Adivan 30

9.8K 322 4
                                    

     Angin malam menembus kulit, sunyinya malam menjadi saksi, suara jangkrik meramaikan suara hati. Hati yang menjerit lirih, hati yang tak henti - hentinya memanggil namanya. Namun apalah daya, mau sekeras apapun menjerit tetap saja tak akan terdengar olehnya.

Rindu.
Kata keramat bagi seseorang yang ditinggalkan yang disayang.
Bukan malu untuk bilang, namun jika kita katakan rindu padanya, apa dia juga akan rindu dengan kita?

Adina tak henti - hentinya menatap bintang - bintang dilangit yang menemani bulan untuk menghiasi malam. Ia sangat merindukan Divan, namun ia tak berani untuk bilang karena ia takut, Divan tak membalas rindunya.

Bukankah Divan kekasihnya?

Tapi kita kan tidak tau meskipun status mengatakan kekasih namun hati berkata lain?

Adina menggeleng kuat untuk mengusir jauh - jauh pikiran negatifnya tentang Divan. Tidak mungkin Divan menghianati dirinya. Ia percaya, kekasihnya itu akan selalu menjaga hati dan jiwa untuknya. Walau terkadang mereka suka bertengkar tapi pada akhirnya kembali damai.

Ia menulis nama Divan di langit namun tanpa disengaja, air matanya pun ikut menemani rindunya. Ia selalu menunggu Divan kembali, namun entah kapan. Padahal, Divan sudah menjalani delapan semester kuliahnya dan mungkin sebentar lagi ia akan lulus dan kembali ke tanah air dengan gelarnya. Tapi, Adina belum mendapatkan kabar dari kekasihnya itu.

"Div, kalaupun kamu gak inget sama aku, gak apa kok. Aku tetep sayang sama kamu." Ucap Adina pada malam.

Ia berusaha menguatkan dirinya untuk tidak terlalu larut dalam kerinduan. Ia berangan ada Divan disampingnya, menemaninya seperti dulu yang selalu berdua kemanapun. Adina pun berharap, semoga sepulangnya Divan ke tanah air, ia tetap menjadi Divan-nya Adina.

***

"Panca, kamu tau gak?" Tanya Sherly yang tiba - tiba sekeluarnya dari kamar kecil terlihat gembira.

Panca menoleh menatap istrinya bingung. Namun sebagai istri yang baik, ia paham maksud suaminya itu. Ia langsung bergelayutan dilengan Panca.

"Aku hamil." Bisik Sherly tepat ditelinga Panca.

Panca langsung berdiri dan berjingkrakan gembira. Sherly pun ikut berjingkrakan, ya terkadang mereka masih kekanakkan.

Panca langsung memeluk istrinya itu lalu membawanya kedalam gendongannya. Betapa bahagianya mereka mengetahui memiliki anak.

"Ayok kita ke dokter," ajak Panca.

"Ngapain?" Tanya Sherly polos.

"Periksa kandungan kamu lah, sayang." Jawab Panca.

Sherly yang masih dalam gendongan Panca pun tertawa kecil, ia senang bisa melihat suaminya itu yang tidak sabar menantikan seorang anak.
Ia pun menurut saja, tidak ingin turun dari gendongan Panca hingga akhirnya didalam mobil.

P

anca melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata - rata, karena ia sudah tidak sabar ingin segera tiba didokter kandungan untuk mengecek kehamilan istrinya.

Sherly tau yang dilakukan Panca salah, karena melajukan mobil diatas kecepatan rata - rata bisa berbahaya. Namun, ia juga tak bisa mengelak. Ia ingin juga segera tiba didokter kandungan. Jadi dengan santainya ia hanya bersender pada kursinya sambil sesekali melirik suaminya yang sedari tadi tersenyum.

Tak sampai satu jam, kini mereka telah tiba di rumah sakit. Mobil Panca sudah terpakir rapi dan dengan sigap ia membuka pintu untuk Sherly keluar lalu ia menjulurkan tangan sebagai tanda menyambut sang istri.

Banyak orang sekitar mereka yang sedari tadi memerhatikannya, namun Sherly tidak terlalu peduli bahkan Panca tampak acuh ketika ada salah seorang yang berceletuk, "so sweet ya."

Mereka langsung memasuki rumah sakit itu dan menuju ke ruang pemeriksaan.

Kini Sherly sedang diperiksa oleh dokter dengan alat - alat itu. Panca sudah tidak sabar untuk cepat - cepat mendengar hasilnya.

"Selamat bu, pak, usia kandungan anak kalian satu minggu. Wah betapa bahagianya ya kalian tampaknya," ucap sang dokter tersenyum.

Sherly dan Panca tersenyum gembira.

"Jaga kesehatan ya bu, meskipun usia si jabang bayi masih kecil namun menjaga kesehatan sikecil tetaplah utama. Sekali lagi selamat ya." Pesan sang dokter.

"Baik, akan saya jaga istri saya dengan baik dok. Terima kasih, dokter." Ucap Panca pada dokter sambil berjabat tangan.

Panca dan Sherly kemudian pergi dari ruangan itu. Lalu mereka pulang dari rumah sakit. Tapi tampaknya arah pulang kerumah salah, sedari tadi Sherly bingung melihat arah jalannya namun ia percaya pasti Panca ada tujuan.

Panca memberhentikan mobilnya didepan taman bermain. Sherly lagi - lagi bingung, ada apa sebenarnya dengan suaminya itu. Tapi ia menurut saja sebagai istri yang baik, ia tetap mengikuti suaminya itu selama dalam jalan yang benar.

Mereka duduk dikursi taman. Panca tersenyum lalu merangkul istrinya itu kemudian memesan dua buah es krim untuknya. Sherly tampak salah tingkah, bagaimana tidak ia diperlakukan oleh Panca seperti masa pacarannya dan banyak sepasang mata memperhatikan kemesraannya. Andai saja ia tega menggatak kepala Panca saat ini juga, namun ia kasihan dengan suaminya itu.

"Nih es krimnya," ucap Panca seraya memberi es krim rasa vanila.

Sherly menikmati es krimnya itu seperti anak kecil pada umumnya. Panca yang melihat itu hanya tertawa pelan, baginya kebahagiaan itu bersama orang yang disayang apapun keadaannya yang terjadi. Ia tak akan pernah membiarkan kebahagiaannya tersakiti, termasuk karenanya. Ia berjanji.

"Kok kamu ajak aku kesini, Ca?" Tanya Sherly.

"Hmm, emang kenapa? Tapi kamu suka kan?" Tanya balik Panca.

Sherly mengangguk.

"Kali - kali ketempat ginilah sama istri tercinta," ucap Panca menyengir.

Sherly langsung menepuk pipi Panca pelan, ia gemas dengan kelakuan suaminya itu yang terkadang aneh. Sedangkan Panca hanya menggerutu kecil dan tetap menikmati es krimnya itu.

***

"Sierra, kenapa kamu gak kerja?" Tanya seorang lelaki.

"Libur." Jawab Sierra asal.

"Bagaimana kalo kita pergi?" Tawar laki - laki itu.

Sierra menggeleng lalu meninggalkan laki - laki itu pergi. Sierra sebenarnya tidak ingin dengan lelaki itu, karena sebenarnya ia dijodohkan dengan lelaki itu oleh orangtuanya. Ia ingin sekali kembali kemasa lalunya bersama Divan. Namun entah bagaimana caranya, ia masih memikirkan. Ia tidak peduli Divan sudah memiliki Adina, yang terpenting ia kembali dengan Divan.

Ia tersenyum miring, mulai detik ini ia akan menjalankan misinya itu. Cinta memang terkadang berambisi sehingga cara jahat pun dilakukan.

***
Assalamu'alaikum. Hallo. Maaf aku baru next lagi.

Selamat membaca😊. Semoga suka. Tetap jadi pembaca setia.

Follow ig ku ya @mfebrianka

Ohiya aku open rp loh, chat aja ya😁



Adina Dan DivanWhere stories live. Discover now