XIV - Pergi Ke Suatu Tempat

63 14 0
                                    

Kemarin salju turun untuk pertama kalinya di bulan Desember. Tidak ada hujan yang sering mengguyur dengan deras. Alih-alih mengenakan payung seperti biasa, orang-orang yang berjalan di trotoar menutup kepala mereka dengan bagian belakang jaket atau mengenakan topi bobble.

Mobil pembersih salju berkeliling di jalanan, menyingkirkan salju-salju di atas aspal yang mengganggu kendaraan. Lampu-lampu menyala dari pusat perbelanjaan terlihat lebih berwarna dengan latar belakang putih di sekelilingnya. Pusat kota terlihat lebih ramai hari ini, mungkin karena ada pertunjukan orkestra di Symphony Hall.

Kursi-kursi merah melingkar penuh hingga lantai empat, menghadap panggung dengan tirai hitam di bagian belakangnya. Aku dan Rodney berada di lantai dua. Pertunjukan mulai beberapa saat lalu. Gabungan suara yang dihasilkan piano, gitar, dan drum dengan satu penyanyi di atas panggung berhasil membuat Rodney bahagia. Dia menyukai musik, termasuk juga pertunjukan orkestra.

Di tengah alunan musik itu, mataku menangkap sesuatu, seseorang baru saja duduk di seberang kami, di depan sana. Rambutnya putih dengan kulit yang sama, mengenakan kaus lengan pendek dan menatap orkestra yang sedang berlangsung. Rambut putih itu seperti mengingatkanku pada sesuatu, tapi ... apa?

Ranjang dan selimut kamar, tumpukan salju di luar, gaun Glenda, susu yang kuminum pagi tadi, jubah mandi di cottage, laki-laki di taman, ... laki-laki di hutan juga memiliki warna rambut yang sama! Aku tidak mungkin salah jika ingatanku tidak dimanipulasi. Orang di seberang sana terlihat mirip dengan yang kutemui di hutan. Apa dia orang yang sama? Mungkin aku bisa mendapat petunjuk dengan menanyakan beberapa hal. Tanganku dicekal Rodney ketika aku berdiri, dia terlihat heran.

"Pertunjukannya baru dimulai. Kau tidak suka?" tanyanya.

Aku melepas tangan Rodney hati-hati. "Tunggu di sini, nikmati saja pertunjukannya. Aku akan ke seberang sana."

Setelah melepaskan diri, aku berjalan cepat memutar menuju seberang, berulang kali meminta maaf karena menghalangi pandangan pengunjung lain. "Permisi?" ujarku sedikit keras karena suara orkestra mendominasi ruangan dan dia menoleh, "apa kau merasa pernah bertemu denganku?"

Laki-laki itu terlihat lebih berbeda dan aku mulai ragu dengan ingatanku sendiri apa benar dia yang berada di hutan saat itu. "Bertemu denganmu saja aku baru kali ini. Apa kau teman kekasihku?"

Aku segera meminta maaf sebelum semakin menambah gumaman orang yang merasa terganggu. Raut wajah laki-laki itu jelas tidak berbohong dan perempuan berjaket merah muda di sampingnya yang ternyata kekasihnya menggeleng saat dia menanyakan apakah aku merupakan temannya.

Ketika aku berbalik untuk menatap Rodney yang masih menatap orkestra dengan penuh minat, di atas tempat duduk kami berdua di seberang sana, seorang laki-laki berambut putih duduk menghadap panggung. Namun, pandangannya mengarah kemari. Entah apa yang dia lihat, tapi kali ini aku tidak mungkin salah.

Orkestra masih berjalan dan laki-laki itu menyelip di antara orang-orang dan berjalan ke luar ruangan pertunjukan saat kami bertatapan. Aku berjalan lebih cepat, menatap arah perginya karena takut dia menghilang begitu saja. Namun, saat sampai di lantai tiga, dia tidak berada di sana.

Memutar arah, aku berlari menerobos pintu keluar, menoleh ke sana-kemari, berharap menemukan apa yang kucari. Melesat di antara orang-orang yang berlalu-lalang di dalam gedung Symphony Hall tidak begitu melelahkan dibandingkan di atas trotoar. Di tengah-tengah ramainya orang, surai putih tanpa penutup kepala itu menonjol meskipun berwarna seperti salju. Setengah berlari, pandanganku fokus pada keberadaan sang laki-laki bersurai putih.

Bahuku berulang kali menabrak orang-orang, baik mereka yang berjalan searah maupun menuju arah gedung orkestra. Jarak laki-laki itu semakin jauh, tertutup dengan bahu-bahu orang lain di belakangnya. Aku hampir terjungkal ketika tersandung alas kaki yang kupakai sendiri, tetapi berhasil ditahan oleh seseorang yang menarikku ke samping. Seorang wanita berambut pirang dan aku mengenalinya.

"Bukankah sebuah takdir bahwa kita bertemu di sini?" Cordelia mengeratkan syal di lehernya. "Kau terlihat terburu-buru, Blyhte. Aku akan pergi ke Symphony Hall," tunjuknya pada gedung menjulang yang tak jauh dari tempat kami berdiri, "maukah kau pergi ke sana bersamaku?"

Aku menggeleng dengan mata menatap liar ke segala penjuru, sepertinya akan semakin jauh kehilangan jejak laki-laki itu karena Cordelia menahanku sedari tadi. "Aku baru saja dari sana, pertunjukannya baru dimulai. Kau harus cepat ke sana supaya tidak melewatkan banyak hal."

"Lalu, kau mau ke mana?" tanyanya.

"Ada sesuatu. Maaf, semoga harimu menyenangkan." Setelah melepas paksa cekalan tangan Cordelia yang dingin tanpa sarung tangan, aku berlari kembali, lebih jauh dibandingkan sebelumnya. Orkestra mungkin akan selesai setelah 45 menit. Ada tiga puluh menit untuk menyelesaikan urusan ini, itu artinya aku harus bergegas.

"Jangan bercanda, apa aku harus kembali menemui Glenda kalau tidak berhasil menemukannya?" Aku membungkuk dan menumpu pada lutut untuk mengatur napas, kelelahan berjalan tanpa arah menyusuri trotoar Birmingham.

Terlalu jauh, Rodney akan kesulitan mencari, aku harus kembali. Namun, tampaknya aku memang tidak seharusnya kembali saat ini, karena laki-laki itu berdiri di sana, beberapa puluh meter dari tempatku berdiri, di samping sebuah mobil, seolah tengah menunggu.

Tidak membuang kesempatan, aku memacu lari ke arahnya sekuat tenaga. Tersengal, aku berusaha meraup udara dengan mencengkeram pergelangan tangan laki-laki di depanku. Kami bertatapan, dia tidak melakukan perlawanan apa pun atas tindakanku. Rambut putihnya yang tidak biasa di kalangan orang-orang Britania tertiup angin lembut, dan dia menarikku ke dalam mobilnya tanpa membuat orang-orang merasa curiga karena aku tidak berniat berteriak.

 Rambut putihnya yang tidak biasa di kalangan orang-orang Britania tertiup angin lembut, dan dia menarikku ke dalam mobilnya tanpa membuat orang-orang merasa curiga karena aku tidak berniat berteriak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hunting the Werewolf [On Going]Where stories live. Discover now