29. Strawberry Milkshake

294 25 6
                                    

"Woi!! Rebahan aja lu! Temennya dateng kaga disambut gimana si." Suara Haechan cukup berisik saat baru saja memasuki ruang rawat inap. Beruntung Jaemin berada di ruang VIP dengan asuransi khusus pegawai sehingga tak ada pasien lain di ruangan ini.

Jaemin memutar matanya saat melihat Haechan datang bersama Renjun. Bocah ini, apa ia kira ini pasar?!

"Sshhh. Norak banget lu kayak ga pernah ke rumah sakit," tegur Renjun sambil menyikut Haechan.

Jaemin sangat senang ketika teman-temannya datang. Terlebih ada Renjun di sana. Sebenarnya ia sudah tak lagi memikirkan Renjun seperti dulu. Tapi tetap saja, wajahnya membuat ia sedikit tenang.

"Bawel lu Njun. Buset dah ini jagoan liat kakinya. Keren bat." Haechan terlihat seperti ingin menyentuh kaki Jaemin namun Jeno segera menahan Haechan untuk mendekat.

"Jangan deket-deket," ucap Jeno, protektif.

"Iye santai-santai. Lagian ada-ada aja lu patah begini. Ko bisa dah?" tanya Haechan lalu duduk di sofa dekat kasur.

"Panjang dah ceritanya. Intinya gua ketabrak, terus patah kakinya," ucap Jaemin yang sebenarnya tak ingin banyak berbicara hari ini. Tapi apa daya, ia harus melayani Haechan yang sangat cerewet.

"Eh tapi si Jeno bilang lu katanya dikejar sama SMA sebelah? Terus gimana?" tanya Renjun yang memilih untuk duduk di bangku sebelah kasur Jaemin.

"Gua masih gak tahu. Kemarin nemu narkoba gitu dari dompet dia. Udah dilaporin sama tetangga di situ, tapi gua belum ketemu lagi sama Om itu," ujar Jeno.

"Hah seriusan narkoba? Wah gila. Eh lu ga kasih tau ke anak-anak tongkrongan gitu? Biar mereka bales gitu ke anak-anak sekolah itu," ucap Haechan, selalu mengompori keadaan.

"Bilang siapa? Hyunjin?" tanya Renjun sambil mengangkat kedua alisnya.

"Yaaaa siapa kek. Ke Bang Hendery anak OSIS juga bisa. Dia nongkrong juga kan?" ucap Haechan lalu bersandar di sofa.

"Udahlah, gua ga mau gede-gedein masalah. Gua ga mau drop out lagi kayak dulu," ucap Jeno lalu menatap Jaemin, yang juga tak mau dikeluarkan dari sekolah.

Haechan menghela napas kasar saat mendengar ucapan Jeno. Jeno punya track record yang buruk sejak SD. Ia seharusnya tak menodai masa-masa SMA-nya.

"Tapi kaki Jaemin sampe patah anjir. Terus lu diapain lagi Jen? Ga mungkin kan lu ga diapa-apain?" timpal Renjun.

"Dompet sama HP gua diambil sih. Tapi gua ga mau bikin bunda gua repot lagi. Kayak gini aja bunda gua udah capek, gimana kalo nanti gua dipanggil BK segala macem. Sekolah kita juga ga mungkin bisa negur sekolah lain. Kita bukan sekolah swasta. Gua terserah mau diskors apa gimana sebenernya, tapi gua ga enak sama Bunda."

Ucapan Jeno memang terdengar cukup bijak. Jaemin tak banyak berkomentar, Jeno telah mengatakan semuanya. Yang mereka pikirkan selalu tentang Bunda, bukan tentang mereka sendiri.

Haechan mengusap wajahnya kasar. Rasanya tak ada yang bisa mereka lakukan dengan kondisi seperti ini selain mengharapkan polisi menangkap mereka atas kepemilikan narkoba.

"Ah, elah. Ya udah lah liat nanti. Nih gua bawain hadiah buat Jaemin sama lu." Haechan menyodorkan sebuah paper bag berukuran sedang. Agak berat, tapi rasanya isinya juga tak penuh.

"Anjir. Buat apaan kopi sebanyak ini?!" Jeno menarik rencengan kopi hitam yang tak habis-habis dari kantong itu.

"Chan, lu mau bikin gua darah tinggi apa gimana?" tanya Jaemin sambil ikut tertawa.

"Eh ada penelitiannya loh kopi mempercepat penyembuhan," ujar Haechan lalu mengambil rencengan kopi itu dan mengalungkannya di leher Jaemin.

"Kata siapa anjir?" tanya Renjun.

Fraternal | Jeno JaeminTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon