30. Mobil Rusak

202 28 6
                                    

"Ayo, mandi dulu."

"Jen, malu..."

Ini hari pertama Jaemin di rumah dan sudah diperbolehkan mandi oleh dokter. Masalahnya, ia tak bisa mandi sendirian. Ia sulit untuk meraih bagian kaki bawahnya. Ke toilet tak begitu masalah, ia dapat menurunkan celananya hanya sedikit sehingga tidak harus membungkuk. Tapi untuk mandi, banyak tempat yang tak bisa ia raih.

"Mau sama Bunda aja?" tanya Jeno lalu mengambilkan baju Jaemin dari lemari.

"Ya lebih malu, lah!" ujar Jaemin. Jaemin mengusap wajahnya.

Sebenarnya Jaemin dan Jeno tak begitu masalah dalam hal-hal seperti ini. Tapi tetap saja, tidak secara telanjang bulat. Bagaimanapun mereka sudah puber. Ada sedikit rasa malu.

"Ya udah, kamu mandi pake boxer. Nanti sabunin di situ sendiri," ujar Jeno lalu membawakan kruk ke kasur dan membantu Jaemin berdiri.

Jarak kamar mandi di rumah lebih jauh dari di rumah sakit. Ada kursi roda sebenarnya, tapi Jaemin tak mau merasa selemah itu sehingga harus menggunakan kursi roda. Lagi pula, rumah mereka cukup sempit untuk dilewati kursi roda.

Erangan kasar dari Jaemin menghiasi rumah yang sepi. Bunda sedang bekerja di rumah sakit. Karena mereka sekarang sudah libur, Jeno dapat selalu menemani Jaemin.

"Arghhh!" Jaemin berteriak tidak jelas di setiap jeda berjalan. Jeno sudah mulai terbiasa dengan umpatan-umpatan aneh Jaemin.

"Tahan. Bisa kok itu kamar mandi udah deket," ujar Jeno saat mereka baru saja setengah jalan.

Memakai kruk sendiri membuat tangan Jaemin pegal. Ia benar-benar harus menahan beban tubuhnya agar saat memindahkan kakinya, kakinya tidak terasa terlalu sakit.

Sepuluh menit berlalu. Mereka sampai di kamar mandi dan Jeno telah menyiapkan kursi untuk Jaemin duduk di dekat shower.

Jeno benar-benar mengurus semuanya. Ia membawa pakaian kotor Jaemin ke keranjang, lalu mulai menyalakan shower dan mulai membasuh tubuh Jaemin.

"Sama aku aja sini," ujar Jaemin lalu mengambil shower untuk membasahi dirinya.

Jaemin tidak bisa mandi sendiri. Rak sabun dan keran terlalu jauh, ia harus berdiri agar sampai. Ia juga tidak boleh banyak menggerakan kakinya atau berdiri terlalu lama. Mereka juga harus hati-hati dengan luka bekas jahitan operasi.

Ini mungkin mandi terlama yang mereka jalankan. Menghindarkan air dari perban sangat sulit.

Jeno mulai memberi sampo di kepala Jaemin dan sedikit memberikan pijatan gemas. Ia sedikit teringat saat masih kecil mereka menghabiskan sebotol sampo untuk membuat banyak busa.

"Udah kayak di salon aja kamu," ucap Jeno sambil menggosok kepala Jaemin.

"Iya, yang bener ya mas bersihinnya. Pijitnya juga lebih kenceng lagi," ujar Jaemin.

"Kurang ajar." Jeno mencubit pipi Jaemin lalu tertawa.

Jeno menyabuni punggung Jaemin lalu kaki bagian bawahnya. Jaemin sebenarnya santai, hanya saja suasana ini terasa aneh untuk mereka berdua.

"Udah tuh. Nanti kalo udah sabunannya panggil aku," ucap Jeno lalu keluar kamar mandi.

Ya, Jaemin pun menyabuni hanya semampunya saja di bagian yang kira-kira ia bisa raih. Tak terpikir untuk detail dan bersih semua, yang penting tubuhnya wangi dan terasa segar.

"Jeennn! Udah!" ucapnya, seperti anak kecil saat sudah buang air.

Jeno kembali ke kamar mandi lalu membasuh Jaemin sampai bersih, atau setidaknya begitu. Setelah itu ia membantu Jaemin berdiri dan memberikannya handuk.

Fraternal | Jeno JaeminOnde histórias criam vida. Descubra agora