"Sorry sir, bisa diperjelas?" pinta Emma.

"Dasar otak udang!" sebuah kertas brosur tipis melayang kearah kepala Emma. Ia tidak sempat menghindari lemparan itu. Walaupun tidak sakit tapi sukses membuat Emma bete.

"Karena rasa cinta nya Andres untukmu begitu besar, dia rela mempertaruhkan apapun untuk mendapatkanmu walau harus merebutmu dari Marc. Suatu hari, dia mengetahui jika umbrella girl Marc yang baru adalah sahabat karib nya Esmeralda. Pria perusak hubungan itu menemui Esmeralda dan dia mencuci otak Irina agar merusak hubunganmu dengan Marc. Terlebih lagi, Irina adalah wanita yang mempunyai dendam besar denganmu" jelas Pak Alfred pelan-pelan.

"Lalu, apa hubungannya dengan pemecatanku di manajemen?" tanya Emma tak sabaran.

"Irina adalah gadis yang multitalenta. Dia bisa berakting, menjadi model, menjadi penyanyi. Apapun itu. Dia mendaftar di manajemen yang sama dan di waktu yang sama denganmu. Bukan bermaksud menyinggungmu tetapi she's fail and out because of you. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk membalaskan dendamnya padamu. Dengan bantuan Andres yang menghasut Mr. Davis-mu itu, dia berhasil membuatmu dipecat. Gila saja aktris secantik dirimu dipecat tanpa adanya alasan yang jelas" ucapnya menekankan nama Mr. Davis. Pak Alfred memang seperti mempunyai dendam tersendiri dengan pria itu.

Hanya diam yang Emma bisa. Antara percaya dan tidak percaya terhadap apa yang dibicarakan pria paruh baya ini.
Andres, pria yang ia ketahui selalu berbuat baik terhadap nya ternyata adalah seorang pemain drama hebat. Wajah yang selalu pria itu tunjukkan hanyalah sebuah topeng penyamaran. Tunggu, lalu kenapa Pak Alfred bisa mengetahui semua hal ini?

"Kenapa anda bisa mengetahui ini semua? Apa manfaatnya untuk anda?" balas Emma dengan suara mulai serak.

"Ayolah Emma. Dari awal aku memang sudah tertarik padamu. Kau gadis yang sangat hebat. Masih ingat dengan pria tua yang kau beri tempat duduk sewaktu di cafe Bandara Changi Singapore 3 tahun yang lalu?" Pak Alfred berdiri dari duduknya dan mendekati Emma.

Emma kembali mengingat-ingat nya. Haaa 3 tahun yang lalu itu lumayan susah untuk diingat-ingat setiap kejadiannya. Pria tua yang ia beri tempat duduk 3 tahun yang lalu?
Otak Emma berpikir keras mencari memori nya yang dulu.

Sebelum Emma memulai mengetik laporan perjalanan nya, ia mempersiapkan diri untuk tetap terjaga selama mengetik. Karena ia tahu kebiasaannya adalah senang tidur dimana-mana walaupun di keramaian sekalipun.
Emma berfikir, apa yang membuatnya tetap terjaga? How about a cup of Coffee?

Emma segera beranjak dari duduknya dan memulai perjalanan untuk berburu kopi disini. Ah itu dia! Starbuck.
Tanpa babibu Emma memasuki cafe itu dan memesan. Emma mengedarkan pandangannya mencari tempat duduk yang kosong. Jam berapa ini? Masih saja ramai.

Ah ada satu! Emma harus bergegas sebelum orang lain mendudukinya.
Saat Emma ingin mendaratkan pantatnya ke kursi yang ada, seorang kakek ikut duduk dikursi itu. Kakek tua yang dilihat dari wajah dan perawakan tubuhnya tentu saja bukan berasal dari Singapura.

"Oh I'm sorry. Maaf aku telah menduduki kursimu" ucap kakek itu dengan aksen bahasa inggrisnya yang terdengar sedikit berbeda.

"Oh no please. Anda saja yang mendudukinya. Tidak apa" balas Emma.

Ia rela kursi yang ada dan satu-satunya itu ditempati orang yang tak ia kenal setelah Emma melihat kondisi kakek tua itu seperti kurang sehat.

"Please, this chair is belongs to you" ucap Emma tersenyum manis sebisa mungkin.

"Thank you. You're so kind, young lady" kakek tua itu duduk dan sesekali mengaduh sakit.

Jleb! Apakah pria itu yang Pak Alfred maksudkan? Emma sontak menoleh dan menatapnya dengan membelalakkan mata. Hanya anggukan kecil yang Pak Alfred lontarkan seolah-olah ia mengerti siapa yang ada di dalam pikiran Emma.

"Dia meninggal setelah sampai disini" ucap Pak Alfred menundukkan wajahnya. Langsung saja Emma terkejut dan menutup mulut nya.

"Ayahku mempunyai penyakit jantung dan diabetes. Setelah dia sampai disini, dia bercerita dengan ku bahwa dia bertemu dengan seorang gadis asia yang ia tau bernama Emma Watson dari name tag kemejamu dulu. Katanya, kau adalah gadis yang sangat baik dan ramah. Lalu kau memberinya duduk. Andai saja jika kau tidak memberi nya tempat duduk, mungkin aku tidak pernah bisa melihatnya untuk terakhir kali. Ia memang tidak boleh kelelahan. Setiap beberapa menit ia harus duduk walau harus di pinggir jalan. Selama disini pun aku tidak pernah mengijinkannya keluar.
Dan ucapan terima kasih ku, aku melakukan ini semua. Demi kebaikan mu juga" lanjut Pak Alfred.

"I'm so sorry. Aku turut berduka cita" mata Emma berkaca-kaca karena rasa di hati nya sungguh lah campur aduk antara rasa marah, kecewa, sedih dan tak percaya.

"Hey, aku menawari mu pekerjaan. Ada sebuah brand yang menginginkan dirimu untuk menjadi model fotografer mereka" tawar Pak Alfred mengalihkan topik.

"Benarkah?" kini rasa bahagia ikut nimbrung di dalam hati Emma.

"Ya. Datanglah ke alamat ini" ucap Pak Alfred memberikan sebuah amplop berwarna coklat terang.

Hanya sebuah alamat saja kenapa harus dibungkus dengan amplop sebesar dan setebal ini? Emma merasa curiga. Ia pun membuka nya tanpa persetujuan Pak Alfred.
Ia menemukan sebuah foto dan voice recorder di dalamnya. Foto yang menunjukkan Andres bersama seorang wanita dan beberapa diantara nya ada foto Irina. Jadi, ini bukti nya?

"Aku tau kau akan mencak-mencak seperti sapi beranak pada Andres nanti. Itu bukti nya" jelas Pak Alfred dengan tatapan sayu nya. Mungkin karena efek teringat ayahnya tadi.

"Tapi Pak, saya tidak lagi mempunyai manajer dan segala tetek-bengek nya" ucap Emma khawatir.

"Kau-harus-bekerja-sendiri-atas-kehendakmu" ucap Pak Alfred memenggal kalimatnya.

"Masalah manajer, aku yang akan menentukannya" lanjutnya.

Emma mengangguk dan ijin untuk pamit. Rasa marah nya sudah memuncak di ubun-ubun. Tujuannya setelah ini, menemui Andres dan memberi pria itu pelajaran habis-habisan.
Namun saat ia hampir melangkah melewati ambang pintu. Langkahnya terhenti karena Pak Alfred kembali memanggil nya.

"Emma.." yang dipanggil pun menoleh.

"Jangan salahkan Marc. Jangan salahkan perasaanmu padanya" sontak pernyataan itu membuat senyum Emma mengembang.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें