XX - Dia Mengawasi Kami

60 12 6
                                    

Shane mengajak kami berkeliling hutan Cannock di hari terakhir. Jalan yang cukup untuk dilewati tiga orang diapit pepohonan pinus di sisi kanan-kiri, dialiri udara segar. Kami harus bergantian melompati batu-batu yang disusun lurus ketika menyeberangi sungai kecil yang tidak tahu mengarah ke mana. Bunga-bunga ungu tumbuh menyembul di antara rumput-rumput pendek, warnanya seperti lavender, tetapi mereka bukanlah bunga pengusir nyamuk itu.

"Petugas bilang, di hutan ini ada rusa dan tupai!" Cael berteriak riang, berjalan di depan sana bersama Ned dan Shane.

Tidak menutup kemungkinan juga ada werewolf, pikirku. Bunga-bunga ungu itu menghias beberapa titik hutan Cannock chase. Musim semi, hewan-hewan terbangun dari hibernasi panjang mereka, hutan dipenuhi suara satwa. Musim bunga, para tumbuhan berwarna turut merayakan musim di mana mereka tumbuh dan mekar, mengeluarkan nektar, memanggil para serangga. Shane memberi instruksi agar kami beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.

Aku tidak tahu bagaimana hutan ini sanggup menyimpan terlalu banyak misteri. Perempuan berambut cokelat sepanjang pinggang itu bersembunyi mencengkeram batang pinus yang lebih kecil, jaraknya sedikit jauh dan tersembunyi dari kami. Dia jelas terlihat marah dan kesal. Tidak ada orang yang akan mengerutkan dahi dan mengeraskan rahang dengan tatapan seperti itu kecuali dia dikuasai marah atau sedang menahannya. Namun, mengapa? Apa kami telah melanggar peraturan?

Rodney tersedak air minumnya lalu batuk-batuk. "Blyhte? Tunggu, Blyhte!" Aku masih dapat mendengar suara batuknya ketika berlari menjauh dari rombongan. Juga dapat mendengar seorang perempuan berteriak heboh 'off the woods!'. Aku tidak mendengar apa pun lagi setelah berlari semakin jauh masuk ke hutan. Mungkin aku telah menginjak bunga-bunga ungu beberapa kali. Mereka tidak akan bisa mengejar, aku telah sering mendengar orang-orang mengeluh aku berlari terlalu cepat. Namun, aku juga merasa kesusahan mengejar perempuan berambut cokelat itu,
dia sangat lincah seperti kijang.

"Hei! Tolong berhenti! Aku hanya ingin menanyakan sesuatu!" teriakku. Perempuan itu berbelok ke kanan, memasuki daerah hutan yang lebih rimbun. Aku menengok ke belakang, menghafal rute, kemudian ikut berbelok mengikutinya. Rasanya bagai diburu hewan buas ketika terjangan itu terjadi secara tiba-tiba beberapa langkah kaki setelah aku berbelok arah. Lututku yang tergesek tanah ketika berguling rasanya perih, aku terpental ke samping dalam keadaan telentang. Di atasku, perempuan itu menggeram marah, tangannya mencekik leherku kuat.

"How dare you ...," ujarnya, "beraninya kau datang ke teritori kami!" Rambut cokelat tuanya menjuntai bagai tirai yang menghalangi pandanganku pada dunia luar. "Manusia ... tapi juga berbau lain. Aku benci manusia."

Napasku menipis, udara rasanya semakin sulit untuk kuraup. Tanganku tidak sanggup menjauhkan tangannya dari leherku. Susah payah aku mencoba mengorek informasi darinya walau kesulitan berbicara, karena itulah tujuanku berlari menerobos hutan mengikuti perempuan ini. "Apa ... kesalahan ... kami?"

"Kekasihku. Manusia ... kalian membunuhnya! Apa salahnya?" Dia semakin marah. Keraguan menguasai, aku mungkin telah mengatakan hal yang semakin membuatnya berbahaya. "Kalian tidak tahu bagaimana rasanya tersiksa sepanjang waktu dengan hati terasa tercabik melihat mate yang ...." Air matanya turun, dia menangis tersedu, kemudian kembali dikuasai amarah yang menggebu, mencekik leherku semakin erat dengan tangannya. "Aku ingin membunuh kalian semua."

"Kau Demelza ...." Meraup oksigen sebanyak mungkin yang kubisa, aku membantingnya ke tanah ketika dia tertegun dan berdiri terbatuk-batuk. Tersengal lebih parah daripada berlari setelah waktu yang cukup lama. "Jadi kau Demelza."

"Siapa yang memberitahumu namaku?" Dia bangkit perlahan dan tubuhnya menegang.

Aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya, tapi laki-laki di hutan saat itu, Warden, pernah mengatakan kalau Demelza mengincar para manusia. Dia menggeram, aku membasahi kerongkongan susah payah ketika giginya bergemeletuk, mata perempuan itu menatap tajam seolah siap untuk mencabik-cabik.

Demelza maju mendekat ke arahku. "Makhluk sepertimu ingin aku hancurkan. Kembali saja ke daerah kalian sendiri! Vam-"

"Demelza!"

Laki-laki itu berlari dari tengah hutan, rambut putihnya disinari mentari. Dia mencekal tangan Demelza. "Kau tidak seharusnya di sini, kembalilah ke pack."

"Aku ingin membunuhnya! Lepaskan aku, Warden!" Demelza terlihat bersusah payah melepaskan cekalan tangan Warden.

Laki-laki itu melihatku seolah memberi isyarat untuk segera pergi. Demelza semakin memberontak dengan liar, Warden menariknya paksa pergi berlari menembus pinus-pinus, menuju daerah gelap di depan sana. Mata perempuan itu menatapku untuk sepanjang dia berusaha melepaskan diri dari Warden. Hingga sosok keduanya yang menghilang di ujung sana, aku masih berdiri kaku. Badanku merosot ke tanah memegangi leher yang terasa perih.

Demelza benar-benar berniat membunuhku seperti yang dikatakannya.

Demelza benar-benar berniat membunuhku seperti yang dikatakannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku tahu kau ...," Shane menatapku, "sangat nekat."

Setelah tersesat beberapa kali, aku menemukan seseorang dari rombongan kami yang turut berlari mengejarku. Rombongan jurusan sangat heboh ketika aku kembali. Desas-desus bahwa aku kehilangan akal karena tiba-tiba berlari menerobos hutan terdengar menyambut dengan sukacita.

"Apa yang kau kejar?" bisik Rodney ketika kami berjalan pulang menuju gerbang depan hutan wisata setelah menekuk semua tenda dan membereskan barang keesokan harinya, "kau terlihat seperti orang yang takut kehilangan sesuatu jika tidak mengejarnya."

"Tidak ada," dustaku. Luka di leherku ternyata mengeluarkan darah ketika kemarin Rodney yang pertama kali menyadarinya. Perih, kuku Demelza mungkin menggoresnya ketika dia mencekikku kemarin

"Aku tidak percaya bahwa ranting yang menggores lehermu seperti yang kau katakan kemarin malam, Blyhte," ujar Rodney tiba-tiba, dia menoleh menatapku, "tapi aku tidak akan bertanya jika kau tidak mau mengatakannya sendiri."

Mobil yang ditumpangi aku dan Rodney menjadi yang terakhir keluar dari halaman parkir. Kemah tiga hari yang telah lewat memberiku banyak petunjuk dan jawaban. Aku meraba leher yang terbalut syal hitam milik Rodney. Demelza benar-benar ada dan dia memang berniat mengincar manusia. Lalu apa yang Warden lakukan di sana? Dia tiba-tiba muncul. Apa dia memang seorang petugas pengawas hutan?

Gerbang hutan wisata itu masih terbuka lebar, beberapa pengunjung lain datang dan masuk ke dalamnya. Pagi di hutan Cannock Chase memang sangat menakjubkan dan indah, tapi kuharap mereka semua segera kembali sebelum menjelang malam. Aku melupakan Glenda. Kalau dia tahu bahwa aku masuk hutan dan mengabaikan peringatannya, tidak dapat kupastikan apa yang akan wanita berambut perak itu sajikan di kedatanganku ke kediamannya berikutnya. Mungkin teh mawar yang dibuatnya menjadi gurauan atau benar-benar air rendaman Biston betularia.

 Mungkin teh mawar yang dibuatnya menjadi gurauan atau benar-benar air rendaman Biston betularia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hunting the Werewolf [On Going]Where stories live. Discover now