"This is me" balas Marc membalikkan badan menatap Emma.

"Aaaacck! Kau sudah sembuh?"

"Yap. Seperti yang kau lihat" balas Marc kembali mengurusi masakannya.

"Ba-bagaimana bisa?" ucap Emma mulai mendekati tempat Marc berdiri.

"Kau tidak tau kata dokter? Patah tulangku tidaklah parah. Bahkan sehari saja bisa sembuh" jelas Marc.

"Lalu kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang kau membuka semua gip itu dan menjelaskannya padaku?" tanya Emma lagi tak puas.

Marc berbalik dan memandang Emma. Lalu kedua tangan Marc memegang kedua bahu Emma.
Tatapan mata Marc sangat tajam namun menenangkan. Emma terpikat olehnya. Emma tak dapat berkutik. Rasanya cengkraman Marc di bahu Emma itu adalah sebuah penguncian. Bahkan untuk bernafas, Emma tersengal-sengal.

"Terimakasih telah merawatku dan menjagaku selama 10 hari ini. Kau sangat-sangat membantuku" ucap Marc pelan. Tak ada jawaban dari Emma, lidah Emma benar-benar tercekat. Pikiran Emma sedang tidak ada di raganya. Emma berpikir bahwa momen saat ini adalah momen yang sangat romantis seperti di film-film yang ia tonton. Aw!

"Sebagai ucapan terimakasih. Aku akan membawa mu ke tempat yang pasti akan kau suka!" Marc tersenyum.
Emma hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala tanda mengiyakan.
Marc tertawa akan reaksi Emma.

Marc menyetir mobil Ferrari merah kesayangannya. Emma melirik Marc yang ada disampingnya, berani sekali Marc yang tak mengenakan kacamata hitam nya untuk berkamuflase agar tidak terlihat oleh paparazzi maniak itu. Hanya diam yang menyelimuti mereka berdua.
Marc sengaja membuka penutup atas mobilnya yang sistemnya dapat di buka-tutup itu.

"Kau yakin tidak akan memakai kacamata hitam mu?" tanya Emma memecah keheningan.

"No" jawab Marc singkat. Sepertinya Marc lebih memilih fokus ke jalanan daripada harus membahas hal yang tidak penting ini.

"By the way, kita mau kemana?" tanya Emma lagi penasaran.

"Semacam pasar malam di Spanyol" balas Marc yang kini tersenyum dan memandang Emma.

Tidak perlu waktu lama untuk mencapai tempat yang dimaksud.
Marc segera memarkirkan mobilnya dan mengenakan topi agar tidak banyak orang yang mengenalnya dan menangkap basah dirinya.

Marc kali ini mengakui bahwa ia terpukau pada Emma. Walaupun gadis itu hanya mengenakan kaus berwarna putih dan celana jeans biru. Namun inilah yang membuat Marc terpukau, kesederhanaan seorang Emma.

"Kemana kita akan pergi sekarang?" tanya Emma yang tak mengalihkan pandangannya dari tempat yang dipenuhi oleh sinar lampu bohlam berwarna kuning oranye itu. Walaupun keadaan saat itu masih sore, namun cahaya yang dipancarkan dari lampu-lampu itu tetap kekeuh untuk menunjukkan terangnya.

"You will see" balas Marc dan langsung menggenggam pergelangan tangan Emma lalu menyeretnya untuk masuk ke dalam begitu saja.
Sontak Emma terkejut.

Emma hanya pasrah kemana Marc akan membawanya. Dari belakang, Emma memperhatikan tengkuk dan tubuh bagian belakang seorang Marc Marquez. Emma tahu Marc lebih tinggi darinya.
Emma tidak akan pernah mempercayai dirinya sendiri jika ia sedang bersama seorang bintang pembalap kelas dunia. Di pegang tangannya pula. Emma, seorang gadis dari negeri ujung timur yang kecantikannya kalah dengan seratus miliar lebih wanita di dunia kini sedang berduaan bersama Marc Marquez.

"Marc, kau terus membawaku tanpa tau kita akan kemana" celetuk Emma.

Lalu akhirnya Marc berhenti mendadak. Dan itu membuat Emma hampir saja menubruk tubuh Marc.

"Kita sedang ada di tengah-tengah area ini. Kau ingin menaiki wahana apa?" tawar Marc berbalik menatap Emma.

"Haa? Wahana???" seketika memori Emma kembali terputar.
Memori saat ia bersama keluarganya sedang berlibur di Dufan. Emma ingat betul bagaimana rasanya ia saat menaiki wahana Kora-Kora dan semacamnya. Ya tuhan, Emma seperti akan menjemput ajalnya saja.

"Kau lebih memilih yang mana? Hey Emma, kenapa kau diam saja?" Marc melambaikan tangan kanan nya di depan wajah Emma yang melamun.

"Aku takut Marc..." ucap Emma yang tiba-tiba saja wajahnya berubah pucat. Lalu ledakan tawa terdengar dari Marc.

"Apa kau benar-benar takut untuk menaiki semua wahana itu?" suara tawa masih menghiasi ucapan Marc.

"Aku bukannya takut. Hanya saja aku trauma saat aku masih kecil.."

"Sudahlah. Ikut denganku" potong Marc.
Perasaan Emma tidak enak nih.

Marc membawa Emma tidak jauh dari pusat pasar malam itu. Dan Emma tertegun saat melihat sebuah bianglala begitu besarnya, menjulang dengan tinggi di depan mereka.

"Kau tidak takut dengan wahana ini kan?" tanya Marc memastikan.

"A-aku tidak ya-yakin Marc..." ucap Emma terbata-bata.
Namun Marc tidak menggubris nya. Marc menarik tangan Emma untuk masuk kedalam.

Saat bianglala itu akan kembali diputar, Emma memejamkan matanya dan berharap untuk mati rasa sesaat saja.
Baru satu kali putaran, wajah Emma bertambah pucat. Marc mengetahui itu dan terkejut.
Marc yang sebelumnya duduk di depan Emma, kini beralih disampingnya.

Dalam sepersekian detik, Emma merasakan seseorang sedang memeluknya erat. Tunggu, di dalam bianglala ini hanya ada dia dan Marc saja. Atau jangan-jangan yang sedang memeluknya ini adalah... Marc?

Emma penasaran dan mencoba untuk mengintip. Kaos biru langit ini, pakaian yang dipakai Marc. Dan bau wangi parfum ini, milik Marc. Benar ini dia, tapi kenapa ia berani memeluk Emma?
Bagai sihir, Emma tidak tahu sudah berapa lama bianglala ini berputar, bahkan Emma tidak lagi merasa takut akan goncangan bianglala ini. Kini yang ada di pikirannya adalah rasa nyaman, dan aman yang ia rasakkan.

'Ya tuhan! Bapake! Enyak! Aye dipeluk Marc Marquez! Itu loh pembalap GP dari Spanyol. Waaaaa!' teriak Emma dari dalam hati.

Degup jantung Emma tak beraturan. Emma yang meletakkan kepalanya di dada Marc dapat mendengar degup jantung Marc. Berbeda darinya, degup jantung Marc lebih stabil. Apakah Marc tidak dapat merasakkan apa yang seperti Emma rasakan sekarang?

"Bianglala nya sedang berhenti dan kita sedang ada diatas. Wanna see some beautiful scenery?" tawar Marc berbisik pelan.

Emma mendengarnya dan memang sedang penasaran. Bukan penasaran akan pemandangan dari atas bianglala. Namun penasaran akan wajah Marc. Genit ya si Emma.

Emma perlahan melepas pelukannya dari tubuh Marc dan memandang wajah Marc lebih dahulu. Kini, wajah mereka dekat sekali.
Emma tak tahan akan tatapan menggoda dari Marc. Emma mengalihkan perhatiannya ke pemandangan dari atas bianglala itu.

Emma membelalakkan matanya. Benar-benar indah. Laut biru terhampar luas. Burung-burung beterbangan kembali ke peraduan. Langit sore yang cerah itu menambah suasana keromantisan mereka.
Yang lebih penting, Emma kembali merasakkan apa yang sejak dulu ia tak pernah rasakkan lagi saat bersama orang lain.
Kenyamanan.

New Romantics (Marc Marquez Fanfict)Where stories live. Discover now