Brokenhearted

4.9K 367 2
                                    

Emma berjalan menyusuri trotoar dengan langkah gontai. Entah kenapa Emma merasa seperti alam sudah memprediksikan suasana hatinya lalu menginterpretasikan nya dengan cara gemericik hujan menerpa dingin tubuh Emma yang hanya terbalut mantel.

Emma seperti mati rasa saja. Atau hanya perasaannya saja jika hujan di Spanyol lebih tajam rasanya saat menusuk ke kulit daripada hujan yang ada di Indonesia. Tak ada hasrat untuk berteduh bagi Emma.
Karena biarlah tubuh fisik Emma ikut merasakan betapa perihnya rasa yang ada di hati dan perasaannya. Adil bukan?

Kini, untuk yang kesekian kalinya. Tak ada balasan dari perasaan Emma. Di dalam hujan itu, Emma beberapa kali menertawakan dirinya sendiri. Betapa bodohnya ia menempatkan hati dan perasaannya pada seseorang yang baru ia temui 12 hari saja.
Emma tak merasakan air matanya mengalir dari pelupuk mata. Karena ia rasa, alam mengirim air hujan untuk membasuh air hangat itu.

Tak terasa Emma sudah sampai tepat di depan pintu rumah keluarga Andres. Emma menolak untuk memencet bel rumah. Saat Emma ingin mengetuk. Pintu itu terbuka dengan sendirinya dan muncullah pria dengan guratan wajah yang sempurna.

"Emma? Kau hujan-hujanan?" tanya Andres terkejut.
Saat ingin menjawab, pandangan mata Emma kabur. Ia merasakan dingin di sekujur tubuhnya. Lalu semakin gelap dan gelap saja.

Samar-samar Emma mendengar suara orang berbicara di sekitarnya. Emma merasakan tubuhnya semakin hangat. Kini kedua matanya terbuka perlahan.
Semuanya tampak jelas, ada Andres dan Lucy disana sedang membicarakan sesuatu yang tak Emma mengerti. Emma sadar kini dirinya sedang berbaring di sofa dekat dengan perapian diselimuti selimut tebal yang entah ada berapa lapis. Suara hening malam terdengar merintik.

Memori Emma kembali, sesaat setelah ia bertemu Marc. Bahkan rasanya kejadian tadi sudah terpatri di otak Emma.
Tak ada tenaga untuknya bangkit. Seolah semua kejadian tadi menyita seluruh tenaga dan perasaan Emma.
Ingin rasanya Emma menumpahkan semua rasa kekesalan dan kecewanya dengan tangis. Namun berkali-kali Emma merasa sedih, tak ada satupun air mata yang keluar.

Emma perlahan bangkit dari tidurannya dan duduk di sofa. Andres dan Lucy terkejut bahwa fakta nya Emma sudah bangun setelah pingsan lebih dari setengah jam lamanya.

"Emma, kau tidak apa-apa?" tanya Lucy yang mendekati Emma.

"I'm fine, Lucy. Thanks" ucap Emma memaksakan senyum.
Lucy merasakan fake smile itu.

"Apa yang terjadi?" tambah Emma.

"Itu yang seharusnya kami tanyakan. Apa yang terjadi sehingga mengakibatkan kau hujan-hujanan sampai pingsan seperti tadi?" balas Andres.
Lucy dan Andres memandang Emma penuh tanda tanya. Menanti jawaban darinya.

Namun enggan rasanya Emma menceritakan masalahnya. Emma merasa itu privasi. Dan sadar, Emma telah merusak privasi seseorang kini. And that is a bad things!

"Tidak apa Emm. Kami mengerti" ucap Lucy penuh perhatian.

"I'm done now. I'm really really done" bisik Emma tertunduk namun dapat didengar oleh Lucy dan Andres.

Andres menundukkan kepalanya. Jika masalahnya seperti ini, ia bisa apa?
Lucy ingin sekali membantu, tapi ada sesuatu dihatinya yang membantah.
Semuanya hening.

"Mulai lah semuanya dari awal" celetuk Lucy tersenyum manis dan mengelus lembut punggung Emma.

"Thank you so much. Tapi ada satu hal yang harus aku selesaikan sebelum aku kembali" ucap Emma menatap Andres penuh arti.

Emma tiba didepan pintu apartemen ini. Kemarin, rasanya tidak percaya jika Emma pernah kemari sebelumnya. Kali ini, Emma datang kembali namun datang dengan perasaan berbeda.

Emma kembali memperhatikan kotak semacam kotak kado yang berwarna biru dan merah itu. Warna yang disenangi Marc. Tentunya ia tahu dari si einstein kecil, Alona.
Emma meletakkan kado itu dibawah pintu apartemen.
Emma bermaksud untuk memberikan beberapa kenangan yang ia dapat selama bersama Marc dalam 12 hari.

Setelah ia siap. Emma memencet tombol bel apartemen Marc beberapa kali lalu secepat mungkin beranjak pergi dari tempat itu. Karena Emma tidak ingin Marc kembali naik pitam saat melihat wajahnya. Wajah yang secara tidak sengaja adalah wajah seorang pembongkar aib.

*************
Untuk beberapa saat Marc menoleh kearah pintu apartemennya. Pintu itu kembali tertutup rapat setelah sebelumnya ada seseorang yang membawa cinta untuknya. Lalu hilang begitu saja.
Marc berjalan perlahan menuju pintu untuk memastikan apakah Emma masih ada disana, namun langkahnya terhenti tatkala ia melihat sebuah kotak kue yang tergeletak di atas meja bar.

Marc mendekatinya dan membuka kotak itu perlahan namun pasti. Apa yang dilihat Marc membuatnya terkejut.
Bukankah ini kue yang dibuat Emma tadi? batin Marc berpikir.
Seulas senyum tipis muncul dari wajahnya tatkala membaca tulisan yang tercetak tepat di atas permukaan kue itu.

Hola Marc, i just want to say sorry. It's not me who made those headlines. I hope you can believing me after all this 12 days. Thank you for made my days. Te amo Marc Marquez ❤

Senyum Marc semakin mengembang saat melihat satu bentuk love diantara tulisan-tulisan itu. Gadis itu benar-benar bersungguh-sungguh akan ucapannya.
Ada rasa di hati Marc yang bereuforia. Setidaknya Emma memiliki rasa yang sama terhadapnya.

Dering telfon Marc terdengar. Marc mengambil nya dari saku celana kiri dan menilik siapa yang menelfonnya.

"Ada apa Alex?" tanya Marc ingin to the point.

"Pulanglah ke Cervera sekarang. Ayah dan Ibu merindukan kita" balas Alex dari seberang.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Where stories live. Discover now