16. Kembali ke Pelukan

427 59 2
                                    

"Jaemin, Jeno, ayo bangun. Bunda kalian udah buat sarapan."

Kepala Jaemin masih sakit karena menangis semalaman. Sebelum terlelap, Jaemin sempat menangis selagi menatap Jeno yang sudah di alam mimpi. Bertengkar dengan Jeno selalu menjadi hal yang paling ia benci.

Perlahan mereka berdua duduk di sofa dari tidur malam yang panjang. Sulit untuk mengumpulkan kesadaran pagi ini. Mata mereka seperti direkatkan oleh air mata kemarin.

Jaemin melirik jam tua yang berdetak dengan keras. Cukup menganggu tidur malamnya dan membuatnya menghitung setiap detik yang terlewati.

Jam 7 pagi. Perutnya sudah cukup nyeri karena hanya sedikit makan kemarin. Bahkan setelah beberapa saat, ia baru sadar bahwa perutnya sesakit itu sampai ia sulit untuk berdiri.

Jeno masih tak menyadarinya dan langsung berdiri. Bersiap untuk pergi ke ruang makan karena ia sendiri sangat lapar. Setelah beberapa langkah, ia baru sadar Jaemin masih terduduk di sofa.

"Ayo," ujarnya singkat.

Jaemin tak menggubris Jeno. Ia masih meringkuk dan memegang perutnya. Asam lambungnya sangat tinggi. Stress dengan perut kosong adalah hal yang cukup mematikan rupanya.

"Duluan," ucapnya pelan.

Ia pikir Jeno bodoh? Tentu tak mungkin ia tinggalkan adik kembarnya itu yang terlihat kesakitan.

"Kamu kenapa?" Jeno berlutut di depan Jaemin lalu menatapnya khawatir.

"Sakit banget." Jaemin meremas bajunya. Wajahnya cukup pucat. Jaemin tak pernah memiliki riwayat maag kronis. Ia hanya beberapa kali merasa perutnya agak panas jika terlambat makan. Tak pernah terlihat separah ini.

"Kamu kemarin gak makan sama sekali? Cuma sarapan aja di kereta?" tanya Jeno saat melihat Jaemin yang akhirnya bersandar pada sofa lalu menutup mata.

"Heh! Kamu kemarin ga makan? Gila ya kamu? Tunggu." Jeno bergegas menuju ruang makan untuk mencari Nenek. Tapi ternyata, Bunda yang ada di sana.

Suasana masih sangat canggung sebenarnya. Tapi Jaemin sangat kesakitan. Bocah idiot itu lebih mementingkn Jeno yang tak pernah sekalipun terkena maag daripada dirinya yang memiliki perut cukup sensitif.

"B-bun, Jaemin maag," ujar Jeno pelan.

Bunda tak berbicara apa-apa. Ia langsung beranjak dari kursi makan lalu mengoprek sebuah kotak di lemari piring.

"Ambilin minum buat Jaemin," ucap Bunda. Jeno menurut lalu mengambilkan segelas air untuk Jaemin.

Tanpa panik, Bunda menghampiri putranya itu lalu memberikannya tablet obat maag.

"Jaem, minum ini dulu cepet. Abis itu tidur dulu sebentar. Nanti Bunda bikinin bubur aja ya buat kamu? Bunda bikin sarapannya nasi goreng, agak pedes. Kamu ga akan kuat."

Jaemin yang lemas hanya mengangguk lalu meminum obat itu. Baru saja ia mau memasukkan tabletnya ke dalam mulut, ia terhenti.

Tiba-tiba ia berlari menuju kamar mandi. Ia buka kloset kamar mandi lalu ia muntahkan semua cairan berwarna kekuningan itu dari perutnya.

"Huek!"

Ia hampir gila. Tak ada yang bisa ia keluarkan selain cairan masam itu. Tak ada makanan yang tersisa di dalamnya.

Bunda menyusul lalu memijat tengkuk Jaemin. Jaemin juga sedikit demam rupanya. Lehernya sepanas teko di dapur.

Setelah ia rasa cukup, Jaemin membersihkan mulutnya lalu menyiram muntahannya tadi. Ia keluar dari kamar mandi bersama Bunda dengan Jeno yang menunggu dengan khawatir di kamar.

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now