19. Langit Sore

257 27 2
                                    

"Lia, kemarin tugas kelompok kita ada di kamu, kan?"

Jaemin menghampiri Lia yang sedang duduk sendiri di mejanya. Lia sibuk mengerjakan tugas yang bahkan baru dikumpulkan minggu depan. Tidak ada guru yang bertugas pada jam ini, entah ke mana guru mata pelajaran Sejarah itu. Sepertinya sakit, tak ada kabar yang terdengar dari ketua murid.

"Tugas kelompok apa?" Lia melepas salah satu headset-nya lalu menatap Jaemin kebingungan.

"Itu loh, yang tugas pantun itu," ucap Jaemin tenang. Lia tak mungkin kelupaan tugas kelompok itu. Ia anak yang cukup rajin dan tertata.

"Oh, yang itu. Coba aku cek dulu." Perempuan berambut panjang itu mengambil map berwarna pink dari tasnya lalu melihat satu persatu tumpukan kertas di sana.

"Yang ini kan ya?" Lia menarik selembar kertas HVS berukuran A4 yang dipenuhi tulisan tangannya.

"Iya bener yang itu. Simpen di kamu dulu ya, nanti kan dikumpul," ujar Jaemin.

Lia mengangguk lembut lalu meletakkan kembali kertas HVS itu di map berwarna merah mudanya. Jaemin tidak kembali ke tempat duduknya. Kebetulan meja Lia kosong. Teman sebangkunya entah pergi ke mana. Mungkin ada di salah satu kerumunan anak-anak yang sedang bermain kartu remi.

"Kamu lagi ngerjain apa, Lia?" tanya Jaemin sambil memperhatikan tulisan tangan Lia yang sangat rapi. Lia tersenyum sedikit dengan eye smile yang cantik. "Tugas sejarah. Pak Suho kan ngasih tugas walau gak masuk," ucap Lia.

Jaemin mendapat serangan jantung kecil. Ia menatap ke papan tulis, dan benar saja, ada tugas merangkum dari Pak Suho untuk menggantikan nilai hari ini.

Ah, masa bodoh, masih ada hari esok. Kalau bisa dikerjakan nanti, kenapa harus dikerjakan sekarang?

"Mm, gitu."

Lia nampak tak tertarik untuk mengajak Jaemin mengobrol. Ia sedang cukup serius membaca buku sejarah itu dengan pensilnya yang ia putar-putar karena tak mengerti alur sejarah ini.

Jaemin sedari tadi hanya duduk di samping Lia, namun tak menatapnya. Mungkin canggung. Setelah beberapa saat, Jaemin meninggalkan Lia lalu duduk di sebelah Renjun yang sedang asik bermain game.

Lia tersenyum kecil melihat tingkah Jaemin. Anak itu sedikit unik, pikirnya. Ia agak canggung dengan perempuan. Namun lihatlah ia bersama teman-temannya. Bahkan ia dengan santai bersandar pada bahu Renjun tanpa meminta izin.

"Njun, ganti baju sekarang, yuk." Jaemin menatap jam dinding bulat di belakang kelas. Sebentar lagi pelajaran PJOK akan dimulai.

"Ha emang bentar lagi?" tanya Renjun tanpa melihat Jaemin.

"Engga si, biar main bola dulu kita di bawah. Si Jeno sama Haechan kayaknya udah main basket deh di bawah."

Renjun meletakkan ponselnya setelah selesai lalu mengambil baju olahraga dari tasnya. "Kuy," ucapnya, lalu mereka pergi ke toilet bersama. Biasanya anak laki-laki lebih sering mengganti baju di kelas. Namun karena mereka lebih dulu, akan merepotkan jika harus mengusir semua anak perempuan.

Jaemin dan Renjun mengganti baju di depan wastafel toilet. Karena masih jam pelajaran, tak ada orang di toilet. Hanya mereka berdua di sana.

Suasana agak hening saat mereka berdua membuka kemeja seragam mereka. Jaemin menatap Renjun dari cermin selama beberapa saat. Anak ini agak kurus. Apa mungkin ia sangat stress karena orang tuanya, jadi tubuhnya seperti ini?

Renjun awalnya tak menyadari Jaemin yang sedang memandanginya. Hampir saja mereka kontak mata di cermin, Jaemin mengalihkan pandangannya lalu memakai seragam olahraganya.

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now