wanitanya, siapa lagi kalau bukan Adina.

Di restoran mewah ini mereka menikmati makan malam bernuansa indah. Tak hanya mereka, orang tua dari mereka, Panca dan Sherly juga Rayya dan Reynaldi ikut meramaikan acara makan malam.

Sebenarnya Adina bingung dan berpikir keras, entah mengapa tiba - tiba ada acara seperti ini, maksudnya makan malam yang baginya terlalu mewah. Tidak seperti biasanya yang biasanya mereka paling istimewa ya makan malam di restoran hanya berdua.

Disekelilingnya banyak para pedansa menari diiringi musik klasik yang menambahkan nuansa romantis. Adina semakin bingung dibuat Divan, namun ia menutupi rasanya itu. Dengan santainya, ia menikmati makanan yang terhidang untuknya dan kebetulan makanan ini belum pernah ia coba.

Divan terkekeh melihat wanita itu menikmati dinner nya yang terlihat menggemaskan. Pasalnya Adina sedikit terlihat lahap memakannya. Namun bagi Divan tak masalah, baginya itu hal yang lazim.

Divan ingat tujuannya malam ini, ia tak sabar untuk segera memulainya. Tangan kirinya merogoh kantung celananya dan mengeluarkan kotak kecil.
Tangan kanannya Divan terulur menggenggam tangan Adina, sedikit tersentak gadis itu tersedak lalu menenggak air dengan asal kemudian ia terkekeh dan lanjut menatap Divan yang terlihat serius.

"Adina ku yang cantik, sudah delapan tahun kita bersama dengan status pacaran. Dikesempatan malam ini, aku cuma mau bilang, Will you be my wife?" ucap Divan menatap dalam Adina.

Deg..

Jantung Adina berdegup lebih cepat dari biasanya, nafasnya seolah tertahan, kemudian ia tertunduk malu.

Lalu ia mengambil nafas dalam," Yes, I will."

Prok... prok.. prok...

Tepuk tangan meriah dari mereka yang menonton. Adina yang malu langsung tertunduk, dan tanpa aba - aba Divan menangkup wajah gadisnya lalu mengecup kening Adina penuh cinta.

Rey yang melihat tingkah Rayya seperti ingin diperlakukan seperti Adina, ia langsung menggenggam Rayya. Rayya sedikit terkejut, namun ia tersenyum.

Rey mendekatkan bibirnya dengan telingan sebelah kanan Rayya, "Sabar Rayy, nanti aku akan melamarmu juga." Bisik Rey yang membuat tubuh Rayya menjadi mendadak kaku dan pipinya merah seperti tomat.

***

"Mama, Amay mau cucu," rengek Camar sambil menggoyahkan lengan Sherly.

Sherly tersenyum mendengar rengekan anaknya, ia bahagia memiliki anak seperti Camar. Pasalnya ia tumbuh menjadi anak yang pintar dan cerewet.

Sherly menggendong tubuh mungil Camar kedapur untuk membuat susu bubuk. Ia meracik susu dengan sebaik mungkin, dengan air hangat agar anaknya tak kepanasan. Setelah susunya jadi, ia meminunkannya kepada Camar.

Camar mendekatkan tubuh mungilnya ke tubuh ibunya. Dengan manja ia bergelayut sambil meminum susunya. Sesekali ia jahil dengan ibunya, ia suka sekali mencoel pipi Sherly. Sherly suka itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Namun Camar sepertinya belum mengantuk karena tadi siang ia tidur dengan lama. Sherly menggendong anaknya kedapur untuk mempersiapkan makanan untuk Panca, sebenarnya masakannya sudah siap hanya saja belum tersaji dimeja makan.

"Assalamu'alaikum. Papa pulang," suara Panca menggema dari ruang tamu.

Panca tau, istri dan putrinya kini sedang menyiapkan makan malam untuknya. Karenanya ia menyusul ke dapur untuk memastikan, tak lupa ia melepaskan jas nya terlebih dahulu.

Happ!

Camar sebelumnya berteriak histeris karena senang melihat Ayahnya pulang lalu ia menghambur kepelukan Panca. Dengan sigap Panca menggendong Camar walau tubuhnya lelah, tapi baginya Camar kekuatannya. Sherly tersenyum ringan melihat kedekatan putrinya dengan suaminya walaupun mereka jarang sekali bertemu dikarenakan Panca berangkat kerja terlalu pagi dan terkadang ia lembur hingga tengah malam.

Sherly melepaskan dasi Panca yang tergantung dileher tampannya. Panca tersenyum, Camar juga ikut tersenyum lalu tangan mungilnya menempel dipipi ayah dan bundanya kemudian mereka bertiga tertawa lepas.

"Sini biar Camar aku gendong dulu, kamu baru pulang masih capek. Makan dulu," Ucap Sherly sembari mengambil Camar dari gendongan Panca.

Namun Camar tidak mau diambil oleh Sherly,  ia merengek dan menarik - narik kerah Panca. Camar masih ingin digendongan Ayahnya itu.

"Sayang..  Papanya mau makan dulu--"kata Sherly terpotong.

"Udah sini biar aku gendong aja. Camar lagi pengen sama aku kali. "sambar Panca lalu mengambil alih Camar dari Sherly.

Sherly pasrah. Camar itu jika sudah ingin sesuatu harus dituruti,  jika tidak Camar bisa nangis menjerit bahkan mengamuk sejadi - jadinya.

Panca membawa Camar keruang makan. Begitu mesranya mereka, anak dengan ayah yang begitu hangat. Panca tak pernah marah dengan putrinya itu walaupun Camar pernah berbuat nakal, ia memakluminya lain hal dengan Sherly, ia terkadang suka memarahi Camar.  Oh bukan,  bukan memarahi tapi memperingatinya atau menegurnya.

"Papa.. Amay mau dayan - dayan.. " rengek Camar pada Panca.

"Iya sayang.  Nanti kalo Papa libur, kita jalan - jalan yaa. " Kata Panca sambil mengelus rambut anaknya yang masih tipis itu.

Camar tertawa kecil. Kemudian ia merubah posisi duduknya menjadi berbaring dengan posisi kepalanya dipangkuan Panca kemudian ia tertidur. Akhirnya Panca membawa putrinya itu kekamar agar anaknya tidur dengan nyaman.

"Mah," panggil Panca.

"Iya Pah? "jawab Sherly.

"Makasih ya udah jadi Ibu yang baik untuk Camar. I love you." ucap Panca sambil mengecup kening Sherly.

Blush. Pipi Sherly memerah. "I love you too. "bisik Sherly.

***
Hai..
Aku open member grup loh. Yang mau chat aku diline ya mutiarafebrianka16 thankyouu

Ohya.  Aku minta maaf ya kalo aku ada salah.  Dan selamat menjalankan ibadah puasa😁

Adina Dan DivanWhere stories live. Discover now