37

401 20 4
                                    

Tak terasa sudah 3 tahun sejak kejadian itu. Dan saat ini prilly sudah bekerja membantu buleknya mengurusi butiknya dan juga sesekali membantu eyangnya mengurusi rumah makannya.

Kini prilly tengah disibukkan dengan kedua kerjaannya tersebut. Tak mau memikirkan tentang hubungan asmara, walaupun eyangnya sudah berkali2 mencoba mengenalkannya dengan cucu sahabatnya, tapi selalu saja prilly tolak. Hatinya seakan enggan untuk diajak kompromi.
Masih nungguin siapa? Ali? Bukankah ali sudah bahagia bersama ghina? Itu yang terkadang merasuki fikiran prilly. Tapi rasanya sangat sulit untuk melupakan dan menghilangkan perasaannya pada ali. Sepertinya nama ali bener2 telah terukir indah bukan hanya di dalam hatinya, tapi jantung, paru2 dan juga darahnya. Kedengarannya mungkin sedikit berlebihan tapi itu yang prilly rasakan. Setiap tarikan nafas ada nama ali di dalam otaknya. Setiap doa pun ada nama ali yang selalu ia sebut. Walau hanya meminta untuk menyehatkannya, melindunginya, menjaganya serta mendoakan agar ali bahagia. Walaupun kini bukan dia yang menjadikan alasan ali bahagia. Bukankah itu artinya prilly masih sangat peduli dengan ali?

"prill ini ada kiriman dari dimas." teriak eyangnya memecah lamunan prilly.

"oh iya yang.." prilly pun menerimanya lalu membuka kiriman tersebut.

Surat undangan? Dahi prilly tampak mengernyit. Membuka undangan itu lalu terlihat sebuah nama yang membuat prilly membelalakkan matanya.

Jesi dan tian. Sahabatnya semasa SMA akan menikah. Prilly melihat tanggalnya. Ternyata tinggal 1 minggu lagi. Prilly memang sudah kehilangan kontak jesi. Sudah lama mereka tak saling berbuhungan dan sekarang lihatlah. Jesi menikah dengan tian. Cinta mereka ternyata bukan sekedar cinta monyet ataupun cinta lokasi saja, melainkan cinta sejati. Jadi iri.. Batin prilly. Ia juga ingin kisah cintanya bersama ali akan berlabuh di pelaminan. Tapi apa itu mungkin?

Prilly tampak ragu untuk menghadiri undangan sahabatnya itu, mengingat tian adalah sahabat dari ali. Jadi sudah bisa dipastikan ali juga akan ada di acara tersebut. Tapi jika ia tak datang, setega itukah ia? Seegois itukah ia? Sahabatnya sendiri yang menikah dan ia tak menghadirinya hanya karena takut bertemu seseorang? Tidak. Jesi adalah sahabatnya. Ia mencoba untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya tersebut.

"haii..li..apa kabar?"

"oh hai ali.. Gimana ghina?"

"li..sehat?"

"kerja dimana li?"

"anak kamu udah gedhe ya?"

"oh..ali.." prilly mengacak rambutnya frustasi kerena kini ia tengah berlatih jikalau nanti ia bertemu dengan ali. Tapi ia merasa jika obrolannya akan terlihat canggung.

"ah baru latihan aja udah kliatan, canggung bangeeeettt.." prilly merasa kesal.

"kamu lg ngapain to nduk?" tanya eyang tiba2 menghampiri prilly.

"ah itu eyang..emm anu.." prilly tergagap.

"kamu lagi latihan menyapa ali?"

"iya eyang. Tapi kayakx aku belum siap eyang klo harus ketemu ali. Jadi kayakx aku g bakal dateng deh eyang ke pesta nikahannya jesi." prilly tertunduk lesu.

"jangan gitu. Cepet atau lambat kamu pasti akan ketemu ali, jadi kamu siap g siap y memang harus siap. Lagian jesi kan sahabat kamu. Fikirin perasaan sahabat kamu nduk. Coba kalau kamu jadi dia. Apa kamu g sedih kalo misalkan sahabat kamu gak mau dateng di pesta nikahannya?"

Prilly terdiam.

"nduuk..kamu kan bisa dateng sebentar cuma ngucapin selamat trus pulang. Yang penting kamu dateng." tutur eyang lagi sembari mengusap punggung prilly.

cinta yang dirindukanWhere stories live. Discover now