Lost Then Found

Mulai dari awal
                                    

"Kita hampir sampai" balas Emma kembali fokus ke jalanan.
Ia melirik gps yang ada di mobil Andres, mengikuti arah yang kemarin Lucy berikan.

Lucy menolak untuk ikut karena hal ini bukanlah masalahnya. Ia hanya membantu Emma untuk menemukannya saja.
Posisi Emma tepat seperti apa yang gps tunjukkan. Dan ia berhenti di sebuah rumah yang tergolong besar di daerah sana.

"We got it" ucap Emma dan beranjak keluar.

Sebelum Andres keluar, ia mengamati rumah ini. Ada yang salah di otak Andres. Ia seperti merasakan dejavu. Andres pernah melihat rumah ini, atau bahkan pernah tinggal disini?

Emma yang merasa Andres tidak kunjung keluar kemudian membuka pintu mobil sisi Andres duduk. Dan ia menemukan Andres sedang termenung menatap rumah itu walaupun Matilda sedang mencoba berbicara dengannya.

'Benar Andres, ini rumah ayahmu' batin Emma menatap Andres.

"Ayo keluarlah. Tidak sopan jika kita parkir didepan rumah orang tanpa meminta ijinnya kan?" canda Emma yang berhasil membuat Andres tersadar dan keluar dari mobil.

Emma sudah memantapkan langkahnya untuk menuju pintu dan mengetuknya, namun langkahnya terhenti saat melihat seorang pria paruh baya mengenakan kaos berwarna merah bata dan celana pendek sedang bersantai di pinggir kolam renang samping rumah.
Ini dia, sebelum menghampirinya, Emma menoleh pada Andres, memastikan pria itu akan baik-baik saja setelah mengetahui kebenarannya. Ternyata pandangan Andres sedang menatap pria itu juga.
Emma berjalan mendekatinya, tanpa disuruh pun Andres mengikuti langkah Emma.

Fabrizal Alonso mendengar sebuah langkah kaki mendekat. Ia mengira pembantunya, tetapi tidak mungkin karena pembantunya itu saat ini sedang sibuk menyiapkan makan siang untuknya. Ia menoleh kearah langkah suara dan menaikkan kacamata hitam nya. Untungnya ia bersantai di bawah payung yang gagang nya tertancap ke bawah tanah layaknya seperti di kolam renang pada umumnya.

Fabrizal mengamati 3 orang itu, satu wanita yang tak ketahui dan seorang laki-laki yang membawa seorang anak kecil. Matilda? Apa yang ia lakukan disini? Langkah Emma semakin dekat membuat kaki Fabrizal yang tadinya ia letakkan di atas meja untuk diturunkan.

"Permisi nyonya, apa kau tersesat?" sapa Fabrizal dengan bahasa spanyol dan berdiri.
Emma mengerutkan dahinya. Ya tuhan, apa tidak bisa dia melihat bahwa Emma bukanlah orang sini?

"We want to see Mr. Fabrizal Alonso" ucap Emma fasih agar Fabrizal mengerti jika Emma tidaklah bisa berbicara dengan bahasa spanyol.

"I'm Fabrizal Alonso..." balasnya. Oh akhirnya berbahasa inggris juga, batin Emma.

"I bring your daughter--" ucap Emma to the point dan menunjuk Matilda.

Tak bisa disembunyikan, ekspresi Andres terkejut sangat bisa dilihat.

'Jadi pria yang bernama Fabrizal Alonso ini ayahnya Matilda? Kenapa nama belakangnya Alonso sepertiku? Ah tidak. Nama Alonso di Spanyol pasti banyak' batin Andres bergerumul.

"--And I also bring your son" ucap Emma terengah-engah dengan menoleh pada Andres.

Andres mendelik tajam mendengar ucapan Emma yang menunjuknya sebagai putra dari pria ini.
Apa-apaan Emma?

Emma mengucapkannya langsung to the point karena lebih baik begitu.
Ia tau Andres terkejut akan pernyataannya, tetapi mau bagaimana lagi? Inilah faktanya. Kalaupun dengan berbasa-basi pun Andres tetap akan terkejut.
Emma melirik Fabrizal dari ekor mata nya, pria paruh baya itu tercengang. Andres mendengus kesal, amarah memuncak di kepalanya, seperti ingin meledak saja.

"Aku bisa menjelaskannya..." ucap Fabrizal sadar bahwa ternyata pria di depannya ini adalah putranya yang ia tinggalkan dulu.

***

"Kau tidak apa-apa Marc?" tanya Irina khawatir. Daritadi Marc hanya diam.

Kini mereka berdua ada di bar hotel. Entah sudah berapa gelas champagne yang Marc teguk. Yang ia tau, pikirannya runyam.
Emma mengira dirinya sedang berselingkuh dengan Irina. Marc sudah mengecek foto yang Irina unggah di akun Instagram-nya. Marc baru sadar jika pose foto mereka berempat pantas disebut sebagai sepasang kekasih. Ditambah dengan caption yang Irina buat.

"Ya. Aku tidak apa-apa" Marc memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Mungkin efek terlalu banyak minum.
Sejujurnya, baru kali ini Marc meminum minuman seperti ini. Hanya karena Emma yang dapat membuat Marc seperti ini. Baru Emma.

Irina beranjak dari kursi dihadapan Marc menuju kursi disamping Marc. Ia mengelus punggung Marc lembut yang berhasil membuat pembalap itu menoleh padanya.
Irina tak dapat mengartikan tatapan Marc.

"Aku minta maaf Emm. Aku bisa menjelaskan semua nya." ucap Marc mengigau.

Jadi, Emma adalah nama pacar Marc? Batin Irina. Marc kali ini mengigau dan menganggap Irina adalah Emma. Irina khawatir, ia tau Marc tidak suka mabuk. Tetapi kali ini pria itu mabuk berat.

Irina segera berdiri dan membopong dan memapah Marc pelan-pelan untuk menuju kamar hotelnya. Berat sekali, batin Irina. Marc berjalan sempoyongan dan terus mengigau. Untung saja Marc masih mengenakan topi tadi untuk menyembunyikan identitasnya. Bisa gawat jika ada yang memotret mereka dan mengunggahnya ke internet.

Irina menghela nafas sesampainya di depan pintu kamar Marc. Ia merogoh saku Marc mencoba mencari kunci kamar hotel ini. Ketemu, di saku celana bagian kanan.
Irina membuka nya tanpa lupa untuk kembali menutup dan kembali memapah Marc di tempat tidur.
Irina melepas Marc begitu saja saat sudah dekat di tempat tidur. Marc masih saja mengigau.
Namun saat Irina ingin menarik selimut, Marc berdiri dan mencium Irina dengan beringas. Sontak Irina menolaknya.

Namun kekuatan Marc terlalu kuat, Irina tak bisa bergerak. Lalu tiba-tiba saja tubuhnya terhuyung diatas tempat tidur. Marc menindih tubuh Irina yang tak berdaya.
Tidak, ini bukan Marc. Ia ada dalam pengaruh alkohol. Marc terus menciumi leher Irina kuat-kuat. Aroma alkohol tercium dari nafas pria itu. Ingin rasanya Irina pergi namun ia bisa apa? Tindihan Marc terlalu kuat.

"Marc please, ini bukan dirimu. Sadarlah Marc..." ucap Irina sesekali mendesah karena ciuman Marc di lehernya sangat luar biasa.

Marc mulai menjelajahi pinggang Irina. Irina tau kemana kejadian ini akan berakhir, tangannya mencegah tangan kekar Marc. Kekuatan tangan Marc tak setangguh tadi.

"Emma..." racau Marc terus menerus.

Irina tidak bisa. Ia harus menahannya walaupun ini adalah sebuah keesempatan. Lagipula, ia sangatlah mengidolakan Marc, tidak mungkin ia akan merusak hubungan idolanya ini.

"Aku mencintaimu Marc. Tapi tidak harus seperti ini.." bisik Irina di telinga Marc sesekali melenguh.
Namun bisikan Irina malah semakin membuat Marc menggila.

***

Multimedia : The first-handshake time between these two amazing rider :)

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang