IL-7-Taruhan [Abigail]

54.1K 3.5K 32
                                    


Edited

IL-7-Taruhan [Abigail]

Untuk pertama kalinya aku bisa bangun karena bunyi berisik jam weker, atau sebenarnya aku susah untuk terlelap semalam. Alhasil saat aku berkaca, aku hampir pingsan melihat mataku menjadi seperti mata panda yang begitu ... begitu.

"Abby jelek banget hari ini," ucapku di depan cermin.

Dari pantulan kaca aku baru sadar jika sejak pulang dari apartemen, aku belum mandi ataupun makan. Ah, masalah si Rio sialan itu membuat kepalaku kembali berdenyut pening. Dengan langkah malas aku masuk ke dalam kamar mandi lalu menyalakan shower. Di bawah guyuran air dingin masih berpakaian utuh aku sedang berpikir, beli racun tikus atau pakai kapak untuk membunuh Rio?

Alden ... mau cerita sama dia tapi malunya bisa bikin aku mati di tempat.

"Al, lo jangan syok ya? Gue itu suka baca buku erotis, semacam Fifty Shades of Grey. Ehm ... kalo lo suka, lo boleh minjem buku-buku gue kok." Aku sedang bicara dengan dinding keramik.

Ya kali aku berani ngomong apa adanya sama Alden, malu bego!

Gantung diri saja kau Abby!

Aku harus merebut ponsel sialan milik Rio dan memusnahkan rekaman pengakuanku. Rio memang cowok pintar dan ..., licik. Tapi caranya gimana? Otakku sedang buntu saat ini, mungkin karena terlalu lama tak aku gunakan untuk tujuan positif seperti belajar.

Setelah selesai mandi yang lamanya setengah jam, aku keluar kamar dengan riasan sederhana. Hatiku masih waswas memikirkan masalah novel erotis yang kusembunyikan di apartemen Papah. Perasaan cemasku semakin menjadi-jadi saat melihat Rio ada di meja makan.

Muka sih boleh baby face tapi kelakuannya babi--face, itulah Rio. Cowok yang sebulan bisa gonta-ganti cewek lebih dari sepuluh kali. Rio memunculkan seringaian setannya saat kedua mata kami bertemu.

"Pagi, Abby," sapanya sok manis dan lembut.

Cowok amit-amit itu sepertinya menginap di sini. Dia memakai kaus hitam bergambar monyet yang ku kenali milik Alden di balik kemeja putihnya. Kaus itu hadiah dariku untuk ulang tahun kami bulan lalu, sementara Alden memberikanku mentahnya saja alias beberapa lembar uang yang artinya aku membeli hadiah ulang tahunku sendiri. Alden bukan tipe orang yang suka memberi hadiah, dia paling ogah repot.

Aku tidak menjawab sapaan Rio, aku langsung duduk di samping Alden yang sedang memakai dasinya.

"Abby, ada orang nyapa itu harus dijawab." Suara diktaktor Pak Bara membuatku jengah.

Papah, anakmu ini lagi sebal sama makhluk yang menyapaku itu.

"Selamat pagi juga, Rio." Mau tidak mau aku membalas sapaan Rio karena takut dengan sorot mata Papah yang kejam.

Hiks!

"Kak Rio, Kak Rio!" Lita duduk di sebelah Rio dan merengek manja padanya, "Anterin Lita ke sekolah ya?"

Tch, kecil-kecil udah ganjen. Lita, kamu salah keganjenan sama orang macam dia!

"Oke, Bos!" Rio mencubit pipi Lita, jadinya bocah itu bertepuk tangan senang.

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang