Adivan 7

17.9K 734 11
                                    

Sinar matahari mulai menelusup gorden kamar gadis manis yang sedang tertidur pulas. Mungkin ia masih lelah karena Minggu malam ia baru pulang dari Rumah neneknya itu.

Sekarang hari Senin. Apakah Adina lupa bahwa hari ini upacara pengibaran merah putih yang petugasnya yaitu kelas nya, X IPA3? Sepertinya ia masih bermain di alam mimpinya itu, bahkan teriakan mamanya pun ia tak mendengar.

Byurr

Tak ada cara lain untuk membangunkan Adina dari tidurnya. Mama Adina sudah gemas dengan anaknya sendiri.

"Aaahhh.."
Adina yang merasakan ada air jatuh ketubuhnya itu langsung bangun dari tidurnya dan berlari menuju kamar mandi.

"Dasar Adina! Punya anak bisa kebo begitu." ucap Mama Adina pada dirinya sendiri.

Tak butuh waktu lama Adina bersiap siap untuk sekolah. Hanya butuh waktu 15 menit, ia sudah siap berangkat sekolah.
Hari ini Adina berangkat bersama papanya karena ia merengek pada papanya agar mau mengantarkannya kesekolah. Alasan Adina, ia rindu dengan papanya yang tidak seperti dulu. Sekarang papanya sibuk dengan tugas, tugas dan tugas kerjanya.

"Pokoknya kalo Adina udah libur, aku mau jalan - jalan sama papa, titik!" ucap Adina pada papanya.

"Iya sayang, makanya kamu belajar yang rajin loh, Din!" jawab papanya.

Adina tersenyum dan menangguk. Akhirnya ia bisa jalan - jalan dengan papanya, lagi.

Setelah tiba disekolah Adina pamit dengan papanya dan langsung berlari masuk kesekolahnya karena sebentar lagi upacara pengibaran bendera akan dimulai.

"Mampus! Gue gak bawa topi!" umpatnya panik.

Divan yang melihat teman sebangkunya aneh, ia hanya menautkan kedua alisnya yang tebal itu. Alis dan bibirnya yang menjadi perhiasan wajahnya yang dikagumi kaum hawa. Divan sangatlah tampan.

"Lo gak pake topi?" tanya Sherly pada Adina.

Adina nenggeleng panik. Ia keringat dingin. Pasalnya hari ini jadwal kelas mereka menjadi petugas upacara, tetapi Adina seperti tidak siap menjadi petugas.

Murid - murid semua sudah berkumpul dilapangan. Adina semakin takut.

"Bagi yang tidak memakai topi atau dasi atau ban pinggang diharapkan maju kedepan!" perintah Pak Rahmat, guru yang amat tegas.

Dengan rasa takut memenuhi wajahnya, ia maju kedepan lapangan. Tak banyak yang sepertinya berpakaian tidak lengkap.

Dari jarak jauh, Rizki melihat Adina berada didepan lapangan. Ia pun segera melepas topinya dan menaruhnya ketas. Lalu ia bergabung dengan Adina.

"Ri.. Rizki? Lo ngapain?" tanya Adina bingung. Menurutnya, Rizki itu anak yang rajin dan tak pelupa seperti dirinya.

"Gak bawa topi." jawab Rizki jelas berbohong.

'Gak mungkin gue biarin lo dihukum sendiri, bodoh. Terpaksa gue bohong sama lo, gue mau nemenin lo dihukum, Din.' batin Rizki.

Upacara berlangsung hingga selesai, murid murid lain dipersilahkan masuk kekelas dan belajar kecuali murid murid yang dihukum. Mereka dijemur dilapangan hingga jam 11 siang. Kejam? Memang. Karena itu Adina takut dihukum. Ia bersumpah bahwa ia tak mau lagi dihukum seperti ini. Memalukan.

11:30. Waktu istirahat kedua, akhirnya Adina, Rizki dan murid murid lainnya yang dihukum dapat beristirahat juga.

Mereka berdua kekantin untuk mengisi perut mereka yang kosong, karena perlu kalian ketahui, Adina belum sarapan.

"Lo mau pesen apa Din?" tanya Rizki yang ingin memesan makanan.

"Hmm, mie ayam bakso sama jus lemon aja, Ki." jawab Adina.

Rizki mengangguk lalu ia berlalu memesan makanan.

Tak butuh waktu lama, Rizki telah kembali membawa makanannya dan makanan pesanan Adina.

"Makasih Ki." ucap Adina tersenyum.

Rizki lagi lagi mengangguk.

Adina makan dalam diam. Ia sangat lapar jadi ia memakan mie ayamnya itu dengan lahap. Rizki yang melihat itu terkekeh pelan.

"Uhuk uhuk." Adina tersedak. Mungkin karena terlalu terburu buru makan.

Rizki langsung memberi air mineralnya kepada Adina dan meminumkannya. Adina tersenyum diperlakukan manis oleh Rizki. Ia sangat senang.

"Makan nya pelan pelan Adina." ucap Rizki sambil mengeleng gelengkan kepalanya.

"Ia Ki, maaf." ucap Adina.

"Gue panik tau gak?" ucap Rizki sebal.

"Kenapa panik? Orang gue cuma keselek." tanya balik Adina.

"Gue khawatir lo kenapa kenapa. Gue sayang lo." jawab Rizki tenang. Ya, tenang.

Mata mereka saling bertemu pandang. Kedua insan itu terpaku dalam kebisuan.

"S.. Sa..yang?" tanya Adina tak percaya.

Rizki mengangguk. Ia tersenyum yang sangat tampan.

"Gue sayang lo, Adina." ucap Rizki sekali lagi.

Adina mendengar itu langsung tubuhnya menegang. Nafasnya seolah tertahan dan jantungnya seolah berhenti berdetak.
Apa ia tak salah dengar? Orang yang ia cinta dan sayangi juga menyayangi dirinya.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang menatap dan mendengar percakapan mereka. Entah kenapa hatinya mencelos saat ada laki laki yang menyatakan rasanya kepada perempuan itu, Adina. Ia pun segera kembali kekelas.

"Kenapa Din? Apa gue salah kalo gue sayang sama lo?" tanya Rizki.

Adina tersentak.

"Eng... Engga Ki. Lo gak salah." jawab Adina gugup.

Rizki memegang kedua tangan Adina dan membawanya keatas meja. Tepatnya menggenggam.

"Tatap mata gue Din. Gue.. Gue beneran sayang sama lo." ucap Rizki lembut.

Jantung Adina berlari maraton. Ia dibuat Rizki hingga seperti ini. Berlebihan? Mungkin. Tapi ini kenyataan bahwa Adina berdegup kencang saat Rizki mengutarakan rasanya.

"Lo gak sayang ya sama gue?" tanya Rizki. Suaranya seperti orang sedih.

Adina langsung menatap wajah Rizki.

"Emm gue.. Gue juga Ki.." jawab Adina pelan. Tetapi Rizki masih dapat mendengar suara Adina.

"Juga apa?" tanya Rizki meyakinkan.

"Sayang lo." jawab Adina pelan. Lalu pipinya blushing.

Rizki mengenggam erat tangan Adina. Ia tersenyum, begitupun Adina. Akhirnya Adina tau isi hati Rizki. Cintanya tak bertepuk sebelah tangan.

"Oh iya dikit lagi bel. Yuk kekelas." ajak Rizki. Lalu Adina mengangguk.

Sesampainya didepan kelas Adina, Rizki mengacak rambut Adina dan tersenyum. Seseorang yang melihat itu tersenyum miris. Dia Divan.
Lalu Rizki berlalu menuju kelasnya.

Adina Dan Divanحيث تعيش القصص. اكتشف الآن