41

381 20 12
                                    

"maafin aku ali.." ucap prilly lirih hampir tak terdengar.

Prilly melihat papan informasi di bandara tersebut. Ternyata pesawat menuju ke malaysia sudah berangkat 5 menit yang lalu. Kaki prilly terasa lemas. Seakan ia tak mampu menopang tubuh mungilnya. Air bening pun meluncur dari sudut matanya melewati pipi cubbynya lalu jatuh menetes ke lantai.
Ia pun mulai terisak. Masih tak percaya jika ali sekarang meninggalkannya.

Prilly mengerutuki kebodohannya, bisa-bisanya ia meninggalkan ali, meragukan cinta ali. Dan sekarang seakan sudah tidak ada lagi kesempatan untuknya.

Bahkan prilly belum sempat menjelaskan alasan kenapa dulu ia meninggalkan ali. Itu semakin membuat prilly frustasi. Prilly menangis, menjerit dalam hati.

Ia kembali meyakinkan jika yang dilihatnya adalah benar. Saat melihat papan itu, tangisnya semakin pecah. Sama sekali tidak memperdulikan orang-orang yang menatapnya aneh.

"kenapa kamu tidak berusaha mencariku li?" katanya dalam hati menyalahkan ali.

"tapi ini salah kamu prill. Andai aja kamu nggak egois..kalian saat ini mungkin masih bersama. Setidaknya jika ali pergi kamu bisa mengantarnya dengan senyuman. Dan ali pergi dengan perasaan senang, bahagia." teriak batinnya menyalahkan dirinya sendiri.

Tidak mau semakin merasa malu, prilly pun keluar dari bandara. Ia menghentikan taksi. Lalu masuk kedalamnya. Di dalam, ia menghubungi abangnya, dimas.

"abang..ali bang..ali udah berangkat..illy gagal bang.." ucap prilly pada dimas melalui telefon. Saat dimas mengangkat telfon dari prilly. Dimas terdengar mendesah pelan.

"yang sabar ya dek..berdoalah kalian segera dipertemukan." ucap dimas menenangkan perasaan prilly.

"iya bang..tapi apa illy masih bisa bersama ali bang?" prilly terdengar sangat frustasi.

"dulu waktu kamu mutusin buat jauhin ali, kamu nggak mikit gimana sakitnya ali dek." kata-kata itu tidak bisa dimas ungkapkan. Kadang ingin rasanya, ia memarahi adiknya itu tapi saat ini dimas tahu kalau adiknya tengah sedih dan frustasi karena ia belum menjelaskan pada ali, menjelaskan alasannya dulu meninggalkannya.

"ya udah sekarang kamu pulang. Kita cari solusinya." ucap dimas yang sebenarnya juga merasa khawatir dengan keadaan prilly.

" makasih bang.." prilly pun menutup telfonnya. Ia benar-benar merasa tak bersemangat.

Sampai di rumah pun prilly terlihat lesu. Ia merasa ini memang salahnya. Ia tak mau mendengar terlebih dahulu penjelasan ali. Bahkan ali tak salah apa2. Prilly lah yang waktu itu memutuskan untuk menjauh. Dan mungkin ini karma untuk prilly. Kini ia merasa akan sangat sulit untuk bertemu dengan ali kembali.

"lho ayah udah boleh pulang?" tanya prilly melalui telfon. Baru saja prilly ganti baju untuk menyusul ke rumah sakit lagi.

"...."

"oh ya udah..illy tungguin dirumah ya buk.."

Prilly pun meletakkan poselnya di meja rias tepat di depannya. Ia segera keluar untuk menyambut kedatangan ayahnya. Melupakan sejenak rasa sedihnya.

Memasak makanan kesukaan ayahnya. Lalu menatanya di ruang makan. Kini ia sudah berjalan ke depan karena tadi mendengar suara klakson mobil

Prilly membatu ayahnya yang baru pulang dari rumah sakit. Menuntunnya masuk kedalam rumah.

"udah prill..ayah bukan orang cacat. Masih bisa jalan sendiri.." ucap ayahnya membuat prilly menggembungkan pipinya.

"maksud illy kan cuma pengen bantuin ayah..hmm"

cinta yang dirindukanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora