IL-51-Happiness

22.3K 1.1K 157
                                    

IL-51-Happiness

Abby memakan sarapannya sambil mendumel. Sumpah deh, dia kesal dengan Sam, tentang sikap jelangkungnya semalam. Tolong, dia lagi punya pembicaraan penting, empat mata bersama Rio, tapi mengapa cowok ini muncul di saat yang tidak dia harapkan? Jarang loh, membahas topik yang seperti semalam. Tentang bagaimana pola tingkah Rio pas jadi player setan, meneliti seberapa tinggi kadar kecemburuan Rio terhadap Jullian, namun kedatangan Sam seperti menghancurkan segalanya.

Kadang begitulah, ada seseorang yang tidak dibutuhkan kehadirannya, malah nongol begitu saja. Sementara, seseorang yang kita butuhkan setengah mati malah menghilang entah kenapa.

Lain halnya dengan Abby yang lagi sibuk menggerutu, sementara Alden makan sembari senyam-senyum kayak pasien kurang minum obat buat waras. Dia iris-iris roti tawar seraya tersenyum, dengan pandangan asal, namun pikiran serta hati yang hanya tertuju kepada satu orang—Agatha Kusuma. Semalam, Atha cute banget menurutnya. Lucu, imut, dan Alden sudah pasti tak segan untuk mencintainya sampai setengah mati.

"Sadis banget tatapan lo, Ab," ucap Sam menyadari bahwa pagi ini pandangan Abby garang sekali kepadanya.

Tebak apa? Sam menginap lagi di rumah keluarga Pradipta, dan hal yang lebih mengesalkan bagi Abby adalah ketika Ambar yang sekarang tengah memakan sarapannya sambil baca-baca email masuk di ponselnya. Dia tadi malam memilih menyuruh Rio pulang saja, tapi dia mau menampung cowok mengesalkan itu di rumah. Seperti mulai pilih kasih, menurut Abby, namun setelah dipikir-pikir, Ambar hanya tidak mau Rio dan Abby terlalu sering berduaan, terlalu dekatnya berlebihan. Ambar ngeri sendiri seusai membayangkannya.

Lalu Abby pikir, apa yang membuat Sam senang sekali menginap di sini? Masakan? Ya ampun, masakan ibunya kayak enak aja.

"Lo kenapa lagi nginep di sini?" tanya Abby, dan Sam mendongakkan kepala.

"Karena...," kata Sam, dia sendiri perlahan menyadari bahwa orang-orang yang semeja makan dengannya sedang diam-diam menunggu jawabannya. Tapi Bara adalah orang yang berusaha tidak kentara, dia berlaku melirik sedikit, dengan kedua tangan yang sedang membuka koran lebar-lebar.

Sam menghembuskan napas. "Di rumah sepi, Ab. Kayak cuma ada gue, dan kakak gue lagi sibuk banget sama kerjaannya. Apa ya... kesepian."

Perkataan Sam yang jujur itu, meski diakhiri dengan senyum samarnya, mampu membuat Bapak Bara Pradipta menoleh kepadanya dengan tatapan iba. Kesepian adalah kata yang paling dia kenal, dulu, saat sebelum berkenalan dengan sang istri.

Beruntunglah, Abby punya kepekaan kali ini. Well, seharusnya pula, Sam sudah pulang ke Kanada dari kapan tahun, tapi dialah orang yang merengek agar Sam tetap tinggal.

"Sori," kata Abby, dia menunduk, merasa bersalah.

Sam mengibaskan tangannya. "Elah, gue nggak pa-pa kali. Udah deh, muka murung tuh nggak cocok sama lo." Dia tertawa, biarpun dipaksakan.

"Ah iya, maaf Tante sama Om," dan Sam merasa tolol, karena terkadang dia malah mengabaikan orang tua di meja ini, kalo udah ngumpul sama kedua sahabatnya itu. "Saya–"

Bara tersenyum bijaksana, sebelum Sam menuturkan apa pun lagi, dia segera memotong; "Udahlah, Sam. Anggap aja rumah sendiri."

Ambar juga tahu, bagaimana rupa Bara sekarang. Dia yang paling tahu, dia pun menebak dengan benar, bahwa Bara iba pula dengan Sam karena dia seperti melihat ke masa mudanya lagi. Tapi bedanya, kisah Bara terlalu kental dengan pengasingan dirinya sendiri terhadap keluarga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang