IL-50B-Wherever You Are

10.8K 962 29
                                    

IL-50B-Wherever You Are

Duduk di sofa yang sama, tapi duduk agak berjauhan meski saling menggenggam tangan, itulah yang Rio dan Abby lakukan. Jika dibandingkan saat Abby kabur, atau Rio yang terlalu cemburu soal Juleha-juleha itu, maka sekarang semuanya sudah lebih reda. Tidak ada saling tuduh-menuduh, bahwa salah satu dari mereka adalah pengkhianat atau terlalu berpikiran dangkal.

"Berapa?" tanya Abby, sambil tangan kirinya yang bebas, membuat pola melingkar di permukaan sofa.

"Apanya yang berapa?" jawab Rio, yang memang tidak mengerti kenapa tahu-tahu Abby membahas soal jumlah....

Jumlah apa? Hutang? Ya kali, Rio sampai punya hutang uang kepada pacarnya, dia adalah sosok yang gentle, kalau mereka lagi jalan, pasti Rio akan dengan senang hati membayarkan segalanya.

Terus jumlah apa? Cinta? Mana bisa terhitung ungkapannya. Bahkan sifat cemburunya pun, telah mencerminkan perasaan cinta yang mendalam terhadap kekasihnya. Cinta masa kecil, yang bermetamorfosa menjadi cinta orang dewasa.

"Mantan," jawab Abby, yang sudah kepo soal ini, dari kapan tahun, tapi baru menemukan momen yang tepat untuk mempertanyakannya.

"Kan kamu bilang sendiri, kamu itu cowok yang udah sering memainkan banyak perasaan. Jadi... kamu udah mampir di berapa hati?" lanjut Abby, yang dia sendiri tak yakin kalau Rio mampu mengingatnya.

Toh, dia pun tahu, seberapa cepat dulu; Rio bergonta-ganti pacar. Namun, apa salahnya bertanya?

"Kurang-lebih ada dua puluh?" Rio menjawabnya, dengan tidak pasti, itu juga sudah sambil hitung jari. "Ya... sekitar segitulah."

Sialan, banyak. Aku aja belum punya!

"Yang di sekolah?" timpal Abby lagi, masih ingin mengoreknya.

Kapan lagi, berbicara dari hati ke hati seperti ini. Mengetahui, seberapa jelek belangnya Rio lebih saksama dari sebelumnya.

Rio menatap lekat Abby, dia terdiam. Kalau ditanya, ada berapa hati cewek yang ada di sekolah mereka, yang Rio patahkan saat mereka mengungkapkan cintanya, maka jawabannya sudah ada lebih dari dua puluh. Tapi untuk mantan? Bagaimana dia bisa mengumbar kemesraannya bersama orang lain di depan Abby? Yang ada, dia sakit sendiri, padahal bermaksud ingin coba menyakiti.

"Nggak ada," jawab Rio jujur, "Aku nggak sampai hati, biar pun pengin sih buat kamu cemburu. Tapi ya... itu, jatuhnya aku malah jadi malu sendiri."

Abby ingat; pantas saja, wajah cewek-cewek yang Rio kenalkan dan pamerkan kepadanya, tak pernah dia bisa temukan di sekolahnya sendiri. Jadi dulu, Rio lebih memilih membuat aibnya dan melebarkan sayap imej ke-playboy-annya di sekolah lain.

"Bagus deh," ujar Abby, "Jadi aku nggak perlu melakukan adegan jambak-menjambak ke depannya. Tapi bener, gak ada yang pernah deket gitu sama kamu?"

Rio tampak berpikir sejenak, sebelum menjentikkan jarinya. "Ada. Itu temen kamu, yang Kika sama siapa itu lupa namanya."

"Eh itu mah udah bukan temen," sahut Abby saat mengingat bagaimana buruknya sifat mantan teman sepermainannya, "Mana ada temen yang mau melukai pacar dari saudara temennya sendiri? Aku mending kehilangan mereka, daripada ngelihat Atha nangis waktu itu."

"Oh iya, ngomong-ngomong soal Atha... dia masih marahan sama Alden juga?" tanya Rio, yang tiba-tiba penasaran juga, kenapa sampai sekarang, Alden pun belum memunculkan batang hidungnya di rumah.

"Gak tau," Abby menggidikkan bahu, "Semoga sih udah nggak. Mungkin sekarang, Alden lagi nyari atau di rumahnya. Tadi aku sama Atha kan abis dari rumah Paman Bian, dan kita pisah taksi."

"Jadi dari tadi tuh kalian ngemper di rumah om kamu?" Rio berdecak, "Astaga! Aku kira ke mana! Nggak taunya, perginya nggak jauh-jauh amat. Tau gitu, aku datangi semua rumah Om kamu."

"Yee...," Abby cubit lengan Rio dengan gemas, "Itu juga nggak disengaja. Tau-tau Paman Bian nelpon, ya udah, hayok aja ke rumahnya, buat main sekalian dapetin oleh-oleh."

"Tetep aja, kamu bikin aku gila hari ini," ucap Rio, "Kamu di sana enak-enakan makan, sementara aku di sini khawatir tingkat dewa."

"Lebay. Aku udah gede, Rio. Aku tahu gimana caranya buat kembali, buat pulang, dan buat tahu kalo ada seseorang yang menunggu di rumah," sahut Abby, mengeratkan kembali genggaman tangan mereka yang sempat longgar, "Jadi udah gak cemburu lagi sama Jullian?"

Abby malah mengingatkan Rio, alhasil cowok itu cemberut lagi. "Bisa nggak mulai sekarang kamu jauhi Jullian?"

Abby langsung menatap Rio tidak suka, kenapa orang ini bisa mempunyai sikap posesif yang dia rasa cukup menyebalkan. Maksudnya, Abby dan Jullian jelas cuma berteman, Abby juga tidak punya inisiatif untuk mempunyai hubungan lebih dari itu dengannya.

"Rio... kita itu satu sekolah, satu area bernapas lagi semenjak dia pindah jurusan, satu organisasi. Gimana aku bisa jauhi dia kalo benang merahnya sebanyak itu?"

"Bukan menjauh kayak kamu kudu ada jarak sekian meter darinya, By," timpal Rio, ingin memperinci penuturannya kembali. "Maksud aku tuh soal menjauhi dia adalah... kalo dia bikin lelucon kamu jangan ketawa, kalo dia nawarin permen, kamu tolak aja. Pokoknya, pertegas hubungan kalian, By. Menurut aku, Jullian kayak... entahlah, semacam mau jadi perusak hubungan kita?"

Sebenarnya, Abby malas jika ada orang yang suka berpikiran negatif tentang orang lain, dan sialnya Rio ternyata punya sifat semacam itu.

"Kenapa kamu bisa ngomong sampai seyakin itu?" tanya Abby, berhadap Rio mampu memberikannya alasan yang konkrit.

Rio lama tidak menjawab, karena dia pun takut, jika yang ada Abby malah menjadi risih atas prasangka buruknya terhadap Rio. "Apa ya... mungkin, karena... di mana pun kalian berada, dia punya tatapan yang sama kayak aku buat kamy kalo kita lagi berduaan begini."

"Tatapan? Tatapan apa?"

"Tatapan seorang cowok ke cewek yang dia suka,"  sambar seseorang, yang muncul begitu saja, "Gitu aja lo nggak tau, By. Pantes, ngejomblonya lama banget."

Gara-gara ucapan bernada ledekan itu, Sam dihadiahi lemparan bantal dari Abby. "Lo ngapain di sini kampret!"

Sam menamengi dirinya. "Numpang makan. Puas lo?"

"Dasar lo, jomblo nggak modal!" seru Abby, melempari Sam menggunakan bantal yang lain lagi.

~•••~

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang