32. Si Kembar Lainnya

219 23 3
                                    

Lia tersentak sedikit saat melihat ketiga pria itu memasuki ruang kelas.

"Ah, Jen, kamu kayak pura-pura gak tahu aja." Lia berdiri lalu bersandar pada meja.

Telinga Jeno memerah mendengarnya. Ia benar-benar tak ada ide dengan apa yang terjadi pada Lia.

"Gak tahu apa?" balas Jeno lalu meletakkan makanan yang ia beli ke mejanya dan menghampiri Lia, cukup dekat.

"Kembaran kamu ngelecehin orang. Kamu gak malu?" ucap Lia tanpa rasa bersalah. Jeno menghela napas dan meletakkan tangan kanannya pada pinggangnya.

"Jaga mulut kamu. Jangan ngomong yang ga jelas," ucap Jeno pelan. Seluruh kelas memerhatikan mereka.

Bulu kuduk semua orang di sana terasa bergidik. Mereka tak pernah melihat Jeno marah sebelumnya. Jeno selalu mencoba menjaga sikapnya di SMA, tak mau hal-hal seperti dulu terulang. Tapi orang kurang ajar seperti ini tak bisa dibiarkan.

Haechan pergi ke pintu kelas lalu menutup pintu, menahannya agar tak ada yang masuk. Semua orang sepertinya masih sibuk mengantri di kantin.

"Jangan munafik. Kamu gak tau kan sebenernya Jaemin apain aku pas waktu itu? Kamu percaya dia padahal kamu gak lihat kejadian sebenernya?"

Jeno menghela napas berat. Jaemin tertunduk. Tak ada satupun dari mereka yang menyangka Lia akan berucap seperti ini.

"Ngomong apa sih lu, Lia?" celetuk Renjun yang tak jauh dari mereka.

"Temen lu kayak gitu, lu pada masih temenin dia? Lo pada ngedukung penjahat pelecehan, ya?" ucap Lia pada Renjun dan Haechan, masih dengan berani.

"Ha, ngomong apa lu? Denger ya, pelecehan bukan sesuatu yang bisa lo gunain buat ngejatohin orang. Lo pikirin dong korban pelecehan beneran! Bukan malah pura-pura jadi korban dan bohongin orang-orang. Dikira bisa lo pake bercanda? Gak lucu. Sakit lu, Lia." Ucapan Renjun bagai pukulan keras di ulu hati Lia.

Lia merasa sangat panas. Skak mat, ia tak dapat membalas kata-kata pedas Renjun. Tak ada yang tahu juga kalau mulut Renjun bisa sekejam itu.

"Kalau lu bukan cewe--" Jeno mendorong bahu kiri Lia dengan ujung telunjuknya. "Udah gua habisin lu, Lia."

Lia sedikit terdorong ke belakang. Tubuhnya mulai gemetar setelah mendengar ancaman dengan suara rendah dan tatapan tajam Jeno.

"Sana pergi. Lu udah mau nangis kan? Nangis di toilet sana. Malu sama temen-temen lu," ujar Jeno.

Jeno benar, air di pelupuk mata Lia sudah terkumpul. Lia segera berlari menuju pintu. Ia bahkan mendorong Haechan yang menghalangi jalannya.

"Gua hafal muka kalian semua. Kalau sampe ada yang bikin gosip atau nyebarin kejadian tadi, gua bakal tahu. Ga usah macem-macem. Cukup Jaemin yang dateng ke sekolah pake tongkat. Tutup mulut kalau ga mau patah tulang juga."

Seakan memahami betul ucapan Jeno, semua anak langsung berpaling dari mereka dan berpura-pura sibuk sendiri dengan urusan mereka.

Haechan kembali membuka pintu lebar dan ternyata memang belum ada siapapun yang mau memasuki kelas, untungnya.

Jeno duduk di bangkunya lalu membukakan bungkusan makanan untuk Jaemin.

Jaemin terdiam seakan-akan bibirnya dijahit dengan rapat. Matanya juga hanya lurus pada komiknya yang sudah beberapa menit tak ia balik halamannya.

"Makan dulu. Kamu harus minum obat," ujar Jeno yang kembali lembut.

Jaemin menggelengkan kepalanya pelan. Ia sudah memikirkan banyak hal. Meskipun Jeno mengancam anak-anak, tak ada jaminan semuanya akan baik-baik saja. Mungkin juga akan ada yang melaporkan kelakuan Jeno pada Lia tadi. Belum lagi ucapan keji Renjun. Lia perempuan. Hal kasar yang dilakukan oleh pria pada perempuan terasa tak benar, walau itu bukan salah mereka.

Fraternal | Jeno JaeminWhere stories live. Discover now