4. Memar

622 79 0
                                    

"Permisi, Mas, ada anak cowo berdua ga ke sini? Kayaknya masih pakai seragam SD. Mukanya mirip-mirip, kembar."

"Oh, si Jaemin sama Jeno ya, Bu? Ada. Ini udah main dari jam 1 siang. Itu duduknya di yang pojokan kayaknya."

"Oh, iya iya. Makasih ya, Mas."

Jam 1 siang, katanya? Sekarang sudah jam 6 sore! Aku baru saja pulang dari rumah sakit dan mereka tidak ada di rumah. Mereka juga tidak memiliki ponsel. Aku tahu jadwak mereka. Mereka pulang jam 1, memang. Dan tidak kusangka mereka tidak pulang ke rumah sampai jam segini.

Aku berjalan perlahan ke ujung ruangan perlahan agar tidak mengganggu orang lain yang ada di sini. Aku melihat tas mereka yang tergeletak di lantai, dan beberapa kursi di dekat tas itu.

"Ekhm."

Mereka nampak serius dan tidak peduli sekitar. Mereka hanya fokus ke layar komputer di depan mereka. Sampai akhirnya, teman mereka melihatku dan menepuk mereka keras-keras.

"Eh, Tante."

"Eh, Haechan," sapaku kepada anak berpipi gembil itu.

"Bunda?!" Kedua anak lainnya, yang merupakan anakku, terkejut saat melihatku di sini. Mereka segera menarik tangan mereka dari keyboard komputer lalu menatapku ketakutan.

"Bagus ya, 5 jam di warnet sampe lupa rumah. Ga sekalian nginep aja di sini? Atau memang sudah bawa baju?" tanyaku dengan lembut dan masih tersenyum.

Jeno buru-buru mengeluarkan uang dari saku kemejanya lalu memberikan uang itu ke Haechan.

"Chan, ini uangnya ya. Aku duluan." Jeno dan Jaemin bergegas berdiri dari kursi dan mengambil tasnya.

Aku berjalan ke luar. Tidak lupa menyapa penjaga warnet yang sibuk bermain game dengan rokok di tangannya.

"Mas, terima kasih, ya. Lain kali kalau lihat mereka di sini lebih dari dua jam, suruh pulang aja," ucapku pada penjaga warnet itu.

"Oh, iya Bu, siap! Ngomong-ngomong, Dek, tadi teh sisrinya udah bayar belum?" tanya penjaga warnet itu dan melihat buku catatannya.

Jaemin menutup matanya dan mengerutkan dahi. Mereka seperti hendak mengumpat namun tidak bisa mereka ucapkan di hadapanku.

"B-bun, uang kita abis," ucap Jaemin dengan wajah polos dan menggemaskan, tapi tetap terlihat ketakutan.

Aku menghela napasku lalu mengeluarkan dompet dari tas. Ternyata mereka tidak hanya membeli minuman, mereka juga mengambil beberapa snack.

"Ini Mas uangnya." Aku menyodorkan uang pas untuk jajanan mereka. Sebelum penjaga itu mengatakan sesuatu, aku sudah berjalan ke luar.

Rasanya aku ingin memarahi mereka, tapi entahlah. Mereka sudah berumur 11 tahun, aku yakin mereka sebenarnya sadar atas perlakuan mereka. Sudah tidak pantas mereka dimarah-marahi. Tapi aku sangat takut mereka akan jadi anak yang membangkang.

Warung internet tidak jauh dari rumah kami. Kami bisa berjalan kaki dari sana. Dalam perjalanan, aku berjalan di depan mereka dan tidak berbicara apapun. Sesekali aku mendengar mereka berbisik mencoba berdiskusi tentang apa yang mereka harus katakan kepadaku.

Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar dan membersihkan diri. Lalu aku ke dapur untuk membuat makan malam. Mereka kebingungan lalu hanya mandi secara bergantian karena kamar mandi di rumah kami hanya ada satu.

Aku cukup kecewa hari ini dan mengetahui mereka bermain di warnet sampai 5 jam. Besok masih hari sekolah. Aku yakin mereka punya beberapa pekerjaan rumah untuk dikerjakan. Apa yang mereka lakulan di sana selama itu?

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now