Sontak gelak tawa terdengar dari Marc, jawaban Irina begitu ngasal. Apakah menurut Irina ia sangat-sangatlah tampan? Marc mendengar nada tertawaan Irina. Sangat khas dan berbeda.
Irina, gadis cantik yang tingginya melebihi Marc beberapa senti. Ah tidak! Ia hanya menggunakan high heels nya. Suara tawanya khas, senang bercanda dan sangat pengertian. Dan jangan lupa, ia mudah akrab dengan orang yang baru ia kenal. Selalu saja mempunyai topik pembicaraan yang menarik.

"Tidak. Aku tidak setampan yang kau ceritakan tadi" bantah Marc.

"What? Kau pikir dirimu tidak tampan? Dalam mataku, kau lebih menggoda dan tampan daripada Bradley Cooper. Atauuuu...." balas Irina sengaja menggantungkan ucapannya.

"Atau apa?" Marc sangat penasaran. Pasti Irina akan mengeluarkan banyolannya yang anti mainstream itu.

"Ciyeeeee yang penasaran" goda Irina memicingkan matanya.
Marc dipermainkan, wajahnya memerah malu.

"Kau ini bisa saja..." ucap Marc setengah tertawa.

"Hahah, harus ku akui betapa lucunya dirimu saat wajahmu berubah merah seperti kepiting rebus" tawa Irina masih menghiasi.

***

Matilda perlahan-lahan membuka kedua matanya. Silau sinar lampu ruangan menerpanya. Matilda terus berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Matilda mengerti jika dirinya sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Karena beberapa kali Matilda hafal betul setelah ia pingsan, pasti dirinya akan terbangun dengan selang infus menancap di pergelangan tangan kirinya.
Satu yang ia rasa, haus. Tenggorokannya begitu kering. Matilda menoleh kan kepala ke kanan dan kiri mencari air segar. Sebuah botol berisi air tergeletak dengan indahnya di samping meja. Namun tangannya tak dapat menggapai.

Matilda terus mencoba menggapainya namun ia seperti menyenggol sebuah tangan. Ia melihat seorang wanita yang sedang tertidur di samping ranjang. Sepertinya Matilda mengenali dari warna rambut wanita itu.
Matilda membangunkan Emma yang masih tertidur. Mencoba sekeras apapun, Matilda tidak akan bisa menggapai botol air mineral itu. Tubuhnya masih begitu lemas.
Matilda lebih baik membangunkan wanita ini.
Emma merasakan goncangan di separuh tubuhnya. Takut terjadi apa-apa, sontak Emna langsung membuka matanya dan menegakkan tubuhnya.

"Hey, kau sudah bangun?" sapa Emma masih dengan mata setengah tertutup.

"Thirs-thirsty..." ucap Matilda terbata-bata dan menunjuk botol mineral transparan itu dengan telunjuk tangan kanannya.

Dengan cekatan, Emma mengambil botol air mineral tersebut dan mengambil sebuah sedotan tergeletak tepat disamping botol. Setelah membuka tutup botol dan memasang sedotan di dalamnya, Emma mengangkat kepala Matilda tinggi dan membantunya untuk minum.
Saat air putih itu berjalan melewati tenggorokan, Matilda merasakan kesegaran yang tiada tara.
Emma terkejut dengan cara minum Matilda, cepat dan tuntas sampai habis.

Setelah mengembalikan botol minuman yang habis tanpa sisa, Emma berseru pada Andres yang masih tertidur diatas sofa rumah sakit.

"Ada apa Emm? Dia sudah bangun?" Andres mendatangi Emma dengan mengucek kedua matanya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Emma pada Matilda tanpa membalas ucapan Andres.

"Emma? Kau disini? Aku hanya pingsan seperti biasa. Mungkin karena kelelahan" balas Matilda dengan ekspresi polosnya.

Emma mengerti, Matilda sudah paham akan penyakit yang dideritanya. Sehingga ekspresi Matilda tidak terlalu histeris ketika mengetahui dirinya sudah terbaring lemah di rumah sakit seperti ini.

"Kau mengetahuinya? Leukimia?" tanya Matilda lebih seperti menjelaskan.

Emma hanya mengangguk lemah dan tersenyum berusaha meyakinkan Matilda jika Emma dapat menjaga rahasia ini. Emma mengelus lembut punggung tangan kecil Matilda.

"Dimana kedua orang-tua mu?" tanya Emma. Ia tau dalam keadaan seperti ini, tidak etis menanyakan hal tadi.

"I don't have a family anymore. Aku sendirian hidup di panti" balas Matilda seakan-akan Emma adalah orang yang sungguh-sungguh dipercaya nya.

Emma terkejut. Pantas saja sejak kemarin tidak ada seorang pun yang bersangkutan mencari keberadaan Matilda.

"Dimana ibu panti-mu? Kenapa ia tidak mencari saat kau tidak pulang seharian?" celetuk Andres. Emma mengangguk menyetujui pertanyaan Andres.

"Aku sering tidak pulang ke panti seharian. Jadi mereka tidak akan mencariku karena pasti mereka mengira aku sedang berjuang menjual coklat-coklat itu. Karena aku senang menjual coklat. Aku bahagia" jawaban Matilda membuat mata Emma semakin panas.

Di dunia seperti ini, bahkan di negara megah layaknya Spanyol, masih saja ada anak kecil yang tidak berdaya hidup sendiri berjuang untuk sebuah kebahagiaan singkat.

"Apa yang membuatmu senang menjual coklat?" tanya Emma setengah berbisik.

"Karena coklat bisa menjadi lambang yang pas untuk kasih sayang, terlihat dari perayaan Valentine yang selalu identik dengan hadiah coklat. Dan disaat hari kasih sayang tiba, kau pasti akan merasa senang dan bahagia. Maka dari itu, aku senang bisa menjual kebahagiaan pada semua orang. Agar mereka bahagia sama sepertiku walaupun aku sendiri. Dan tidak tau dimana keberadaan kedua orang-tuaku sendiri"

Emma kagum dengan jawaban Matilda. Ah sial, kata-kata Matilda mempermainkan perasaan Emma. Matanya semakin panas saja dan mulai berkaca-kaca.
Betapa tangguhnya Matilda.

"Kenapa kau rela menjual kebahagiaan? Sedangkan dirimu seutuhnya benar-benar tidak merasakan kebahagiaan itu sendiri?" suara Emma mulai serak. Ah cengengnya dia.
Andres menoleh menatap Emma, ini dia. Air mata akan membuncah tatkala ada yang mempermainkan perasaan Emma dihati kecilnya.

"Karena, aku lelah melihat orang-orang yang bernasib sama sepertiku. Aku ingin mereka lebih bahagia seperti anak-anak lain. Sungguh, sendirian itu tidak mengasyikkan" balas Matilda menunduk.

Andres bernasib sama seperti Emma, Matilda sengaja bermain-main di dalam lubuk hatinya.
Matilda, hanya gadis kecil atau malaikat yang tersesat?

"Dimana coklat-coklat ku?" tanya Matilda tiba-tiba.

Deg! Emma terkejut. Ia ingat coklat-coklat yang berserakan tidak sempat ia amankan. Tidak sedikit yang tenggelam kedanau. Bagaimana ia harus menjelaskannya?
Coklat = kebahagiaan.
Jika Emma mengatakannya, sama saja ia tidak sempat mengamankan kebahagiaan yang akan Matilda berikan pada orang-orang.

Emma mendongakkan kepala menatap Andres yang berdiri disampingnya.
Emma kali ini benar-benar meminta tolong pada Andres untuk menjelaskannya pada si malaikat kecil. Andres menangkap sinyal pemberian Emma.

"Ehem ehm--" Andres berdehem sebelum menjelaskan, "--Matilda, sewaktu kau jatuh pingsan di pinggir danau, kami langsung membawamu kemari. Dan kami tidak sempat membawa coklat-coklat mu. Sebagian jatuh tenggelam ke dalam sungai"

Matilda menarik nafas berat sesaat setelah mendengar penjelasan Andres. Ia tau, jika terkadang penyakitnya ini selalu membuat kebahagiaannya hilang. Kenapa hidupnya harus seperti ini?

"Kau tidak apa-apa?" ucap Emma khawatir karena Matilda terus diam setelah mendengar pernyataan Andres.

"Ya." balas Matilda singkat. Lalu, setetes air hangat meluncur begitu saja dari pelupuk matanya.

"Oh Matilda. I'm sorry" Emma langsung mendekap Matilda dalam dekapannya.
Andres hanya bisa mengelus lembut punggung Emma.

***

Multimedia : Irina Shayk

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang