13. Kembali

343 58 2
                                    

"Aku gak tahu apa salahku, Bu. Apa memang selama ini aku salah mendidik mereka? Apa selama ini aku terlalu keras sampai mereka sering membangkang?"

Bunda masih terdiam di kamarnya bersama Nenek. Sudah belasan tahun ia belajar menjadi orang tua. Tapi ternyata tak semudah itu.

"Jadi seorang ibu tuh memang ga mudah, Nak. Ibu selalu berpikir setiap hari, apa dosa Ibu sampai hidupmu banyak kesulitan. Tapi kamu orang baik. Tuhan ga semata-mata kasih kesulitan karena Ia mau memberimu hukuman. Ia mau memberimu pelajaran."

Tangan keriput Nenek mengelus rambut Bunda perlahan. Sedikit demi sedikit kesedihan Bunda terobati. Walau sejuta rasa sakit masih menghantuinya.

"Ga cukupkah pelajaran sejak aku ditinggal Donghae, Bu? Satu hal itu aja masih buat aku sakit sampai saat ini."

Nenek hanya tersenyum pahit melihat putrinya tak kunjung bernasib baik. Entah dosanya atau dosa putrinya, yang jelas Tuhan mengutuk mereka akan sesuatu sampai-sampai kemalangan selalu menjadi teman sejati mereka.

"Terus sabar, Nak. Pada akhirnya semua akan baik-baik saja."

***

Jaemin menendang-nendang kaleng soda kosong di pinggir jalanan sepi sepulang sekolah. Di atas aspal yang rusak, kaleng itu membuat suara yang bising. Mengisi kesunyian di perjalanan pulang sekolah yang biasanya diisi oleh suara Jeno.

Sekolah mereka terpisah jauh. Internet ataupun layanan pesan tak membuat mereka terasa dekat. Mereka memang menjauh.

Ingin segala hal ia ceritakan segera pada Jeno. Belakangan ini, Jeno tak terlihat bersemangat dan terlihat seperti tak ingin diganggu oleh siapapun.

Tak!

"Aw!"

Jaemin terkejut saat tendangannya pada kaleng bekas itu berujung buruk. Terdengar suara benturan ringan dari kaleng itu.

"Lo kalo jalan bisa ga..."

Ucapan orang itu terputus saat melihat tersangka penendang kaleng.

"Jen?" tanya Jaemin yang tak percaya melihat Jeno ada di jalur pulangnya.

"Oh, kamu. Ga heran. Nendang kaleng aja bodoh banget sampe kena orang. Untung kena aku bukan orang lain," oceh Jeno seperti tak merasa ada yang ganjil di antara mereka.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Jaemin.

"Nunggu kamu. Takutnya kamu ga ada temen pulang. Taunya bener ga ada."

Jaemin sedikit tersenyum melihat kejanggalan sikap Jeno. Mungkin tak hanya ia yang merindukan Jeno. Jeno juga merindukan adiknya.

Jaemin menghampiri Jeno lalu berjalan bersama di sebelahnya. Jeno terlihat baik-baik saja sampai hari ini. Tak ada bekas luka karena dipukul atau lainnya.

"Gimana di sekolah sana?" tanya Jaemin sedikit membuka percakapan.

"Ya, gitu. Mereka baik, kok. Lumayan," jawab Jeno singkat. Jaemin sedikit mengangguk lalu menatap ke jalan raya sebelum akhirnya mereka masuk ke gerbang kompleks perumahan mereka.

"Kamu gimana sama kakak kelas?" tanya Jeno, menatap dengan khawatir.

"Biasa aja. Aku udah ga ikut nongkrong lagi. Aku lumayan diperhatiin Pak Jaehyun. Kakak kelas jadi jarang ajak aku nongkrong."

Jeno bernapas lega saat mendengar kabar itu. Ia merangkul Jaemin yang tingginya sama dengannya.

"Kamu kalau diapa-apain mereka, langsung bilang aku ya," ucap Jeno.

"Terus apa? Kamu mau ngehajar mereka kayak kamu ngehajar Hyunjin dulu?" Jaemin menatap serius kakak kembarnya itu yang wajahnya seperti seorang preman.

"Engga. Ngapain ngehajar doang? Aku bunuh mereka juga bisa."

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now