35. Berpisah

238 26 6
                                    

Aku pergi dulu, ya."

"Oke hati-hati. Jaga diri baik-baik. Kalau udah selesai kamu balik lagi aja ke sini ya, Yoona."

Bunda melambaikan tangannya pada Jessica di meja resepsionis itu. Pakaian Bunda sangat rapi hari ini dengan blus biru langitnya serta celana jeansnya yang sudah luntur.

Tetap terlihat rapi. Walau baju Bunda tak bermerk dan terlihat sederhana, Bunda tak pernah terlihat lusuh. Baju yang ia beli di pasar bisa ia pakai menjadi baju yang pantas.

Hari ini hari yang cukup penting. Bunda harus berpakaian pantas. Walau entah apa yang akan terjadi nanti.

Bunda mengarungi teriknya kota siang hari. Ia menaiki angkutan umum untuk sampai ke destinasinya, pengadilan di tengah kota.

Hari ini sidang putusan hakim untuk perceraian Bunda dengan Donghae.

Anak-anak mereka tak tahu. Bunda selalu pergi ke pengadilan di hari kerja sehingga mereka tak pernah menyadari apapun.

Keputusan Bunda dan Donghae telah mantap. Setelah berkali-kali menjalani tahapan sidang perceraian mereka, hari ini adalah sidang terakhir mereka. Setelah mereka resmi bercerai, entah apa yang akan terjadi.

Bunda sendiri belum tahu. Kedua putranya terlihat sangat nyaman ketika berada di sekitar Donghae. Donghae tak meminta hak asuh. Ia tahu diri, ia tak pantas untuk mengasuh kedua anak itu dan merebutnya dari ibu mereka.

Rencana pernikahannya dan Dokter Yunho tertunda. Bunda juga tak pernah memberi tahu Dokter Yunho kalau Donghae, suaminya, ada di sekitar mereka. Bunda tak ingin Dokter Yunho mundur begitu saja.

Padahal, Bunda sendiri belum yakin untuk berkeluarga lagi. Dirinya telah lama menjadi wanita bebas tanpa diatur-atur suami. Ia telah tumbuh dengan kuat seperti pohon besar yang kokoh. Ia bukan tanaman mawar kecil yang butuh dirawat sepenuh hati. Kekuatannya mengakar di jiwanya, ia tak benar-benar butuh orang lain untuk mengurusnya.

Bunda menginjakkan kakinya di pengadilan. Sudah bosan juga ia ke sini. Ia hanya ingin cepat-cepat bebas.

Di waktu yang sama, Bunda melihat Donghae turun dari mobilnya yang mengkilap itu. Mobil yang setiap hari ia pakai untuk mengantar Jeno dan Jaemin.

Bunda menatapnya dengan senyuman canggung, sedikit menyapanya tanpa kata. Terlintas sejenak di pikirannya, Donghae telah menua menjadi pria yang sangat baik. Lihat dirinya sekarang. Meskipun sempat diterjang badai, Donghae masih dapat berdiri tegak, bahkan tumbuh dengan lebih bijaksana.

"Hey. Baru sampai?" tanya Donghae sembari merapikan kemejanya.

"Iya. Mau ke dalam sekarang?" tanya Bunda. Donghae mengangguk pelan lalu berjalan bersama Bunda.

Perceraian mereka cukup sehat. Meskipun Bunda kadang panik ketika Donghae berada di dekat anak-anaknya, sekarang ia dapat sedikit bernapas lega karena Donghae menepati semua kata-katanya, termasuk dengan menceraikannya.

Ya, begitulah Donghae. Pria yang selalu memegang semua kata-katanya.

Hati Bunda memang sudah tak berlabuh pada dermaga itu. Ia sudah jauh berlayar mengarungi berbagai ombak pasang sendirian dengan jangkar yang sering menahannya untuk berlayar.

Hari ini jangkar itu tak akan lagi menahannya. Ia akan berlayar dengan bebas, bersama kedua buah hatinya.

***

Flashback

"Sah? Sah!"

Pernikahan sederhana di taman belakang rumah orang tua Donghae itu berlangsung cukup meriah. Tak peduli tentang materi, gengsi, omongan tetangga mengenai pernikahan mereka yang tak dilaksanakan di gedung mewah dan membuang banyak uang untuk sebuah pesta satu hari.

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now