IL-47A-Gone

21.8K 1.6K 98
                                    


Ini dikit ih, cuma 755kata, lagi gak bisa nulis banyak, tapi seenggaknya IL harus apdet tiap hari Senin.

Jadi maaf kalo gak bisa panjang², dan selamat membaca😅

Ya, hari Senin adalah jadwal apdetnya IL, tanpa menutup kemungkinan, di hari lainnya IL juga bisa apdet.

😁😁😁😁 Aku mo mencoba konsisten mulai sekarang😉

Semoga kuat😁

Oh iya, aku bikin ini 👇

IL-47A-Gone

Bagus, bagus sekali kelakuan dua siswi ini, mereka dengan kompaknya, memilih meninggalkan pelajaran demi mencari kelegaan. Lagipula, kalaupun mereka masuk ke dal kelas, duduk di sana, percuma, takkan ada penjelasan guru yang mampu mereka serap. Keduanya sama-sama sedang tidak bisa berkonsentrasi, keduanya kini tengah membayar seorang penjaga kebun sekolahan untuk mengeluarkan mereka lewat gerbang belakang. Menakjubkan! Mereka adalah Atha dan Abby.

"Ini kurang, Neng," kata pria berjanggut tipis, yang sedang memegang gunting tanaman dan uang tutup mulut, "Kalo segini, nanti kuncinya cuma mau nempel doang, enggak mau muter." Pria itu tersenyum licik.

Abby mendesis, ia tahu arti ucapan tukang kebun tersebut. Ia rogoh kantong roknya, dan mengeluarkan selembar uang lagi.

"Nih! Cukup kan?" Uang jajan yang sengaja ia kumpulkan untuk membeli buku novel, malah terbuang sia-sia untuk menyuap pria mata duitan ini.

Pria tadi tersenyum puas memandangi uang pemberian Abby. "Hari ini saya jadi bisa makan nasi padang."

Harusnya, biaya kabur itu dibagi dua dengan Atha, namun Atha terdiam. Untung saja ia masih sesekali menghela napas, kalau tidak mungkin dikira patung oleh orang-orang. Gadis itu masih tenggelam dalam syoknya, yang tahu-tahu harus mengetahui rencana rahasia pacarnya.

"Ayo, Tha," kata Abby, yang menyadarkan Atha lewat tarikan tangannya.

~°°~

Di meja mereka masing-masing, Alden dan Rio sama saja, mereka berdua tidak sabaran menunggu bel berbunyi atau guru Biologi mereka menyelesaikan materinya. Alden menatap jarum jam dengan penuh minat, jika dia punya sihir, ia takkan berpikir dua kali untuk mempercepat lajunya. Kalau Rio, dia berbeda; ia terus meminta pulang di dalam hatinya.

"Oke, hari ini sampe sini dulu. Kita ketemu lagi besok, silakan berke-"

Kesamaan mereka berdua yang lain adalah, keduanya sama-sama sudah mengendong tas, keduanya sudah merapikan meja.

Kalimat guru mereka terpotong oleh tingkah mendadak Alden, yang langsung melesat keluar, tanpa menunggu semua orang berkemas atau belnya benar-benar dibunyikan.

"Alden!" seru Pak Milan, guru yang baru pindah ke SMA Nusantara sejak dua bulan lalu, tapi sudah cukup hafal dan geregetan dengan kelakuan kembarannya Abby itu.

Pak Milan hendak mendekat ke pintu, untuk memanggil cowok itu sekali lagi, karena perilakunya amatlah tidak sopan.

"Woy Alden! Tungguin gue kampret!" Hanya saja, tak jadi ia lakukan, karena sekarang giliran Rio yang menyamai perbuatan Alden.

Entahlah, kehadiran seorang guru di kelas mereka, sering kali disepelekan oleh Rio dan Alden. Ya begitulah, yang mereka cintai, adalah yang jadi prioritas.

Sam tidak ikut-ikutan. Bukan, bukan karena dia tidak mau ikut bertingkah buruk, cuma dialah yang sedang berlaku lebih tidak sopan saat ini. Cowok semampai itu dari awal pelajaran, hingga penutupan, dia tertidur dengan wajah damainya. Sam juga termasuk murid yang suka menyepelekan tugas seorang guru di kelasnya.

Tujuan Alden dan Rio itu sama, yaitu kelasnya Abby, di mana Atha juga terdaftar di situ. Keduanya sama-sama ingin meminta maaf, meski bagi Alden, ia sendiri tak yakin jika apa yang telah ia sembunyikan adalah kesalahan, ataukah sebuah kewajaran.

Bel pulang baru berhenti, setelah Alden sampai di depan kelas Abby. Di dalam sana, murid-murid sedang berdoa, dan Alden melihat dari jendela.

"Dia ke mana?" Alden menemukan bangku Atha dalam keadaan kosong.

Pandangan kekhawatirannya menyapu kelasnya lagi, tapi hasilnya sama saja, Atha tetap tidak ditemukan.

Rio akhirnya sampai di dekat Alden, dia ngosngosan. "Buka aja pintunya, ngapain ngintip-ngintip? Ini kelas, bukan kamar mandi elah...."

"Atha enggak ada di sini, Ri," balas Alden, tanpa menoleh.

Rio sudah selesai mengatur napasnya. "Ah, bodo amat sama pacar elo, mending ngurusin pacar sendiri."

Rio tidak punya banyak kesabaran untuk menunggu murid-murid IPS untuk keluar dari kelasnya, lebih baik ia menerobos saja.

Rio jadi berhenti menggerakkan gagang pintu, karena Alden berkata, "Abby juga enggak ada di sana."

"Hah?!" Rio takkan langsung percaya, kalau tidak ia saksikan sendiri dengan kedua matanya.

Pintu kelas itu dibuka, tentu saja para penghuninya jadi memandang kaget ke arah Rio.

Rio mengedarkan pandang, dan perkataan Alden memang benar, Abby pun lenyap dari tempat duduknya.

Guru Ekonomi yang memimpin doa pulang baru saja ingin menegur Rio, tapi tidak bisa ia lakukan karena Rio segera mengambil ponselnya dari saku kemeja seraya keluar dari kelas itu.

Di lorong, saat ia berjalan sambil menelepon Abby, berulangkali ia berucap, "Angkat, By, angkat! Atau aku bakarin novel-novelnya!"

Ia mengumpati ponselnya. "Argh! Angkat dong! Sayang! Argh!"

Rio masih sayang dengan Abby, kalau tidak, ia takkan mungkin nekad keluar dari kelasnya yang belum selesai, atau dengan lancangnya membuat kekhusyukan doa pulang anak-anak kelas IPS jadi rusak.

Benar, jika seseorang masih menyayangimu, dia akan mempedulikanmu, bukannya malah tidak mengacuhkanmu. Dia akan mencekal tanganmu, bukannya malah biasa saja dengan kepergianmu.

~•••~

Jangan lupa vote, dan komen buat nyemangatin authornyaヽ(✿゚▽゚)ノ

Part 47B, aku mo munculin salah satu pamannya Abby sama Al, siapa ya kira²?

ヽ(✿゚▽゚)ノ

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang