44. Pahlawan

212 29 3
                                    

"Ya ampun, Dek! Kamu gapapa?"

Yeji meletakkan soda yang baru saja ia beli dari kantin dan langsung mengecek Juan yang terkapar di bawah. Tadinya, ia ingin melepas stressnya seJenak. Sama seperti Jeno, suasana di rumahnya juga sama tak baik dan Hyunjin 11 12 dengan Jeno.

Jeno bangun lalu berdiri kaku melihat Yeji yang sedang mengecek keadaan Juan. Juan sudah hampir kehilangan kesadarannya. Ia tak dapat membuka matanya yang sebelah kiri karena sudah membengkak.

Seluruh badannya sakit. Luapan amarah Jeno tadi sangat tak ia sangka. Jeno bertingkah seperti berandalan yang tak punya aturan.

Jeno berdiri mematung di sana dan melihat hasil kekacauannya.

Apa yang sebenarnya baru saja ia lakukan?

Mengapa ia memukuli Juan seperti ini?

Ia menatap tangannya yang baru saja melakukan tindakan itu. Seperti baru selesai dirasuki setan, ia kembali.

"Jeno, kamu balik ke kelas kamu sekarang," ucap Yeji lalu kembali berdiri menatap Jeno.

"H-hah?"

Yeji tiba-tiba menyisir rambut Jeno dengan jemarinya. Kerah berantakan Jeno ia rapikan, bahkan kemeja Jeno yang sedikit kotor ia tepuk-tepuk.

"Rapihin. Balik ke kelas sebelum ada yang lihat kamu di sini."

Yeji menatap sekitar dan memang tempat ini menjadi titik buta, tak ada yang dapat melihat mereka dan apa yang baru saja terjadi.

"Cepetan balik ke kelas!" sentak Yeji lalu menarik Jeno menuju pintu rooftop.

"Kamu bakal–"

"Aku gak akan kasih tahu siapa-siapa. Cepetan balik sebelum ada yang lihat kita."

Ucapan Yeji membuat Jeno semakin bingung. Yeji kembali menghampiri Juan dan menepuk-nepuk wajah anak itu. Dia bukan anak PMR, dan ia sendiri tak tahu apa yang harus ia lakukan pada Juan.

"Lo kenapa nutupin gua mukulin anak itu?"

"Lo mau dikeluarin dari sekolah ini? Ngapain sih lo masih di sini? Cepet balik! Gua gak mau lo dikeluarin."

Jeno mengambil napasnya lalu akhirnya ia menuruti Yeji. Ia rapikan seragamnya lalu berjalan menuju pintu rooftop.

"Yeji, kapan-kapan, aku mau ngomong sama kamu."

***

Jeno pulang ke rumah bersama Jaemin seperti biasanya. Tak ada perasaan janggal dari Jaemin. Jaemin sama sekali tak tahu tentang perbuatan Jeno di sekolah tadi siang. Ia terlalu sibuk bermain game sampai tak sadar kalau Jeno pergi cukup lama selama jam istirahat tadi.

"Bun? Kita pulang," ucap Jaemin saat memasuki rumah.

Terlihat Bunda sedang meminum teh hangat di meja makan sambil menatap ponselnya dengan kepala bertumpu dengan lengannya.

"Jeno, duduk sini. Jaemin, kamu masuk kamar dulu."

Kode itu sudah tak asing. Jeno tak peduli, dengan berani ia melempar tas ke kamarnya lalu duduk di hadapan Bunda di meja makan. Jaemin masih membeku di ruang tengah.

"I-ini kenapa?" tanya Jaemin pelan.

"Kamu masuk kamar aja," ucap Jeno yang sudah siap untuk menerima amarah Bunda.

Jaemin tak yakin, namun ia tak mau memperkeruh suasana lagi. Walaupun mungkin nanti, ia harus kembali menengahi dua orang keras kepala itu.

Di meja makan, Bunda menarik napas lalu membereskan obat yang baru saja ia minum tadi. Jeno tahu Bunda selalu minum obat, tapi terlalu banyak obat Bunda sampai ia tak tahu Bunda sakit apa.

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now