Love Letter part 26

810 88 7
                                    

Hobbie meninggalkan Jimin setelah dirasa Jimin sudah lebih tenang, menyusul Yoongi yang menunggunya di mobil.

Cukup lama Yoongi menunggu Hobbie dimobil, akhirnya Hobbie datang dan duduk dikursi kemudi, melihat Yoongi bersandar dibahu mobil sambik menutup matanya.
Hobbie tak langsung menyalakan mobil, tapi lamat menatap Yoongi.

Yoongi akhirnya membuka matanya, karna menyadari Hobbie tak kunjung menyalakan mesin mobil.

Yoongi memperbaiki posisi duduknya, menatap Hobbie yang memasang wajah marah, tapi Yoongi tak peduli, dia tetap diam saja.
Karna saat ini fikirannya dipenuhi suara tangisan Jimin yang berusaha dia lupakan.

"Yoongia, sebenarnya mau mu apa?". Tanya Hobbie dengan nada tinggi.

"Kenapa kamu terus mengabaikan Jimin?. Kamu tau ini juga gak mudah buat Jimin."
"Mau sampai kapan kamu akan berlarut - larut dalam kesedihan seperti ini ?"

"Hahhh ...?"
"Jika kamu gak sanggub menjaga Jimin, setidaknya jangan sakiti dia, atau setidaknya kuatkan dirimu sendiri, jangan menyiksa diri begini."

"Yoongiaa...."

Suara Hobbie terdengar berat, dia benar-benar kehabisan cara menghadapi Yoongi.

"Musibah adalah musibah, ini sudah takdir, kamu harus dewasa menghadapinya."

Hobbie menggenggam tangan Yoongi dan menangis.
"Kamu membuatku takut, ku mohon jangan kayak gini."

Tatapan Yoongi kosong, sepertinya sudah tak ada lagi airmatanya yang dapat mengalir.

......

Jimin duduk diwarung, rasanya seperti tak punya tenaga untuk langsung bekerja membantu dua sahabatnya yang dengan lincah melayani pelanggan.

Taehyung dan Jk saling pandang, mereka khawatir melihat Jimin yang hanya duduk lemas dipinggir dapur, wajahnya pucat tak berona

"Apa terjadi sesuatu dirumah sakit?".
Tanya Jk sambil meremas-remas pundak Jimin.

Jimin hanya menggelengkan kepala pelan.

Hobbie memapah Yoongi ke kamar, Yoongi berbaring di tempat tidur,

"Malam ini aku ada acara yang benar-benar tak bisa ku batalkan. Aku mungkin akan pulang telat".
Jelas Hobbie sambil menyelimuti tubuh Yoongi.
Walaupun lawan bicaranya itu menutup mata dan tak merespon sama sekali.

.....

Saat sendiri, fikiran Yoongi kembali dihantui bayangan pertemuannya dengan Jimin hari ini.
Suara ratapan Jimin terus terngiang ditelinganya.

Yoongi merasa sangat lelah menghadapi dunia ini. Tiba-tiba wajah papa dan mamanya menyata di lamunannya.

Halusinasi nya bekerja, kedua orang tua mereka seperti sedang memanggil dan menuntunnya.

Yoongi berada di titik terhancur hidupnya, otaknya seperti terlalu bekerja keras lalu stag dan berhenti berfungsi, satu-satunya yang ada difikirannya hanya ingin bertemu dengan kedua orang tuannya.

Yoongi gelap mata, dia melangkah kekamar mandi dikamarnya, dan duduk dilantai bersandar disisi bathub, lalu kembali menangis sejadi-jadinya disana.

.....

Handphone Jimin terus berdering. Jimin mendengarkan orang diseberang berbicara.

Panggilan dari telpon rumah Yoongi, pelayan yang berbicara terdengar histeris.

Yoongi berusaha bunuh diri dengan melukai pergelangan tangan nya.

Pelayan itu sudah berusaha menghubungi Hobbie, tapi Hobbie tak menjawab. Dan akhirnya menghubungi Jimin.

Hp terjatuh dari tangan Jimin, bahkan sebelum mbak itu selesai bicara.
Jimin langsung berlari menuju rumah Yoongi,

Jimin ter engah-engah memasuki rumah.

"Dimana dia?" tanya Jimin

"Dikamar. Dia mengusir saya ketika saya masuk, dan saya melihat banyak darah dilantai."

"Saya tidak berani untuk kembali masuk".

"Dokter juga sudah dalam perjalanan kesini".

Jimin memasuki kamar Yoongi, mendapati Yoongi dilantai kamar mandi.
Tangan kirinya bersimbah darah, sementara tangan kananya masih menggenggam pisau cater.

Yoongi terpaku, tak menyangka bahwa orang yang masuk adalah Jimin.

"Pergi !!!"

Yoongi mengusir Jimin, keputusan nya sudah bulat, Yoongi tak ingin Jimin melihat keadaan nya.

Jimin kaku seperti robot, selangkah demi selangkah dia maju menghampiri Yoongi.

"Aku bilang pergi.."

Jimin meraih pisau yang ada ditangan Yoongi dan lalu berlutut dihadapan nya.
Matanya berkaca-kaca, mulutnya seperti terkunci.

Jimin menggenggam pisau yang sudah berpindah ketanganya itu.

"Ayo kita pergi bersama." Ucap Jimin sambil mengacungkan pisau itu.

"Ayo pergi bersama !!!". Jerit Jimin selanjutnya.

Yoongi berusaha merebut pisau itu kembali dan melemparkannya sejauh mungkin.
Dia tidak menyangka Jimin akan mengancam nya seperti itu.

Jimin melihat pergelangan tanga Yoongi yang terluka tergeletak lemas diatas pahanya, robekan yang cukup besar menganga dan terus mengeluarkan darah.

Jimin menutup luka itu dengan kedua tangannya, agar darah yang deras mengalir itu terhenti,

tak tau apa yang bisa dilakukan, apa yang bisa dikatakan.
Haruskah menangis, atau marah, bagaimana seharusnya menghadapi Yoongi.

Jimin menjatuhkan kepalanya diatas kedua tangannya yang memegang luka Yoongi. Dia bersujud ke paha Yoongi yang menopang tangan mereka.

Jimin menjerit dan menangis sejadi-jadinya disitu, tidak tau lagi apa yang bisa dia katakan pada Yoongi, atau pada situasi ini.

Jimin hanya berfikir Yoongi membencinya sampai ingin mati karna tak ingi bertemu dengannya.

Yoongi meletakkan tangan kanannya di atas punggung Jimin yang sedang bersujud dipahanya dan kini sedang menangis histeris.

Yoongi menarik tubuh mungil itu kedalam dekapannya, memeluk erat tuhuh Jimin. Tangis mereka tak terbendung.

_
_
_
_
_

Dokter datang, dan dibantu pelayan mereka memisahkan dua orang yang sedang berpelukan erat itu.

Yoongi dibawa ke tempat tidur, dokter membersihkan dan menjahit sobekan itu.

Sedangkan Jimin masih tetap bersimpuh dilantai kamar mandi itu.
Dia mengatur nafas dan mengeringkan wajahnya dari air mata.

Entah kekuatan dari mana, tapi Jimin tak merasa akan pingsan kali ini, dia merasa masih kuat berdiri dan berjalan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

----- to be continued -----



LOVE LETTER [YOONMIN] || ENDWhere stories live. Discover now