IL-43-Faith [ Abigail]

23.1K 1.5K 15
                                    

IL-43-Faith [Abigail]

Aku keluar dari kamar sembari menguap lebar, dan ternyata bersamaan dengan Sam yang keluar dari kamar Alden.

"Beh. Rumah gue lama-lama kayak pengungsian banjir kali Ciliwung zamannya Mamah," kataku.

"Udah pinter sarkas ya, Ab. Pinter banget lo. Mana Abby yang bilang : 'Plis Sam, jangan pergi'. Waktu dulu itu?" Dia bisa menimpali ucapanku, juga menirukan gayaku berbicara.

Aku menggaruk kepalaku yang sekarang rajin kukeramasi. "Dulu ya dulu, Nyuk." Aku menyengir. "Eh, btw, ayang gue udah bangun belum ya...?"

Rasa antusismeku menyeruak mengingat pacar kutu kupretku yang imut menginap tadi malam. Tch, susah sekali menghilangkan embel-embel kutu kupret untuk Rio.

Kalau di mulut menyuruh Rio pergi tapi di dalam hati, aku selalu ingin berada dekat dengannya. Sebagai cewek memang harus jual mahal, kan?

"Bentar, Ab. Gue mau ngomong." Sam tiba-tiba memegang pergelangan tanganku yang membuatku tidak jadi melangkah ke kamar yang paling ujung.

"Apaan?" tanyaku malas. Malas berada di posisi begini, aku takut nanti Rio bisa salah paham. Susah ya jadi orang cantik; kukibaskan rambutku ke belakang.

"Sodara kembar lo lagi galau noh. Mikirin beasiswa ke luar negeri," tutur Sam.

Kutarik tanganku dari cekalannya. "Itu salah lo sendiri. Lo yang ngapain ngasih info gituan ke Alden tanpa konfirm ke gue dulu, bego." Kuangkat daguku; sewot pada Sam yang tidak mendiskusikannya terlebih dahulu denganku.

Sam mendesis. "Kan gue cuma berbagi informasi. Gue juga gak maksa kali."

Aku mengingat betul seberapa besar ambisi Alden yang saat SMP, dulu pernah bercerita ingin masuk Havard, Oxford, kalau nilainya memungkinkan masuk ke sana meskipun aku sedikit tidak percaya bahwa otaknya mampu mencapai cita-citanya.

"Alden emang dari dulu punya ambisi sekolah di luar negeri. Mencari kebebasan, membangun masa depan dan mensejahterakan anak cucunya kelak." Oke, kata-kataku memang terdengar berlebihan, tapi memang itulah yang Alden katakan saat masih kecil sambil main di kali mencari yuyu bersama aku dan Rio.

"Dia lebih dewasa pemikirannya daripada gue, Sam." Aku meringis miris mengingat bahwa kalau dia pergi maka dia akan meninggalkan seseorang yang berharga baginya.

"Sam! Lo besok-besok jangan nginep lagi! Parfum gue abis setan!"

Aku dan Sam segera mengenyahkan raut wajah kesedihan usai mendengar protesan Alden yang baru keluar dari kamar.

Biarpun Ujian Nasional baru berlangsung pertengahan April tahun depan, tapi yang namanya waktu pasti cepat sekali berjalan.

"Pelit lo. Gue pake dikit doang aja. Gue males tidur di rumah. Elsa suka bawa cowok ke rumah kalo malem dan banyak suara desahan-desahan gitu, Al." Sam menyengir bodoh dengan satu tangan memegang tengkuknya, "Gue gak tahan buat gak ngintip."

Aku menabok pundak Sam sambil menggelakkan tawa. "Lo mah parah! Otak lo ternyata lebih korslet daripada gue."

"Otak lo korslet? Maksudnya lo suka kayak "gituan" juga, Ab?" Aku mendelik mendengar Sam yang membuat tanda petik menggunakan jemarinya. Kulihat Alden menatapku aneh, begitu juga dengan Sam.

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang