XXII - Jantung

74 14 7
                                    

Pukul setengah tiga sore. Awan kelabu sedikit demi sedikit menguasai langit di atas jam raksasa Universitas Birmingham, menutup keberadaan langit biru di baliknya. Langit tidak segelap kemarin atau mungkin belum. Cuaca akhir-akhir ini sering memberontak dari perkiraan cuaca. Halaman depan universitas yang ditumbuhi rumput pendek dipenuhi mahasiswa, di antara orang-orang itu, Rodney dan Shane berjalan beriringan. Laki-laki USA populer itu melambaikan tangan ke arahku sebelum akhirnya pergi meninggalkan kami berdua.

"Pulang sekarang?" tawar Rodney, menggandeng tanganku.

Aku mengangguk kaku. Sebenarnya, berbagai hal memenuhi pikiranku. Langit seolah menunjukkan sesuatu. Apa Glenda mengetahui tentang ini? Apa langit Wolverhampton menunjukkan kondisi yang sama? Pantulan cermin mobil Rodney menggambarkan diriku yang tengah mengerutkan kening tanpa sadar, leherku yang tidak tertutup apa pun melukiskan goresan-goresan kering.

"Apa masih sakit?" Rodney menoleh sejenak, lalu kembali fokus pada jalanan.

"Tidak," sahutku setelah beberapa detik terdiam.

Roda kendaraan Rodney terhenti ketika rumah bercat putih berada di samping kiri kami. Aku turun dari mobil, melambaikan tangan ke arahnya dan menunggu hingga mobil Rodney menghilang ketika berbelok di Spring Rd. Bergegas membalik badan, setengah berlari aku masuk ke dalam rumah dan menyambar kunci mobil di laci nakas kamar kemudian keluar tanpa berlama-lama.

Deru mobil yang kukendarai bagaikan pekikan kuda yang bersemangat ketika aku menghidupkan mesinnya. Meluncur keluar halaman rumah, aku berharap kali ini Glenda tidak akan benar-benar menyediakan teh rendaman Biston betularia.

Bristol Rd tampaknya sibuk saat ini, kendaraan-kendaraan terpaksa menunggu sedikit lama agar mereka dapat melaju menuju tempat tujuan. Cukup padat, mobil-mobil dengan plat nomor berwarna kuning yang didominasi dengan huruf pertama 'B' mengeluarkan suara bising, berbaris rapi di sepanjang jalan. Aku mengembuskan napas kasar, mengusap wajah, sepertinya akan sampai saat malam tiba karena ini akan memakan cukup waktu.

Mencoba bersabar, aku menengok ke samping jalan. Bangunan-bangunan cokelat dari susunan batu-bata menjadi hiasan jalan Bristol, jalanan utama kota Birmingham. Di sebelah kiri, para pejalan kaki akur dengan dunia mereka masing-masing. Awan kelabu telah menutup langit sepenuhnya, tinggal menunggu waktu dan hujan akan mengguyur jalanan. Kuharap angin bersahabat dan tidak mengamuk seperti kemarin.

Ponselku rupanya ingin menyita perhatianku barang sejenak, layarnya tertulis nama Rodney Halard. Panggilan yang sepertinya tidak akan berhenti jika tidak kuangkat.

"Aku berada di belakang mobil di sampingmu, Blyhte."

Aku menengok ke samping, memastikan kebenaran dari apa yang kudengar. Benar saja, melalui kaca, terpantul Rodney yang menurunkan kaca jendelanya, menatap kemari.

"Sudah kubilang aku tidak akan pergi, kan? Jangan membahayakan dirimu sendiri, aku tahu dari gelagatmu tadi. Meskipun aku payah dalam menembak, tolong izinkan aku tetap berusaha melindungimu dengan cara lain."

Aku mengerutkan kening, bibirku bergetar. Pandanganku terasa semakin buram seiring waktunya. Memutus sambungan terlebih dahulu, kulempar ponsel itu ke tempat duduk di samping. Hujan belum mengguyur jalanan, tapi pandanganku pada dunia di balik mobil menjadi buram. Cepat-cepat kuusap hal yang mengganggu pandangan ketika kendaraan di depanku mulai melaju dengan lancar. Sebentar lagi aku akan melaju cepat di jalan lengang tol untuk mempersingkat waktu menuju kota Wolverhampton. Meskipun ingin melarang, aku tidak bisa menghentikan Rodney saat ini. Ketika berhasil memasuki tol, aku menginjak gas, melaju dengan cepat. Rodney menyusul di samping, mobilnya seakan berusaha menyalip dan ingin berada di depan.

"Kau bercanda, Rodney Halard."

Kami melewati rute menuju pintu keluar daerah Wolverhampton. Kondisi langit jauh lebih buruk, Wolverhampton bagai dikungkung awan-awan gelap di angkasa. Jalanannya tidak padat seperti Birmingham. Orang-orang Wolverhampton mungkin memilih berlindung di balik kediaman mereka masing-masing.

Cottage milik Glenda dapat kutemukan jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Ketika aku keluar dari mobil dan Rodney berdiri di sampingku, langit terlihat lebih jelas dibandingkan dari dalam mobil. Awan gelap datang dari arah utara, yang jika kubaca dari peta digital adalah letak hutan Cannock Chase AONB. Daerah hutan yang tidak digunakan sebagai wisata, daerah pinggiran yang digunakan sebagai titik lokasi pertemuan untuk perburuan.

Perasaan cemas memenuhi relung hatiku, apa yang tengah terjadi di sini? Kuketuk pintu cottage kediaman Glenda yang terbuka tidak lama kemudian. Glenda pucat pasi, gaun putihnya bagai menjiwai telapak tangan wanita muda itu yang terasa dingin ketika menyentuh lenganku.

"Dia mencoba menghancurkan perisaiku," ujarnya tiba-tiba.

Rodney menutup pintu setelah masuk mengikutiku yang diseret Glenda ke dalam. Glenda menggigit bibir, kening wanita itu mengerut dalam, tubuhnya yang terbiasa tegak anggun sedikit membungkuk ketika memegangi kedua lenganku.

"Kalian tidak seharusnya ke sini. Dia sudah dua hari berusaha menghancurkan perisainya, dia sudah melakukannya sejak dulu ...," Glenda berdiri tegak kembali, suaranya sarat akan rasa cemas dan ketakutan, "selalu gagal selama ini, tetapi aku tidak yakin perisainya akan bertahan lebih lama lagi. Kekuatannya berimbas pada alam." Dia menatap ke arahku, memohon untuk sesuatu yang tidak kuketahui. "Pulanglah, Blyhte. Dia akan mengincarmu, dia butuh sesuatu yang kau miliki."

Rodney tampaknya tidak mampu bersabar untuk diam lebih lama. Tangannya melingkar di tubuhku dan menarikku menjauh dari Glenda. "Apa yang kau maksud? Siapa yang mengincar Blyhte?"

Glenda menatap netraku dalam setelah berpaling dari Rodney, dia membasahi kerongkongannya susah payah. "Kakakku ... Cordelia, yang berusaha mengincarmu karena dia membutuhkanmu sebagai bagian dari rencananya."

Gemuruh mulai bersahutan, kilatan petir menyusulnya. Tidak ada musim semi dengan cuaca hangat. Saat ini, segalanya terasa dingin. Bahkan tubuhku yang tertegun mendengar suatu pengakuan tiba-tiba dari Glenda. Wanita muda itu meremat-remat gaunnya, dikuasai rasa cemas.

"Beritahu aku ... semuanya," ujarku pelan.

Glenda terlihat kebingungan. Aku mengerti bahwa ini akan semakin berbahaya jika aku mengetahuinya, tetapi tanpa tahu apa yang berusaha dia sembunyikan, kondisi ini telah menjadi berbahaya untukku. Ragu-ragu, dia mendongak menatapku dan Rodney, bangkit dari ketakutannya yang memaksa kepala wanita itu menunduk. "Jantung werewolf dapat membuatnya semakin kuat."

Satu jawaban dari Glenda berhasil memukul telak keingintahuanku mengenai mereka.

"Cordelia ingin memilikinya, tetapi aku mengetahui hal itu dan lebih dahulu membuat perisai pelindung untuk hutan Cannock Chase," Glenda menggigit bibir, menunduk lagi, "sejak kami remaja, kakak selalu melakukan eksperimen dengan bagian tubuh makhluk mitologi. Awalnya hanya sehelai bulu sayap harpy yang ditemukannya setelah berkeliling Strofades atau sisik siren dan mermaid yang terlepas ketika mereka berjemur di bebatuan."

Angin di luar nampaknya mengamuk seperti kemarin. Suara dedaunan terdengar begitu jelas bagai gesekan senar biola yang menghasilkan bunyi.

"Namun, suatu hari, Cordelia tidak sengaja menemukan fakta bahwa jantung werewolf yang hidup di hutan mistis cannock chase memiliki energi cukup kuat ... yang terlahir dengan darah terlindungi melalui perjanjian berabad-abad lalu antara pendahulu mereka dan para dryad yang hidup berdampingan dalam hutan," jelas Glenda, "jantung werewolf pertama yang berhasil Cordelia miliki adalah jantung pemimpin pack saat itu ... jantung milik kekasih Demelza."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hunting the Werewolf [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang