Love Letter part 31

942 104 23
                                    

"Apa kamu gak akan menawarkan ku masuk ?. Aku capek bangat karna sudah berdiri didepan resto mu dari siang tadi."
Ucap Yoongi.

"Aaaa, akk.. ayo masuk" Jimin gelagapan.

Jimin benar-benar salah tingkah dan canggung.

Mempersilahkan Yoongi duduk di meja makan dan lalu mengambilkan sebotol air mineral untuknya.

"Dari mana kamu tau tempat ini ?". Jimin bertanya sambil juga mengambil air mineral untuknya.

Setelah sekian lama, akhirnya mereka bisa duduk berhadapan lagi,

Yoongi lebih banyak diam, karna menurutnya menghadapi Jimin adalah yang paling sulit, dia khawatir membuat Jimin salah faham lagi.

Jimin tak pernah faham dengan jalan fikiran Yoongi,

"Apakah dia datang menemuiku untuk yang terakhir kali, ataukah dia datang untuk meminta maaf, atau kedatangan nya kali ini hanya untuk mengajak ku ribut lagi." Batin Jimin

"Apa udah makan ?"
Tanya Jimin memecah kebisuan mereka.

Yoongi menggelengkan kepala.

"Aku mencari mu kerumah sakit, bertemu mamamu, tapi kamu gak disitu."

"Lalu aku ke resto, duduk diseberang jalan menunggu mu, dan mengikuti mu sampai kesini."

Jelas Yoongi sambil menundukkan wajah nya.

Jimin terdiam mendengar penjelasan Yoongi, menebak jalan fikiran Yoongi jauh lebih rumit dibandingkan menyelesaikan soal matematika.

Jimin tersenyum, nyaris tertawa, tapi dia menundukkan wajah menyembunyikan nya.

"Kedengarannya kamu sibuk bangat hari ini." Goda Jimin.

Yoongi tak mengerti apa yang membuat Jimin tertawa, padahal memang itu yang dia lakukan hari ini,

Tapi disisi lain melihat Jimin tersenyum begitu membuat hati Yoongi lega.

Jimin berdiri dan melanjutkan membuat makanan yang tadi ia kerjakan, membagi nya jadi dua porsi agar dimakan bersama Yoongi.

"Padahal kamu bisa menelpon ku, kenapa mesti berputar-putar mencariku begitu."

"Dan katanya sudah dari siang didepan resto, kenapa tidak langsung masuk aja."

"Kenapa kamu selalu membuat yang gampang jadi rumit."

Oceh Jimin sembari menyiapkan makanan dan lalu kembali duduk, menyodorkan salah satu piring pada Yoongi.

Mereka mulai makan, makanan pertama yang masuk keperut Yoongi dari kemarin.

"Mereka mengosongkan rumah hari ini."
Yoongi memulai pembicaraan.

"Aku tau."
Jawab Jimin pelan.

"Aku harus gimana ?" Lanjut Yoongi.

Seketika kerongkongan Jimin terasa berat dan ingin menangis,
Dia ingat kata-kata keras Yoongi beberapa hari yang lalu.

"Bukan kah sudah ku bilang, untuk jangan meminta pendapatku lagi. Kamu bisa mendiskusikan nya dengan Hobbie". Jawab Jimin tegas

Yoongi menghentikan makannya, menjangkau salah satu tangan Jimin dan menggenggamnya erat.

"Kenapa aku harus mendiskusikan nya dengan orang lain?. "

Tatapan dalam dan dingin Yoongi tak menggoyah kan Jimin,

"Karna aku orang lain, makanya jangan mendiskusikan apapun dengan ku."

Jawab Jimin sambil menunduk dan menangis.

"Jiminaa, kenapa kamu terus membuat jarak dengan ku?"
Yoongi tak tahan lagi dan mulai menangis.

Jimin mengangkat wajah, dan menarik tangannya yang masih di genggam Yoongi.
Tapi Yoongi menahannya, dia malah mempererat cengkraman nya agar tak terlepas.

Jimin sangat marah.

"Sepertinya memang kita tak bisa berkomunikasi."

"Lepaskan aku."

Jimin menarik tangan nya dengan keras, tapi Yoongi tetap menahannya.

Yoongi sadar, dia kembali membuat Jimin emosi.

Yoongi diam, berusaha tidak mengucapkan apapun, karna semua pasti akan jadi kesalahfahaman yang panjang lagi, Yoongi sangat berhati-hati kali ini.

Jimin berdiri, terus berusaha menarik tangannya agar terlepas dari cengkraman Yoongi.

Yoongi tetap ditempat duduknya, menunduk diam tak bergeming, dia tetap memengang erat tangan Jimin.

Sebesar apapun amarah Jimin, Yoongi bertekad untuk tidak akan melepaskan Jimin kali ini.

"Kenapa kamu selalu seenaknya begini padaku ?".

Tak cuma air mata, kali ini suara tangis Jimin tak mampu disembunyikannya.

Yoongi makin dalam menunduk, tak berani menatap Jimin.

"Kenapa jadi tiba-tiba aku yang membuat jarak dengan mu?"

"Aku yang tidak menganggabmu keluarga?"

"Kenapa jadi seolah semua aku yang salah ?"

"Aku sangat berusaha untuk tidak terus-terusan pingsan, agar mereka mengijinkan ku keluar dari rumah sakit, karna ingin secepatnya bertemu dengan mu. Tapi kamu mengabaikan ku."

Jimin mengatur nafas dan berusaha menahan tangis nya.

Yoongi memutar badan menghadap Jimin yang berdiri disampingnya,
Sekarang kedua tangannya memegang tangan Jimin yang tak lagi berontak.

Yoongi hanya bisa menangis menyadari kesalahannya.

"Bagaimana mungkin rumah itu tak berarti untukku, dirumah itu pertama kalinya aku merasakan kehangatan keluarga. Sesuatu yang belum pernah kumiliki sebelumnya."

"Berada ditengah kalian membuatku sangat bahagia, bagaimana mungkin kalian tak ada artinya untuk ku ?"

"Tapi kamu terus mengabaikan ku, menghindariku. Bahkan ingin bunuh diri agar tak bertemu dengan ku."

"Aku harus gimana ?"

"Aku harus gimana lagi ?"

"Kasih tau apa mau mu, biar aku faham !!".

Wajah Jimin memerah karna sangat emosional.
Tak ada yang lebih menyakitkan bagi Yoongi selain mendengarkan suara isak tangis Jimin kali ini,

Yoongi berdiri, meraih bahu Jimin pelan.

Tapi Jimin terus mundur menghindari Yoongi.

"Aku menjauhi mu, agar tidak mengganggu, agar kamu tak punya fikiran ingin mati lagi."

"Hanya kamu yang ku punya, aku harus gimana kalau kamu juga gak ada."
Lanjut Jimin berurai air mata.

"Sudah cukup. Aku gak bisa mendengarnya lagi." Pinta Yoongi, lalu menarik tubuh Jimin dan memeluknya erat.

"Aku gak benci kamu, aku hanya gak sanggub menghadapi semua ini"
Bisik Yoongi.

Yoongi tak mampu menutupi lemahnya kali ini, dia menangis dalam pelukan Jimin.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

----- to be continued -----

LOVE LETTER [YOONMIN] || ENDWhere stories live. Discover now