SII - XXXVII - Sekeranjang Persimmon Masak

33 4 0
                                    

Pagi hari ketika aku sedang duduk di  tempat tidur dekat jendela, laki-laki itu sudah memencet bel rumahku. Aku masih melihatnya dari atas, bergeming dan melihatnya bercengkrama dengan ayah yang membukakan pintu. Beberapa saat kemudian, pintu kamarku diketuk berulang kali.

"Blyhte, ada tamu untukmu." Suara ibu.

Segera setelahnya, aku mengenakan cardigan, menutup tubuhku yang hanya berbalut atasan pendek hitam. Aston duduk di sana, di sofa ruang tamu dan menatapku yang baru saja turun dari atas. Pria itu meletakkan sekeranjang buah persimmon di atas meja dan bergegas berdiri.

"Blyhte," sapanya saat aku sampai di depannya, "Tiana mengatakan sesuatu kemarin?"

Ya, Tiana memang mengatakan banyak hal dan kalimat favoritku darinya adalah saat dia mengatakan terang-terangan mengenai darah rusa untuk saus barbeque, cukup menjijikkan. "Tidak, dia hanya mengantar kotak makan yang kau titipkan untukku. Terima kasih, Aston."

Aston tersenyum, mengangguk kecil. Kemudian aku baru tersadar pria itu berdiri sedari tadi, jadi aku mempersilakannya untuk duduk kembali.

"Tidak usah," tolaknya, "terima kasih, tapi aku harus segera pergi bekerja."

Aku mengantarnya keluar, melambaikan tangan saat dia menyeberang jalan menuju rumah Nyonya Chads. Kuregangkan badan sebelum duduk di sofa ruang tamu, mengamati buah persimmon masak pemberian Aston, membawanya ke dapur. Rodney menyukai buah ini, dia pasti senang kalau kubawakan buah ini untuknya.

Mengenakan hoodie setelah melepas cardigan, aku menenteng tas selempang yang di dalamnya terdapat kotak makan berisi potongan persimmon, berjalan menyusuri Charlotte Road yang masih cukup sepi. Ketika melewati rumah Nyonya Chads, aku meliriknya sebentar, mobil Aston sudah tidak terparkir di dalamya, dia pasti sudah berangkat bekerja.

Kuhela napas, menciptakan kepulan asap dari suhu dingin sekitar. Aku seharusnya memakai paling tidak satu lapis pakaian lagi alih-alih hanya atasan pendek, kukira penghujung musim gugur tidak akan sedingin ini. Udara dingin yang masuk ke dalam paru-paruku menyejukkan sekaligus membekukan. Kujamin Rodney tidak akan bersedia keluar di pagi hari seperti ini, dia pasti memilih bergelung dalam selimut hangatnya paling tidak sampai suhunya cukup hangat.

Kupilih jalan pintas menuju rumahnya, melewati jalan utama akan cukup menyita waktu. Pandanganku mengedar ke sekeliling, rumah-rumah dengan pintu kayu yang masih menutup, helaian daun cokelat berguguran di jalanan aspal dan rumput-rumput taman, dan ....

"Blyhte Alison ...."

Oh, apa aku mendengar sesuatu? Bisikan halus seperti tengah terbawa embusan angin. Aku bergeming, di area pejalan kaki yang lengang tanpa orang, kakiku bergeming di tempatnya, memenuhi insting yang membuatku menajamkan pendengaran, tapi meskipun beberapa waktu telah berlalu sampai sebuah sedan melewati jalanan di sampingku, aku tidak lagi mendengar apa pun. Suara sekilas yang membuatku seolah berhalusinasi, meragukan akal sehat dan kesadaranku sendiri. Apa yang baru saja kudengarkan?

Membasahi kerongkongan, aku kembali melangkah, kali ini cukup cepat karena rasanya seperti ingin berlindung dalam rumah Rodney yang hangat dari rambatan energi panas penghangat ruangan. Ketika aku sampai di depan rumahnya, kuketuk pintunya beberapa kali.

Tidak mendapati jawaban, kuketuk sekali lagi dahan pintu di depanku. Ceroboh sekali aku tidak membawa ponsel, sekarang biarlah aku membeku menunggu Rodney membuka pintu dan ....

"Blyhte?" Rodney mengucek matanya. Lihat, aku benar bahwa dia bergelung dalam selimutnya. Rodney sedang hibernasi musim gugur, dasar beruang madu!

Aku melangkah masuk dan dia menutup pintu di belakangku. Kuberikan tas selempang padanya, tanpa harus menjelaskan lebih lanjut. Laki-laki itu mengangkat kotak makan transparan di dalamnya sebelum berbinar. "Untukku?"

Hunting the Werewolf [On Going]Where stories live. Discover now