IL-21-Freezone [Alden]

39.5K 3K 103
                                    

IL-21-Freezone [ Alden]

Atha mencium punggung tangan mamahku dan bersikap sopan. Kalau Rio jangan ditanya, dia sudah meloyor ke dapur. Dengan sesuka hatinya dia mengambil makanan dari kulkas atau mungkin sekarang dia sudah mengisi piringnya penuh makanan. Dia disuruh menganggap rumahku seperti rumahnya oleh papah dan mamahku. Saking menganggapnya, dia jadi sangat sering menginap di sini. Memang ada untungnya Rio suka menginap, aku seperti punya saudara lelaki. Tapi Abbylah yang jadi korban usilannya, dia dan Rio sering saling melempar sumpah serapah yang lebih kasar dari biasanya jika tidak ada orang tuaku dan Lita di rumah. Rio suka sekali memancing kemarahan Abby.

"Temen sekelasnya siapa?" Mamah tersenyum ramah pada Atha.

Atha sudah mengenalkan namanya.

"Temen sekelasnya Abby, Tante," jawab Atha yang agak menunduk dan menggaruk tengkuknya.

Lita memandang tidak suka kepada Atha. Dia menarik tangan Mamah. "Mah, kuota Lita habis. Beliin dong." Mulailah mata sok malaikatnya dan senyuman sok imutnya muncul.

Mamah menggeleng. Mamah tidak termakan keimutan buat-buatan Lita. "Ga ada kuota-kuotaan! Kamu udah kebanyakan main game online. Itu ga baik buat anak seumuran kamu."

Hasilnya Lita cemberut dan mengerucutkan bibirnya.
"Mamah pelit!" Dia kembali lari ke kamarnya. Lita punya hobi begadang main games dan berselancar di dunia maya.

Mamah menepuk keningnya, dia menghela napas panjang.

Aku berdiri di samping Abby, menggeleng melihat kelakuan adikku itu. Aku balik melihat Mamah yang ternyata sudah memandangi Atha lagi. Semoga Mamah menyukai Atha.

Wah, apa yang barusan kupikirkan?!

"Itu adik gue, namanya Lita. Umurnya mau sepuluh tahun. Dia emang agak aneh dan kadang judes kayak gue," jelas Abby pada Atha yang menjawab dengan ber-oh ria.

"Aku sama Atha mau belajar kelompok, Mah. Banyak banget soal-soalnya." Abby menarik tangan Atha.

"Tha, sebelum belajar, isi perut dulu yuk."

Atha menuruti langkah Abby menuju ruang makan, aku juga mengekori mereka. Aku sempat melihat Mamah tersenyum aneh sebelum kembali ke ruangan favoritnya, halaman belakang rumah. Mamah suka membuat novel sambil duduk di halaman belakang, terkadang Papah menemaninya jika beliau ada waktu luang. Terkadang lagi, Papah suka merecoki pekerjaan Mamah dan akhirnya mereka bertengkar seperti anak kecil lalu berbaikan.

"Oh iya, makan yang banyak Atha." Mamah tiba-tiba bicara lagi.

"Iya, Tante." Atha menyunggingkan senyum ramahnya.

Aku ketularan senyuman Atha, kusembunyikan lengkungan bibirku di balik tangan.

Meja makan sudah terisi satu orang yang piringnya penuh sesuai perkiraanku.
"Oh, mau pada makan siang ya? Ayo duduk-duduk, ga usah malu-malu," ucap Rio setelah menenggak setengah gelas air putih.

Aku menarik kursi, "Perasaan gue yang tuan rumahnya."

"Ya 'kan sama aja, Al. Gue juga udah sering ke sini."

"Maksud lo? Ini rumah lo?"

Rio menyuap nasi ke mulutnya dan mengangguk. "Ortu lo yang nyuruh gue begitu. Gue sebagai anak baik harus nurutlah."

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang