If I Ain't Got You

5.5K 405 5
                                    

"Kau tampak cantik sekali hari ini Emm" puji Andres menatap Emma yang sedang menatap diri di depan kaca.

Emma menoleh dan tersenyum malu.
Baru kali ini ia dipuji cantik selain ayah dan ibunya sendiri.
Emma mengenakan pakaian kemeja wanita berwarna putih dengan celana jeans dan dibalut dengan jaket kulit berwarna coklat muda. Sangat pas dengan warna kulit dan rambut Emma yang sedikit pirang.

"Kalau boleh tahu, apa yang ada didalam kotak kado itu?" Andres duduk di salah satu kursi memposisikan diri jika Emma ingin bercerita.

"Kado? Oh itu. Tidak ada apa-apa. Hanya sekedar kotak yang berisi kenang-kenangan kecil. Anggap saja sebagai hadiah terimakasih karena pernah saling mengenal. Oh iya, anggap saja itu sebagai satu kado dari seorang fans kepada idola nya" Emma kembali mengenakan lipsticknya.

"Entah aku harus mengatakan bagaimana. But I'm proud of you, Emm. Perjuanganmu begitu keras"
Emma menghentikan aktivitasnya saat mendengar penuturan Andres. Perjuangan Emma?

"Tidak. Tidak ada yang pantas dibanggakan dari diriku Andres. Aku hanyalah gadis biasa yang berjuang untuk sesuatu yang aku ingin perjuangkan. Itu saja" balas Emma merendah.

"Kau begitu spesial. Rela pulang pergi Indonesia-Spanyol hanya untuk Marc. Itu adalah hal yang jarang ku ketahui untuk ukuran perjuangan seorang gadis"

"Terimakasih Andres. Aku hanya membiasakan diri untuk menghargai perasaanku sendiri" balas Emma menoleh dan beranjak. Semakin sakit saat percakapan itu mengarah pada hal yang tidak ingin Emma bicarakan.

"Kau ingin pergi sekarang?" celetuk Lucy saat Emma mengecek barang-barang yang ada di koper nya.

"Ya Lucy, aku tidak sabar ingin bertemu diriku yang baru" balas Emma menatap Lucy.

"Tell me, kau pergi ke London bukan karena kau lari dari perasaanmu kan?" tanya Lucy hati-hati. Tetap saja pertanyaan itu mengena di hati. Terlebih lagi Emma tidak pernah memikirkan hal itu.

"Aku tidak akan pernah lari Lucy. Aku hanya mencari hati yang baru heheheh" Emma meringis menampilkan deretan gigi nya yang rapi.

"Kapan pesawatmu take off?" Lucy mendekati Emma. Emma melirik arloji nya yang ada di pergelangan tangan kiri.

"Satu jam lagi"

*************
Marc membuka matanya. Cahaya matahari masuk kedalam kamar nya yang sejak kecil ia tempati.
Banyak miniatur motoGP di atas meja belajarnya. Ia tidak ingin tergesa-gesa untuk bangun. Marc merasa ada yang tidak beres dengan dirinya?
Namun Marc tidak merasakan sakit di fisiknya, kekosongan perasaan saja.

Marc dapat mendengar gurauan dan tawa dari ayah juga Alex di bawah. Alex dan ayahnya memang sangatlah dekat. Namun Marc lebih dekat dengan ibunya.
Lalu suara itu diikuti dengan derap kaki. Pintu kamar terbuka.
Marc melirik siapa yang datang.

"Marc kau sudah bangun? Ingin sarapan?" tawar Julia.
Marc hanya tersenyum dan mengangguk.

Setibanya Marc di ruang makan, ia melihat ayah dan ibunya juga Alex sedang menunggu dirinya. Marc segera duduk, tidak ingin mereka menunggu lama. Marc melirik semua makanan yang tersaji disana.

"Kalkun?" tanya Marc melirik ibunya.

"Sudah lama kita tidak berkumpul kembali seperti sekarang. Sebenarnya kami ingin seperti ini malam tadi, tetapi daging kalkunnya belum lah matang. Jadi kami mengadakannya sekarang karena kalian nanti pasti akan kembali ke apartemen masing-masing bukan?" celetuk ayah.

"Sudahlah. Ayo kita saling berpegangan tangan dan berdoa" perintah Julia dan diikuti oleh semua. Marc merasa senang, tidak perlu pada acara Thanksgiving mereka bersenang-senang seperti sekarang.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Where stories live. Discover now