10. Surat

357 55 0
                                    

"Bengong terus kamu."

Aku tersentak saat Dokter Yunho menegurku di sela-sela visite. Aku memang sedang tidak fokus hari ini. Kejadian tentang Jaemin dan Jeno yang merokok cukup membuatku terkejut.

Anak setan mana yang berani membuat mereka berdua merokok? Cerobohnya aku. Tak pernah kuperiksa bau seragam mereka. Kupikir ada yang salah dari kompor di dapur. Ternyata bau asing itu adalah bau rokok dari seragam mereka selama ini.

"Maaf, Dok," ucapku pelan.

Selama visite aku cenderung diam dan tak banyak berinteraksi dengan pasien. Senyuman ramahku juga nyala-mati kali ini.

Setelah visite, aku beristirahat di meja resepsionis sebentar sambil berpura-pura melihat rekam medis atau apalah kertas-kertas ini.

"Hey, masih bengong?" Kali ini Dokter Yunho menepuk punggungku sampai aku cukup terkejut. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Bingung mau berkata apa.

"Kamu banyak pikiran, ya?" tanyanya ramah namun sedikit penasaran. Kucoba untuk fokus dan menatap matanya. Tak sopan jika mataku melirik sana-sini.

"Tidak, Dok. Hanya kurang fit," ucapku lembut. Dokter Yunho hanya terkekeh. Ia tahu aku berbohong.

"Mau temani saya ke cafe? Kamu kayaknya butuh kopi biar segar. Saya yang traktir." Ucapannya cukup lantang membuat beberapa perawat lain menatap.

Dokter Yunho memang terkenal ramah pada orang-orang. Namun interaksi pribadi seperti ini tak terhitung umum. Sudah bertahun-tahun aku cukup dekat dengannya. Tak ada apa-apa, hanya hubungan profesional saja.

"Ah, terima kasih, Dok. Tapi saya masih ada pekerjaan lain," ucapku. Ia mengecek jam tangan dengan harga jutaannya itu lalu menatapku.

"Shift kamu bukannya sebentar lagi selesai? Tinggal 15 menit lagi, loh."

Ah, benar juga. Terlalu banyak berbohong nampaknya aku.

"Saya tunggu di lobby. Kamu ganti baju dulu aja." Akhirnya aku mengiyakan ajakannya itu, mau tak mau. Ia paling tidak suka penolakan. Mau bagaimana lagi, aku berikan seribu alasan, ia akan tetap membalas dengan seribu satu alasan lainnya.

Setelah mengganti pakaianku, aku absen lalu sedikit mengecek hal-hal yang harus kutinggalkan untuk shift selanjutnya.

"Kamu mau ngedate sama Dokter Yunho, ya?" tiba-tiba Seohyun, kolegaku, sudah berdiri di sebelahku sambil mengintip apa yang aku kerjakan.

Aku meletakkan berkas-berkas itu lalu menatapnya. Aneh, ia jarang sekali berinteraksi denganku. Aku tak menyimpan masalah dengan siapapun. Tapi aku hanya dekat dengan beberapa orang di sini. Seohyun tidak termasuk salah satunya.

"Eh? Engga, kok," jawabku dengan sedikit senyum.

"Hati-hati loh, aku denger dia tahun ini mau menikah," ucapnya. Duh, sungguh, aku tak tertarik dengan gosip di tempat kerja.

"Oh ya? Bagus kalau begitu."

Kak Jessica yang berada di meja resepsionis menatap kami cukup lama. Aku jadi tidak enak, ini adalah area kerja. Membicarakan masalah pribadi tak seharusnya dibicarakan di sini.

"Suami kamu memang ga marah kalau kamu dekat sama dokter di sini?"

Pertanyaan Seohyun cukup membuatku terganggu. Aku memang tak pernah mengumbar kehidupan pribadiku. Tapi rasanya semua orang tahu aku adalah seorang ibu tunggal dengan anak kembarku. Kehidupanku cukup dramatis untuk menjadi salah satu cerita hangat di kalangan perawat pediatrik. Seharusnya ia tahu kalau aku tidak punya suami, bukan?

"Aku permisi dulu, sudah ditunggu Dokter Yunho."

Aku meninggalkan Seohyun tanpa menjawab pertanyaannya sama sekali. Membicarakan tentang keberadaan suamiku adalah satu topik yang sangat aku benci.

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now