Adivan 14

13.6K 494 31
                                    

     Kini Rizki kembali masuk kerumah sakit padahal keadaannya sudah sedikit membaik, namun karena luka tusuk diperutnya jadi ia harus segera ditangani dokter.

Adina sedari tadi bersumpah akan membalaskan dendamnya dengan Rayya dan Ronald, Divan yang sedari tadi melihat Adina seperti itu hanya bisa diam dan tersenyum miris.

Sebegitu cintakah Adina dengan Rizki? Sampai ia tidak sadar bahwa ada seseorang disampingnya yang diam - diam mencintainya dan bahkan ia mengorbankan hatinya untuk melihat Adina bersikap manis dan seolah menunjukan mereka pasangan? Apakah Adina tidak menyadarinya? Atau bahkan Adina tidak perduli dengan sekitarnya?

Sherly dan Panca saat ini sedang diruang administrasi rumah sakit, Divan yang merasa bosan meninggalkan Adina sendiri yang berada didepan ruangan Rizki ditangani oleh dokter.

Bughh

Tembok bercat putih itu menjadi sasaran empuk seorang laki - laki yang terlihat frustasi, dia Divan. Divan frustasi karena ia tak tau lagi bagaimana caranya bisa membuat Adina sadar bahwa dirinya juga mencintainya. Divan merasa kecewa dengan Adina, ia juga merasa harapannya berkurang untuk mendapatkan cinta Adina.

"Apa gue gak pantes sama Adina? Apa gue gak ditakdirin sama Adina?!" Tanya Divan pada dirinya sendiri dan ia menendang tong sampah yang ada didepannya.

"Rey?" Panggil seorang wanita.

Divan menoleh kearah suara itu, namun ia tak mengenali orang itu. Ia hanya memasang wajah datar seperti biasanya.

Perempuan itu hanya tertawa kecil lalu ia menghampiri Divan, "Lo lupa sama gue Rey? Gue Sierra." Ucap perempuan itu dan tersenyum.

Divan tetap dian dengan wajah datarnya, karena menurut dia perempuan itu sudah tidak penting lagi dalam hidupnya. Orang itu hanyalah membuat hati Divan berkeping - keping, dan sekarang hati Divan sudah bersatu lagi karena hadirnya Adina dihidup Divan.

"Rey, gue kangen banget sama lo." Ucap Sierra lalu ia hendak memeluk Divan tetapi Divan menepisnya.

"Jangan pernah sentuh gue." Ucap Divan datar namun terasa dingin.

Sierra pun langsung mengurungkan niatnya yang ingin memeluk Divan, dan ia sangat sadar bahwa Divan telah berubah. Tidak seperti Divan yang dulu, hangat. Penghangat hati dan hidup Sierra. Semua itu telah menjadi kenangan.

Divan kembali kedalam dan Sierra tetap berlari mengikuti laki - laki itu, entah apa yang ingin ia lakukan.

"Aww." Jerit Sierra tiba - tiba karena ia terlalu cepat mengejar Divan akhirnya ia terjatuh dari High heelsnya yang tingginya 25cm itu.

Dengan refleks, Divan membalikkan tubuhnya dan menangkap tubuh mungil Sierra agar tidak terjatuh. Jantung Sierra berpacu cepat saat ia menatap wajah Divan dengan jarak 5cm. Ia tak menyangkan bahwa Divan menolongnya.

"Divan?" Panggil Adina pelan.

Entah mengapa hati Adina mencelos saat melihat Divan memeluk Sierra dengan wajah mereka yang berdekatan. Ia merasa tidak rela melihat Divan mesra dengan perempuan lain, ia tidak mampu melihatnya. Akhirnya Adina pergi meninggalkan Divan dan Sierra keluar rumah sakit.

"Adina!" pekik Divan lalu ia mengejar Adina.

Adina berlari sekencang mungkin sehingga ia tak melihat ada mobil dari arah kanan dan akhirnya terjadilah sebuah kecelakaan.

Tubuh Adina terkulai lemas dan mengeluarkan banyak darah dari kepala dan kakinya. Ia tak bisa melihat jelas keadaan sekitarnya dan akhirnya penglihatannya menjadi gelap.

***

"Pasien kehilangan banyak darah, jadi secepatnya pihak rumah sakit mencari donor darah untuk Adina." Jelas dokter.

"Golongan darah Adina apa dok?" Tanya Sherly panik.

"Golongan darahnya A, jika diantara kalian juga A bisa mendonorkannya untuk teman anda. Kalo gitu saya permisi dulu." Ucap dokter.


Sherly tertegun mendengar penjelasan dokter, ia takut Adina tidak menemukan pendonor darah. Ia ingin sekali mendonorkan darah untuk sahabatnya, namun kenyataannya golongan darahnya B.

Lain hal dengan Divan, ia hanya diam dan kejadian tadi masih terngiang diotaknya. Ia sangat membenci dirinya. Ia sudah membuat Adina seperti itu.

"Satu - satunya harapan kita Rizki. Dia golongan darah A." Ujar Panca.

Divan menatap tajam Panca, ia tidak rela gadis yang ia cintai mendapat donor darah dari Rizki, lebih baik ia mencari orang lain dan membeli darahnya daripada harus Rizki yang mendonorkannya.

"Gak mungkin Pan! Rizki keadaannya lagi gak sehat, jadi dokter juga gak akan ijin-in Rizki donor darah buat Adina." Ucap Sherly.

Divan bernafas lega, benar yang dikatakan Sherly menurutnya.

"Reyno!" Pekik Sierra yang entah sejak kapan sudah didepan Divan.

Sherly yang merasa muak melihat Sierra karena ia tau penyebab tertabraknya Adina itu Sierra, ia langsung menghampiri Sierra.

"Mau ngapain lo? Belom puas udah bikin ketabrak Adina?" Tanya Sherly sinis.

"Eh sorry, lo siapa?" Tanya balik Sierra yang tak kalah sinis.

Sherly yang geram dengan Sierra langsung maju satu langkah dan ia menjambak rambut Sierra sehingga Sierra menjerit. Sierra tak tinggal diam, ia juga membalas jambakan Sherly dan akhirnya menjadi aksi jambak - jambakan.

"Woi stop! Apaan sih kalian kaya anak kecil tau gak?" Lerai Panca.

Sherly dan Sierra merenggut kesal. Lalu Sierra pergi meninggalkan mereka semua dengan kesal.

Sherly tersenyum puas, akhirnya Sierra pergi walau aksinya tadi kurang mantap bagi Sherly.

"Heh Divan! Itu cewek dari mana sih? Dateng - dateng main nyosor aja. Itu cewe jadi - jadian ya? Dia aslinya entok kan?" Tanya Sherly kesal.

Pertanyaan Sherly mengundang tawa Divan yang sedari diam dengan wajah datarnya. Dan Panca hanya bengong saat mendengar pertanyaan Sherly yang aneh baginya.

"Tau ah malah ketawa." Ucap Sherly mendengus kesal lalu meninggalkan Divan dan Panca memasuki ruangan Adina dirawat.

"Adina.. bangun dong.. jangan lama - lama sakitnya." Ucap Sherly bersedih.

Sherly hanya bisa menangis melihat sahabatnya dalam keadaan seperti itu. Baru kali ini Adina dirawat seperti ini, Sherly tidak tega melihat tubuh Adina ada infus yang menempel ditubuhnya.

"Din.. cepet sadar. Gue janji bakalan cepet cari donor darah buat lo." Janji Sherly lalu ia menghapus air matanya itu.

Ceklek

"Sher, gawat! Ronald dan Rayya bebas! Dia kabur dari penjara!" Ucap Panca panik.

"Jadi mereka buronan?" Tanya Sherly yang juga panik.

Panca mengangguk. Ia takut Ronald dan Rayya kembali menghancurkan hidup Rizki, bukan hanya itu bahkan mereka akan membunuh Rizki.

Panca tau Ronald, orang yang nekad dan apapun resikonya tetap dilakukan. Entah apa yang ada dipikiran Ronald hingga ia ingin sekali membunuh bekas sahabatnya itu.

"Adina.. bangun.. Rizki dalam keadaan bahaya, lo gak mau kan Rizki kenapa - napa?" Tanya Sherly seperti orang gila.

"Din bangun." Ucap Sherly lagi.

Sherly menangis antara panik dan takut. Ia panik karena Ronald dan Rayya bebas dan takut terjadi sesuatu dengan Rizki.

"Gue harus cari pendonor darah!" Ucap Sherly bertekad pada dirinya.

Adina Dan DivanWhere stories live. Discover now