BAB 1 - Hana and Begin Again

Start from the beginning
                                    

* * * *

"Hana... Hana... Hana!"

Hani mencoba membangunkan Hana dari lamunanannya. Hana akhirnya menoleh padanya dan tersenyum lebar. Sejak mereka berdua lulus SMA, mereka berdua memutuskan untuk tinggal bersama sekeluarga lagi dan pergi ke universitas yang sama.

"Apa kamu ngelamunin tentang kecelakaan itu lagi?" Hani menyipitkan matanya pada Hana dan melipat tangannya. Hani tahu segala yang telah terjadi pada Hana dan dia mencoba untuk membantu Hana melupakan masa lalunya, karena ia selalu berakhir ketakutan dan menyakiti dirinya sendiri.

Hana menggeleng, masih dengan senyumnya dan ia kembali melanjutkan mengetik di laptopnya.

Hani menutup paksa laptop Hana, ia menatapnya dalam. "Apa kamu gak tidur hari–hari ini? Kenapa sama kantong hitam matamu ini? Jangan bilang kamu mimipiin itu... lagi kan?" ucap Hani yang makin mengecilkan volume suaranya diakhir kata.

Hana tersenyum tipis. "Jangan khawatir, aku akan minum obat tidur nanti malam."

"Hana... kamu gak bisa terus bergantung sama oba-" Hana memotong kalimat Hani. "It's Fine, Hani. Ini udah berlangsung selama dua tahun dan lihat aku gak pa-pa kan?"

"Itu dia! Hana, kamu itu udah bergantungan dengan obat! Itu beresiko besar, sekarang aku tanya... kapan terakhir kali kamu tidur dengan normal?"

Hana bangkit berdiri. "Udah aku bilang aku gak pa-pa Hani! Aku bisa jaga diriku sendiri, lagipula mimpi itu gak akan pernah hilang, tapi mungkin ini hukuman untukku... semuanya salahku!" bentak Hana, napasnya menggebu–gebu.

Wajah Hana berubah menjadi halus saat melihat ekspresi Hani yang terkesiap atas bentakannya barusan.

Hana kembali duduk dan mengelus punggung tangan Hani. "Maaf aku ngebentak kamu... aku cuma lagi stress sama deadline aku ini... sorry ya?"

Hani menghela napasnya. "Jangan bebanin diri kamu terus, Hana."

Hana mengangguk pelan lalu bangkit berdiri. "Aku berangkat kerja ya kalau gitu." Hana segera memakai jaketnya dan mengambil tasnya yang ia sengaja letakkan meja makan.

Sebelum Hana pergi, Hani menarik tangannya. Hana menaikkan kedua alisnya menunggu Hani bicara namun Hani menutup kembali mulutnya dengan menggeleng.

"Hati–hati ya."

* * * *

"Jadi, apa kau sudah memutuskan keputusanmu?" tanya bos Hana di kantornya. Perusahaan tempat Hana kerja merupakan perusahaan majalah terbesar di negara ini. Hana merasa beruntung bisa masuk ke sini, sebab ceritanya sering menang lomba dan kebetulan beberapa bukunya yang diterbitkan bestseller.

"Umm... saya masih memikirkannya," jawab Hana sembari tertawa canggung.

"Saya tahu tempat tersebut sangat jauh dan kau tak ingin meninggalkan keluargamu disini, tapi ini merupakan kesempatan langka dan memiliki kesempatan besar untuk memperluas bakatmu, Hana."

Hana mengangguk setuju, tapi mau bagaimana lagi... ia tak ingin berpisah dengan keluarganya, tak mau lagi. Apalagi ia harus tinggal di negeri asing yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.

Ia mendapatkan tawaran menjadi salah satu internship di perusahaan majalah dan publishing terbesar di Amerika dan berkemungkinan besar akan dilakukan seleksi untuk bisa bekerja tetap disana. Memang sudah merupakan mimpi Hana tersendiri untuk bisa bekerja disana agar karyanya bisa dibaca oleh seluruh dunia. Tapi, ada yang lebih penting dari dirinya sendiri, apa ia harus mementingkan egonya untuk meninggalkan yang ia punya satu–satunya disini?

[2] Dear Mr CEO | ✔Where stories live. Discover now