𓊈61𓊉 Aku Melihatnya?

9 1 0
                                    

Aku terdiam sesaat, dan tak ingin berlama-lama. Pelukan wanita ini kian erat dan apakah aku harus melepaskannya secara paksa. Aku tak mau kekuatanku akan menyakitinya, tapi di satu sisi, aku tak bisa melihat hati ibu hancur dihadapanku sampai tak bersisa.

"Maaf, ya. Apa yang anda lakukan?!" Keluhku setengah menggeram. Aku kesal sekali pada perempuan ini. Apa dia tak tahu malu? Sudah jelas-jelas ia datang dan berusaha merebut ayah dari ibuku, kenapa sekarang ia malah memelukku di depan ibu. Kalau ibu salah paham padaku bagaimana?

"Ah.. maafin tante, ya Gam. Tante terlalu seneng liat kamu. Apalagi kamu tadi bener-bener kayak hero dan menenangkan semua tamu dengan lantunan adzan kamu yang begitu indah."

Ujarnya seraya melepaskan pelukannya dan menatap penuh bangga padaku, namun itu tak serta merta membuatku menatapnya. Aku masih saja menatap ibu yang hendak berbalik yang he dan pergi memunggungiku.

"Bu!! Ibu!!" Pekikku seraya mengejarnya, membiarkan perempuan ini terus menatap lekat ke arahku, namun aku mengabaikannya.

Ibu berlalu dengan kakinya yang terpincang-pincang. Ia berjalan lurus ke arah lab komputer, dan luka pada kakinya tak dapat membuatnya berjalan cukup cepat, bahkan walau tak terluka pun, ibu tak akan bisa mengalahkan kecepatanku.

"Ibu.. tunggu dulu!" Seruku sambil meraih tangannya, membuatnya terhenti tapi masih saja memunggungiku.

"Ibu kenapa pergi? Ibu marah sama Agam?" Tanyaku dengan lembut dan berhati-hati.

Ibu hanya terdiam dan tak menanggapi. Kun menyusul dan melayang di belakang kami. Ku lihat kini pundak ibu naik turun beberapa kali, hingga akhirnya aku bisa mendengar suara isak yang tertahan di kerongkongannya.

Ibu menangis? Apa aku telah membuatnya menangis?

Aku tak mau banyak tanya dan menebak-nebak. Langsung saja ku sergap ke hadapannya, memutar tubuhku begitu cepat. Aku dapat melihat ibu kini tertunduk dengan wajahnya yang kian memerah. Air mata berlinang di pipinya yang kemerahan dan merona karena make up.

Ku tundukkan tubuhku agar pandanganku dapat sejajar dengan ibu. Ia masih saja terus menunduk, bak seorang tahanan di medan pertempuran.

Ku usap air mata yang mengalir di pipinya, dadaku terasa teremas sampai hancur tak berbekas. Aku tak bisa melihat perempuan menangis karena ulahku. Apalagi perempuan itu adalah ibu.

"Ibu udah cantik, kenapa ibu nangis? Nanti bedak ibu luntur." Ucapku lembut dan berusaha menenangkannya. Ia masih terisak, dan aku dapat merasakan pundak dan dadanya tampak begitu berat.

"Kamu kenal nak sama perempuan tadi?" Tanya ibu dengan nada suara yang tidak stabil dan terdengar aneh.

Maksudnya tante Arsya? Ia sedih karena melihatku di peluk wanita itu? Berarti dugaanku ini benar, kalau tante Arsya, adalah mantan ayah sewaktu SMA. Ia telah merebut ayahku dari ibu pada masa itu, dan entah kenapa.. sekarang ia muncul kembali dan mengobrak-abrik keluargaku.

Kalau itu hanya teman ayah, ibu tak akan sesedih ini hingga meneteskan air matanya di hadapanku.

"Agam gak kenal, bu." Sahutku berdusta, dan aku harap ibu akan mempercayainya.

"Kamu bohong kan, nak?" Sergapnya hingga membuat dadaku terasa ngilu. "Ibu tahu kalau barusan kamu bohongin ibu."

Aku terdiam sambil menyaksikan tubuh ibu yang kian bergetar, apa lagi kedua tangannya. Ia sampai melepaskan tempat makan yang tadi ia bawa dari genggamannya, mungkin karena tubuhnya melemas dan menggigil bak sedang kedinginan. Tempat makan seringan itu terasa begitu berat seberat beban yang ia tanggung. Sampai membuatnya membiarkan benda itu jatuh.

【 COPY K.U.N 】ADGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang