XIX - Mencari Meridia yang Hilang

52 13 2
                                    

Dingin, cukup gelap untuk menjadi satu-satunya orang keluar tenda di pagi yang terlalu buta. Kutarik resleting tenda agar menutup kembali, Rodney masih terlelap di dalam. Sudah kupastikan tidak ada orang yang berada di luar sepagi ini. Aku berusaha berjalan seringan kapas tanpa menimbulkan terlalu banyak suara, ponselku berada di tangan kanan, akan kubutuhkan ketika masuk ke dalam hutan nanti. Meridia mungkin kedinginan juga kelaparan, dia bisa saja termasuk salah satu orang yang tidak berdamai dengan suhu dingin seperti Rodney. Menunggu fajar menyingsing akan membuatnya menunggu lebih lama dalam ketakutan dan rasa cemas. Aku tidak ingin membuatnya merasa ditinggalkan.

Hutan berada tepat di depan. Jika berniat kembali, aku hanya perlu berbalik dan berlari menuju tenda. Kunyalakan senter ponsel yang tidak kugunakan semenjak tiba di hutan Cannock, berjalan perlahan memasuki kubah kegelapan yang terasa menyeramkan. Bulu kudukku merespon sangat cepat. Dingin ... takut, apa ini yang Meridia rasakan sepanjang malam menanti seseorang?

Aku mempercepat langkah, seharusnya dia tidak berjalan terlalu jauh jika hanya buang air. Mengikuti insting, aku berjalan lurus mengikuti jalan setapak, area ini masih terurus dan telah dijamah manusia. Sebenarnya, kemana Meridia? Kakiku mulai kedinginan setelah berjalan cukup lama. Aku tidak tahan berjalan lebih lama, kuputuskan berlari sembari menyerukan namanya, "Meridia!"

Hening, tidak ada sahutan kecuali suara kodok dari kejauhan. Aku tiba-tiba curiga kodok itu juga bernama Meridia. Tersengal, aku berhenti berlari. Jalan bercabang menjadi dua dan kuputuskan mengikuti arah di mana suara-suara hewan terdengar. Tempat yang terlalu sepi terasa lebih berbahaya karena aku tidak tahu apa yang bersembunyi di dalamnya dan mengintai dalam gelap.

"Meridia!" teriakku, "Meridia!" Ia harus segera kutemukan sebelum fajar. Aku kembali berlari mengikuti insting, teringat Warden yang seolah mengerti peta hutan Cannock. Apa laki-laki itu adalah petugas hutan wisata Cannock Chase? Di tengah kefrustrasian yang kualami, gumaman itu terdengar. Kata-kata permintaan tolong yang sarat akan harapan. "Meridia?"

"Siapa di sana?" teriakan ketakutan itu menyapa telingaku. Isak tangisnya melemah, seperti telah menangis semalaman suntuk. Gemetar dalam suaranya tertangkap dengan jelas, ketakutan yang teramat dalam.

"Meridia!" Aku berlari menuju hutan pinus di kiri. Meridia di sana, perempuan populer berpakaian mode terkini itu meringkuk di bawah salah satu pohon pinus. Dia terlihat kebingungan saat melihatku, kemudian menangis kencang dan menarikku ke arahnya.

Pelukan Meridia sangat erat. Dia seperti takut sendirian kembali di dalam hutan. "Blyhte ... Blyhte. A-aku bertemu seseorang yang menarikku ke dalam hutan, tatapannya dingin, dan dia mengatakan hal-hal aneh. 'Apa kau seorang siren?' 'suaramu indah seperti mereka' 'tapi baumu manusia, aku tidak suka manusia'." Meridia berdiri dengan gemetar, dia merapat dan melingkarkan tangannya di lenganku erat. "Ayo, segera pergi. Dia mungkin akan datang kembali. Dia hampir membenamkan kuku panjangnya padaku kalau saja tidak muncul seseorang lainnya."

Menenangkan Meridia lebih sulit dibandingkan perempuan yang ditenangkan Shane tadi malam. Namun, masuk akal karena dia telah mengalami hal-hal yang tidak kami ketahui. Aku tidak bisa mengajaknya berlari agar sampai lebih cepat dengan Meridia yang seperti ini. Kami menyusuri hutan dengan berjalan perlahan dan aku berusaha keras mengingat rute yang kulewati agar tidak tersesat.

"Meridia?" panggilku hati-hati, "kau ingat ciri-ciri seseorang yang menarikmu ke dalam hutan?"

Cengkeraman Meridia di lenganku semakin erat, kami berjalan sangat rapat di jalan setapak menuju perkemahan. Dia melihat sekeliling dan berbisik kepadaku seolah takut para pinus juga akan mendengar, "rambutnya cokelat gelap sepanjang pinggang. Pakaiannya cukup terbuka di lingkungan seperti ini."

Aku terhenyak, menuntun Meridia menuju perkemahan yang berada di depan mata ketika fajar menyingsing dan orang-orang ribut berkumpul di depan danau. Kami berhasil keluar dari hutan. Meridia berlari menghambur ke arah perempuan yang menangis tadi malam. Rodney berlari dengan raut wajah cemas, tubuhku ditarik ke arahnya. Embusan napas itu menyapa puncak kepalaku, "aku tahu kau akan baik-baik saja, aku tahu, tapi tetap saja kau terlalu nekat."

Tidak ada yang kulakukan selain mengusap punggung Rodney yang bergetar. Dari balik punggungnya, aku melihat Shane menatap ke arah kami, dia tidak tersenyum seperti biasa, mungkin tengah menganalisis keadaan yang tengah terjadi.

 Dari balik punggungnya, aku melihat Shane menatap ke arah kami, dia tidak tersenyum seperti biasa, mungkin tengah menganalisis keadaan yang tengah terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meridia tidak ingin tinggal lebih lama. Bersama seorang teman perempuannya yang menangis tadi malam, dia meninggalkan perkemahan tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya dialaminya pada anak-anak jurusan lain. Aku tidak mengerti apakah Meridia enggan bercerita kembali atau ingin segera meninggalkan tempat ini, tapi yang dia katakan hanyalah 'aku tersesat', seolah telah melupakan detail sebenarnya.

Hari kedua bagi kami berjalan lancar. Setelah Meridia dan temannya memutuskan pergi, kegiatan berjalan kembali sesuai rencana. Penyusunan acara dilakukan oleh Shane, hampir seluruh kegiatan diatur olehnya. Di sela-sela acara kebersamaan itu, Ned menghampiri dan menarik tanganku menuju bagian samping tenda paling ujung. Raut wajahnya khawatir, alih-alih tersenyum dan melontarkan kalimat-kalimat yang membuat Rodney mengepalkan tinju,
dia mengerutkan kening.

"Listen, aku mendengar Shane menyebut namamu tadi malam, tetapi aku tidak tahu dengan siapa dia berbicara, Shane berdiri di tepi danau sendirian," Ned mengambil napas, gugup, kemudian melanjutkan, "awalnya kukira dia sleep walking dan berjalan menuju tepi danau, -aku tidak mudah tidur nyenyak di tempat baru, itulah mengapa aku tahu dia keluar di tengah malam- karena kupikir akan berbahaya membiarkannya begitu saja, aku bersiap keluar ketika dia menyebut namamu."

Aku semakin tidak mengerti apa yang aneh dari menyebut namaku. Ned sendiri pernah melakukannya karena aku pernah melihat dia membicarakanku dengan temannya yang berasal dari fakultas lain.

Ned melirik Shane yang menggelar tikar untuk menyiapkan sarapan bersama lainnya dari balik tenda. "Listen," katanya lagi, "Shane mengatakan sesuatu yang aneh. 'Blyhte pasti akan melakukannya', 'ini cukup untuk menguji apakah dia memang memiliki pengaruh'. Tidakkah kau merasa bahwa itu cukup mencurigakan?" tanya Ned.

Aku tertegun, apakah Shane telah menduga bahwa aku akan pergi ke hutan untuk mencari Meridia? Tapi bagaimana? Apa sikapku terlalu mudah dibaca?

"Aku pergi dulu. Segeralah bergabung dengan lainnya agar tidak ada yang curiga." Ned pergi dengan melewati tenda paling belakang. Aku mengintip Shane yang duduk di sana membelakangiku. Kurasa Ned salah paham, Shane bukanlah orang yang akan merencanakan hal buruk pada orang lain. Orang periang sepertinya tentu telah bergaul dengan bermacam-macam tipe manusia, pergerakanku mungkin terbaca ketika aku menatapnya tadi malam sebelum dia masuk ke dalam tenda.

 Orang periang sepertinya tentu telah bergaul dengan bermacam-macam tipe manusia, pergerakanku mungkin terbaca ketika aku menatapnya tadi malam sebelum dia masuk ke dalam tenda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hunting the Werewolf [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang