Chasing Pavement

5.5K 407 0
                                    

Emma menghembuskan nafas. Ini dia, suasana kantornya yang begitu ramai.
Emma terus saja memandangi layar desktop komputernya. Pun ia tidak menghiraukan Farah yang memandangnya lekat.
Lagi, Emma menghembuskan nafss entah sudah yang keberapa kali.

"Oh My God please deh Em! Lo bisa berhenti gak?" Farah mendelik tajam pada Emma.

"Apalagi sih Farah? Gue udah bantu lo ngerjain tugas lo kan? Sekarang apa lagi? Lo gak ada habis-habisnya ya merhatiin gue?!" balas Emma sewot.

"Lo berhenti hembus-hembusin nafas lo itu. Kenapa sih? Semenjak lo pulang dari Spanyol lo jadi sering ngelamun gitu? Ada masalah?"

Tak menjawab, Emma malah mengotak-atik komputernya lalu mencabut flashdisk yang tertancap di komputer.

"Nih ambil. Semua kegiatan gue sewaktu di Spanyol ada disini semua" ucap Emma menyerahkan flashdisknya kepada Farah.

"Loh loh, lo mau kemana?" tanya Farah mengikuti pandangan Emma yang mulai beranjak dari cubicle roomnya.

"Gue mau pulang dulu ya. Ada keperluan" Emma mengambil tasnya dan berlalu pergi.

"Keperluan apa?" tanya Farah si ratu kepo.

"Gue mau sunatan" Emma mendengus kesal.

Emma berhasil kabur dari jurus 1000 pertanyaan kepo dari Farah. Namun langkahnya terhenti saat ia melihat kerumunan orang-orang sedang menonton kualifikasi GP.
Ada beberapa laki-laki dan seperti biasa ada Quinn lengkap dengan atributnya untuk membela Marc Marquez.
Emma menyempatkan sebentar untuk bergabung dan menontonnya.

"Hay Emma.. Tumben kau disini?" sapa Quinn menoleh pada Emma.

"Aku sebenarnya ingin pulang. Namun aku hanya ingin melihat bagaimana perkembangan GP" balas Emma tersenyum. Emma merasa Quinn kali ini begitu ramah.

"Kudengar kau 12 hari berada di Spanyol ya?" tanya Quinn kembali memperhatikan tv.

Namun tak ada jawaban dari Emma. Seseorang yang terekam kamera membuat Emma bungkam. Itu dia, laki-laki yang sedang mengisi ruang kerinduan hati Emma.
Mata Emma terus saja fokus memandangi Marc, pria itu tetap saja terlihat tampan walaupun dari balik layar kaca.

Lalu, tiba-tiba saja rasa penolakan untuk terus melihat Marc datang. Emma tidak ingin terus mengingat Marc. Emma tak ingin terlalu berharap lebih. Siapa dia? Aktris bukan. Model bukan. Umbrella girl bukan. Jurnalis ternama bukan. Ia hanya gadis biasa.
Emma segera ambil langkah untuk pergi dari tempat itu.

**************
Dering telfon Emma terdengar. Sebenarnya Emma ingin mengabaikan panggilan itu agar laporannya cepat selesai, apalagi ide-ide nya sedang bekerja secara optimal. Ini nih kebiasaan Emma, lupa mematikan alat-alat yang bisa mengganggunya seperti handphone.

Emma melirik handphone nya yang berdering dan mengintip nama penelfon.
Tertulis nama sahabat Emma. Apalagi sih maunya anak ini, batin Emma. Tapi mau dikata apalagi, Farah memang sahabat yang baik.
Sahabat itu bagaikan ngompol. Walaupun orang lain dapat melihat, namun hanya kita yang dapat merasakkan. Aelah.

"Halo..." Emma mengimpit handphone nya diantara pipi dan pundak kanannya. Namun tetap jari-jemarinya masih menari dengan indahnya di atas tuts keyboard.

"OMG Emma!!! Ce-cerita lo ini beneran kenyataan???????!!!!" teriak Farah. Membuat Emma sedikit meringis saat mendengarkan teriakan itu.

"Iyalah. Ngapain juga coba kalo gue bohong?"

"God! Lo kudu nerbitin ini sebagai headline berita lo!" perintah Farah berapi-api, "Lo bakalan jadi pamor. Lo terkenal. Ini tuh kesempatan dan berita langkaaa banget!" lanjut Farah.

Mendengar pernyataan Farah, Emma sontak langsung menghentikan aktivitas mengetiknya. Ini dia pertanyaan yang Emma tidak inginkan.

"Gue gak bisa" balas Emma singkat.

"Loh? Kenapa? Yaampun Emma lo udah nyia-nyiain kesempatan gede! Pak Frans pasti bangga sama lo"

"Gue gak akan pernah bangga kalo gue neribitin privasi seseorang. Kalo beneran nerbitin, gue gak akan pernah bisa maafin diri gue sendiri"

"Biar gue aja ya?" harap Farah.

"Heh maklampir! Lo pernah gak bangun tidur langsung muntah paku sama benang?" tanya Emma sarkas.

"Belum sih..."

"Kalo lo beneran nerbitin apa yang gue tulis disitu. Hal itu akan kejadian sama lo. Atau perlu gue kebiri juga lo" ancam Emma sedikit membentak.

"Yaelah galak amat neng. Kenapa sih lo ngelindungin orang itu banget? Lo gak kesampean minta foto atau tanda tangan? Atau jangan-jangan lo...." Farah sengaja menggantungkan kata-kata nya.

"Jangan-jangan apa?" Emma mentautkan kedua alisnya.

"Are you falling in love with him?" tanya Farah menggoda.
Emma menggigit bibir bawahnya. Hm, mana mungkin sih? batin Emma.

"Entahlah Farah. Gue gak tau..."

"Tuh kan bener!" jawab Farah memotong ucapan Emma.

"Lo pasti suka ngelamunin Marc kan? Lo sebelum tidur pasti mikirin dia kan? Lo bangun tidur pasti dia orang pertama yang lo inget kan? Jujur deh!" lanjut Farah.
Emma membelalakkan matanya. 100% benar apa yang dikatakan Farah.

"Iya sih..." balas Emma lemas. Apakah ia benar-benar jatuh cinta?

"Tapi, kenapa bisa ya? Padahalkan gue punya 9 mantan, dan gue gak pernah ngalamin jatuh cinta segini hebatnya? Apa rasa sayang dan cinta gue salah ya Far?" tanya Emma sedikit merengek.

"Lo udah punya 9 mantan? Dan lo baru ngalamin sekarang? Ini yang namanya lo bener-bener cinta. Denger ya Em, jangan pernah lo salahin cinta. Cinta gak pernah bakalan salah. Kalau dipikir-pikir sih sulit ya membedakan antara kagum sama sayang. Kan Marc bintang dunia tuh, nah lo juga harus hati-hati. Bisa aja rasa lo itu ternyata hanya sebuah kekaguman semata. Atau bisa jadi rasa lo itu rasa sayang, mengingat lo pernah tiap hari berduaan sama si doi" jelas Farah.

"Iya iya Far. Gue mencoba untuk tidak terlena terlalu dalam sama perasaan gue." Emma menghembuskan nafasnya dan memandang langit-langit kamarnya, "Andai aja gue bisa nyatakan cinta ke dia. Bahagia lahir batin hidup gue" terawan Emma.

"Tapi lo harus inget Em. Lo harus mikirin konsekuensi kalo lo beneran jadian sama Marc. Bagaimana respon orangtua nya, teman-teman nya, crew gp nya, pemberitaan media tentang hubungan kalian, dan yang terpenting respon fans Marc yang fanatik. Kalo lo dirasa gak cocok sama Marc. Lo bakal jadi bahan bully-an fans Marc selamanya" mendengar penuturan Farah, Emma bergidik ngeri.

************
Marc berhasil meraih pembalap tercepat kedua saat kualifikasi sirkuit Le Mans. Saat ia sudah selesai dan berniat kembali ke paddock, semua teman-teman crew nya berteriak senang. Walaupun tidak meraih posisi pole pertama, setidaknya dapat meraih podium pertama dengan lebih sedikit usaha besok saat race berlangsung.

"Hey ini dia jagoan kita. Selamat Marc, peraih pole kedua" sambut Emilio. Marc melepas helm nya dan menatap seluruh crew nya.

"Gracias. Ini juga berkat kalian" balas Marc seraya berdiri dari posisi duduk nya di motor RC213V.

"Dimana gadis itu?" tanya Emilio mengiring Marc untuk berganti pakaian.

"Gadis itu? Siapa yang kau maksud?" Marc mengerutkan kening nya.

"Gadis asia itu. Yang menabrak lalu merawatmu. Emma Watson"

"Dia sudah kembali ke Indonesia. Tidak usah membahas dia. Tidak ada hubungan nya lagi dengan ku" Marc kini mempercepat langkah nya, bermaksud untuk menghindar dari Emilio.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Where stories live. Discover now