Adivan 18

12.3K 463 8
                                    

Matahari belum menampakkan dirinya, tapi embun pagi dan hawa pagi segar yang menemani gadis itu dikoridor sekolah. Gadis manis itu datang lebih awal kesekolahnya karena Papanya harus berangkat kerja pagi jadi ia terpaksa harus datang pagi sekali. Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam, disepanjang koridor sekolah ruangan kelas - kelas pun masih gelap karena belum ada murid yang datang.

Adina dengan rasa beraninya ia berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Sunyi, hanya ada penjaga sekolah yang berkeliaran disekolah itu. Sebelum ia kekelas, ia menuju lokernya yang didekat tangga lantai dua, ada sesuatu yang ingin ia ambil.

Matanya menemukan secarik kertas asing bertuliskan kalimat.

'Sudah siap dengan permainan ini? Gue akan memulainya sekarang.

twelve'

Adina terkejut dan tubuhnya melemas. Ia takut seseorang itu benar - benar akan mencelakainya. Ia juga tak tau apa salah dirinya hingga orang itu meneror dirinya.

Dirinya pun terjatuh, ia menyenderkan tubuhnya diloker. Tiba - tiba seorang perempuan menghampirinya dengan tatapan cemas.

"Adina, lo kenapa?" Tanya Sherly dengan tatapan cemas.

Adina menggeleng dan tiba - tiba menangis. Sherly membaca surat itu dan langsung meremas kertas itu dan ia geram dengan peneror sahabatnya itu. Kemudian Sherly membawa Adina kekelas dengan membopongnya.

"Gue takut.." ucap Adina sesenggukan.

Sherly menghembuskan nafas dengan kasar. Ia benci jika sahabatnya itu disakiti oleh orang lain.

"Gue akan selalu disamping lo, Din. Percaya.." ucap Sherly tersenyum sedih.

Tak lama kemudian, teman - teman Adina sudah mulai berdatangan dan waktu sudah menunjukkan pukul tujuh. Pelajaran pun dimulai tetapi Adina tidak fokus dengan pelajaran itu. Divan tersadar bahwa sikap Adina aneh, ia melamun terus.

"Din? Lo kenapa?" Tanya Divan pelan bahkan terdengar bisik - bisik.

Adina hanya menggelengkan kepala. Tetapi Divan tidak percaya dan ia membalikan tubuh Adina agar menghadap dirinya.

"Jujur. Lo kenapa?" Tanya Divan, dari dalam matanya terdapat sorot kekhawatiran.

Bibir Adina bergetar dan matanya pun mulai meneteskan air mata. Untung saja mereka duduk dibelakang pojok jadi mereka tidak terlalu kelihatan guru.

"Ada yang neror gue lagi.." jawab Adina menunduk.

"Siapa?" Tanya Divan geram.

Adina hanya menggelengkan kepalanya lalu Divan menghapus air mata Adina diwajahnya dengan tangannya yang kekar nan halus.

"Jangan takut. Gue bakal cari tau siapa orang itu." Kata Divan berusaha tidak membuat Adina tidak terlalu takut.

Kemudian Adina tersenyum tipis, ia tak menyangka bahwa orang yang dulu membuat ia kesal sekarang berubah menjadi perduli dan perhatian. Ia tak menyangka secepat itu Divan berubah.

"Sekarang lo fokus belajar. Jangan melamun lagi." Ucap Divan sambil mengelus rambut Adina. Kemudian Adina mengangguk.

***

Usai bell pulang sekolah berbunyi, Adina berlari tergesa - gesa melewati siswa siswi yang berkerumun di lapangan sekolah. Bahkan ia sampai mendorong bahu seorang siswi yang terkenal sifat juteknya, tapi Adina tak mempedulikan siswi itu yang berteriak memanggil namanya.

Dipikirannya hanya satu, pergi ketempat yang di beritahu oleh peneror itu. Sesampainya didepan gerbang, ia langsung menyetopi taksi.

"Kemana neng?" Tanya supir taksi.

Adina Dan DivanWhere stories live. Discover now