𓊈56𓊉 Akibat Buruk

2 1 0
                                    

Aku berada di sebuah ruangan panjang dengan beberapa kasur yang berjejer sepanjang ruangan dengan sekat tirai berwarna biru kehijauan di setiap bagian kasur yang memisahkan satu sama lain meskipun saling bersebelahan.

Aku duduk di dipan panjang dengan besi berwarna putih yang selaras dengan kasur empuk namun terlihat kaku. Beberapa bagian besi putih sudah terkelupas dan sedikit berkarat.

Tirainya tak saling tertutup, dan orang-orang yang datang ke rumah sakit akan langsung dapat melihat kehadiran kami yang nampak mencolok di atas kasur yang tak jauh dari tempat dokter dan perawat berkumpul pada satu titik di tengah ruangan.

Ku lihat Maxim dan Ciko sibuk mengurus registrasi kami di bagian pendaftaran, sebelum akhirnya perawat datang padaku dan menanyakan keluhan yang ku rasakan.

Tak ada yang berarti, aku hanya terluka dengan beberapa tancapan beling di tangan sampai lenganku.

Perawat melilitkan tanganku dengan perban setelah mengobati dan melepaskan serpihan kaca yang menancap ke daging dan kulitku.

Di kasur sebelah kiriku, aku melihat Zaki meringis kesakitan. Ia tak henti-hentinya mengucapkan kalimat "Aduuh, sakitnya!!" Secara berulang-ulang dengan nada yang hampir sama di setiap kali penyebutannya.

Betapa tidak, akibat insiden yang membuatnya jatuh dari tangga, ia mengalami cedera yang lumayan parah. Pergelangan kakinya patah dan kini sedang di pasang gips oleh perawat.

Bagian dagunya di jahit sebanyak enam jahitan. Ia mendarat dengan dagu dan wajah yang menyelusup duluan ke pinggiran selokan. Membuat kulit dagunya robek dengan darah yang tak henti-hentinya mengucur sejak berada di sekolah tadi. Bahkan aku dapat melihat lelehan darahnya membasahi baju bagian kerah sampai dadanya.

Mendengarnya mengaduh membuat sekujur tubuhku merasakan sakit dan ngilu. Aku terdiam sambil bernapas berulang-ulang dan menatap getir ke arahnya.

Di kasur bagian belakangku, ada Dara yang juga sedang di periksa, karena saat dalam perjalanan ke rumah sakit, Rara begitu panik melihat Dara mengeluarkan darah dari dalam telinganya. Ku rasa itu terjadi akibat benturan keras di kepalanya pada saat aku melemparkan tubuhku padanya.

Ia harus di rontgen di bagian kepala, dan aku dapat melihat salah satu telinganya nampak memerah di bandingkan telinga yang satunya lagi.

Maxim dan yang lainnya menunggu di ruang tunggu sambil sesekali mengintip ke ruang UGD kami. Mereka nampak resah dan gelisah.

Kun duduk di kasur yang sama denganku. la terdiam dan tak mengatakan apa pun, padahal jelas aku tahu sekali kalau dia benar-benar menyukai darah. Tapi dari raut wajahnya, ia tak nampak gembira sama sekali.

"Kami bisa pulang, dok?" Tanyaku ragu sambil menatap dokter perempuan berkulit putih dengan kacamata besar dan mata sipit. Rambutnya terkuncir rapi, dan ia sedang membersihkan darah pada telinga Dara. Sementara beberapa orang perawat menyeka darah Zaki yang mengalir di bagian lehernya, setelah selesai menjahit bagian dagunya, dan perawat yang bersamaku berlalu setelah menyelesaikan tugasnya.

"Biar saya periksa dulu ya.." Sahutnya terdengar sedikit acuh, mungkin karena ia sedang sibuk mengurus Dara.

"Teman-teman saya gimana, dok?" Dokter dengan name tag Jeani tersebut melirik sekelabat ke arahku.

"Enggak seberuntung kamu. Dia -maksudnya Dara, mengalami cedera di kepala yang menyebabkan keluarnya cairan serebrospinal (dari otak) melalui telinga. Cairan tersebut biasanya bercampur dengan darah." Dara meringis mendengar penjelasannya.

"Fatal gak, dok? Besok kami harus mengadakan reuni akbar.. kami semua panitia pelaksananya. Saya juga MC!" Ujar Dara getir dan terdengar panik.

"Mm.. begitu?" Dokter Jeani menoleh ke arah Zaki.

【 COPY K.U.N 】ADGAMUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum