25. Classmeeting

184 25 3
                                    

"Jen, udah ngerjain PR Biologi belum?"

"Hah?"

"Itu loh yang kemarin dikasih kertas soal."

"Emang ada tugas?"

Jaemin meletakkan penanya yang awalnya akan ia pakai untuk mengerjakan lembar kerja dari guru Biologi mereka. Ia kira Jeno sudah selesai mengerjakan tugas, makanya anak itu sangat bersantai di atas kasurnya saat ini.

"Ada, Jeno, ada. Baru bangun ya lu?"

Mata Jeno langsung menajam saat Jaemin menggunakan panggilan yang agak kasar baginya. Terlebih, Jeno selalu menganggap dirinya adalah kakak yang harus dihormati, padahal hanya berbeda sekitar lima belas menit dari kelahiran Jaemin.

"Ye, songong banget. Minta diketekin ya?!" Jeno bangkit dari kasur lalu menghampiri adiknya dan menyiapkan serangannya.

"Woi! Ampun ampun! Buset dah galak amat!" ujar Jaemin lalu lari terbirit-birit menuju pintu kamar.

"Nyebelin sih kamu. Mana sih? Tugas apaan?" Jeno berjalan menuju meja belajar adiknya yang dipenuhi oleh lembaran kertas itu. Masih bersih, belum ada yang terjawab.

"Itu suruh jawab pertanyaan. Aku aja ga tau ini pernah diajarin. Gimana sih, guru dibayar bukannya ngajarin muridnya, malah tiba-tiba ngasih tugas," omel Jaemin sambil memperhatikan kertas itu.

Jeno mengambil pulpen lalu memukulkannya pelan pada kepala Jaemin.

"Otak udang. Ini baru banget diajarin. Masa lupa?" tanya Jeno yang terheran-heran betapa pikunnya adiknya ini.

"Hah? Kapan diajarin?" Jaemin mengerutkan dahinya lalu menatap kertas itu baik-baik.

"Ya ampun masa udah lupa?!" ujar Jeno dengan jengkel karena adiknya yang benar-benar tak memerhatikan pelajaran di kelas.

Jaemin sedikit tersenyum lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe... kan aku tidur di kelas," ujarnya.

"Ih, ya udah bantuin cari jawabannya di Google. Aku yang tulisin."

Kedua bocah itu lalu mengerjakan tugas yang ternyata cukup banyak sampai mereka harus mengerjakannya hingga tengah malam. Teman-teman mereka sedang pelit kali ini. Entah mengapa, tak ada satu anakpun yang menjawab saat dimintai contekan.

Haechan mungkin sudah tidur dan akan mengerjakan di sekolah. Renjun memang jarang memegang ponselnya di rumah. Sementara yang lain, mereka tak cukup akrab. Jika saja Jaemin tak mulai menjauh dari Lia, mungkin mereka sudah mendapat jawaban tugas ini dari tiga hari yang lalu.

"Kok susah banget sih ini tugasnya," keluh Jaemin saat melihat soal-soal yang terasa seperti soal tes masuk universitas.

Jeno melepas kacamatanya yang mulai terasa tak nyaman. Matanya mulai lelah. Sedikit ia usap kedua mata sipitnya itu lalu kembali membulak-balikan buku yang memberikan soal tanpa ada jawaban di buku itu.

Buku referensi guru yang satu ini memang unik. Tak ada guru lain yang memakai buku ini.

Jaemin menguap beberapa kali sampai Jeno harus meletakkan telapak tangannya di depan bibirnya.

"Kamu kalo udah ngantuk tidur aja duluan. Nanti aku selesain," ujar Jeno. Jaemin melirik Jeno yang matanya juga sudah merah. Namun sepertinya Jeno lebih tahan banting karena lebih sering begadang sambil bermain game.

"Engga aku belum ngantuk. Ini jawaban nomer 4 esai," ujar Jaemin lalu meletakkan ponselnya di meja.

Jaemin menuliskan jawaban itu sambil menarik-narik rambutnya agar tetap terjaga. Matanya yang sudah sekarat itu tak dapat lagi menahan kantuk saat ia sudah selesai menulis kalimat kedua dari empat kalimat yang tersedia.

Fraternal | Jeno JaeminМесто, где живут истории. Откройте их для себя