SII - XXXII - Aroma perkamen

24 6 0
                                    

"Sebaiknya kau mengatakan hal yang sebenarnya, Blyhte," tuntut Rodney.

Lepas dari cengkeraman orangtuaku di rumah, laki-laki itu mengajakku pergi sarapan. Interogasi berkedok sarapan menurutku. Oh, Rodney tidak tahu bahwa aku belum sempat mandi karena dia menarikku begitu dia meminta izin untuk membawaku ergi keluar. Semoga saja dia tidak mencium bau.

"Aku tahu kau tidak mengunjungi bibimu," selidiknya.

Alisku terangkat mendengarnya, sudut bibirku tertarik ke atas. "Memang kau tahu aku pergi ke mana?"

"Tidak," jawabnya singkat.

Aku menyeringai. "Ada hal yang memang lebih baik tidak kau ketahui, Rodney."

***

Ini pertama kalinya percakapanku dengan Glenda menggunakan telepon, meskipun dia menggunakan telepon kabel yang terlihat tua di meja reservasi tamunya dan bukan telepon genggam yang dia khususkan untuk menerima reservasi cottage.

"Teh lavender, Blyhte?" tawarnya di telepon.

Aku bisa mendengar suara air yang dituangkan dari teko ke dalam cangkir. "Tidak berminat dengan teh eksperimenmu, Glenda," jawabku, "teh ekstrak kulit katakmu yang terbaik." Tawanya yang halus menguar dari telepon, aku harus menunggu beberapa saat sampai dia berhenti mengikik kegelian di sana. "Tolong luangkan waktumu untukku satu hari saja."

"Bosan di rumah?"

Dari balik jendela kamarku yan menghadap ke halaman depan, aku melihat anjing ras Basenji Nyonya Chads sedang mengejar frisbee-nya yang dilempar seseorang. "Temani aku menemui ras werewolf hutan Cannock Chase."

Kuputuskan sambungan sepihak sebelum menuruni tangga dan membuka pintu luar. Gonggongan anjing Nyonya Chads terdengar jelas dari balik pagar. Aku perlahan mengintip dari balik tembok putih yang menjadi pagar rumahku, menemukan sesosok laki-laki yang pernah kutemui saat itu. Keponakan Nyonya Chads.

"Hi, Blyhte!" sapanya.

Aku sontak menyembunyikan diri di balik pagar, berjongkok dan merutuki tindakanku sendiri. Ini malah membuatku terlihat seperti penguntit mesum. Berdeham, aku berdiri dengan canggung, melemparkan lambaian tangan ke arahnya. Nyonya Chads pasti memberitahu namaku kepadanya.

"Mau bergabung dengan kami?" tawarnya. Kami yang dia maksud adalah dirinya sendiri dan anjing Basenji itu. Oh, lihat, ekornya sudah bergerak ke sana-kemari saat melihatku. Sejujurnya, aku tidak mau keluar dari benteng istanaku, tetapi rasa penasaranku pada laki-laki ini cukup mengganggu. Apa yang dia lakukan di Birmingham selama ini?

"Tidak," jawabku, tetapi kepalaku malah mengangguk ke atas dan ke bawah.

Laki-laki itu berseru, "bagus! Kita bisa berjalan-jalan di sekitar sini selagi masih pagi."

Kugigit bibirku sembari merutuki diri sendiri dalam hati, kupaksakan senyum meskipun rasanya pahit sekali membayangkan anjing itu tiba-tiba berlagak ingin mengejarku. Setelah memperhatikan penampilanku yang urakan, aku memutuskan untuk mengambil sweater yang kuletakkan di sofa ruang tamu semalam sebelum bergabung dengan laki-laki itu menyusuri charlotte Rd, tentunya menjaga jarak dengan anjing Basenji kesayangan Nyonya Chads yang gembira mengejar daun-daun yang berguguran.

"Kurasa aku belum memperkenalkan diri dengan benar," ujarnya memecah keheningan setelah beberapa menit yang kulakukan adalah berjalan di sampingnya sembari menyusun rencanaku menemui ras werewolf hutan Cannock Chase dengan Glenda, "Aston Hawkins."

"Kurasa Nyonya Chads memberitahu namaku padamu?" Percayalah, aku tidak bermaksud sarkas, aku bertanya meskipun sepertinya sudah jelas itu benar.

Aston terkekeh. Dia melempar frisbee di tangannya saat anjing Basenji itu menggonggong keras sembari mogok berjalan. "Benar."

"Boleh aku bertanya satu hal?" Aku ragu, mencampuri urusan seseorang seperti ini bukan hal yang umum di Britania Raya. Oh, semoga dia tidak menganggapku freak.

"Tentu."

Aku tidak akan heran kalau setelah ini dia akan menjaga jarak. "Ada urusan yang membuatmu menetap di sini untuk waktu yang lama?" sambungku.

Dia mengangguk. "Pemindahan tempat kerjaku dan adikku yang baru masuk universitas. Bibi Chads menawarkan kami tinggal di rumahnya."

Aku mencerna kalimatnya. Adik? Berarti bukan hanya dirinya yang tinggal di rumah Nyonya Chads.

Aston menoleh padaku sejenak. "Kau sepertinya tidak pernah menemuinya. Adikku mengambil kelas sore hingga malam. Dia lebih senang menghabiskan waktunya di dalam kamar, sedikit pemalu."

Akhir-akhir ini memang lebih banyak kuhabiskan waktuku di luar rumah, barangkali itulah mengapa aku tidak pernah melihat gadis yang disebutnya adik selama ini. Itu berarti adiknya ada di tahun pertama.

Aston Hawkins orang yang ramah, perangainya membuatku merasa dia adalah laki-laki yang mau mendengarmu bercerita seharian penuh tanpa mengeluh. Kalau harus kuakui, sikapnya cukup mirip dengan Shane.

Kami mampir di toko burger setelahnya. Aston dengan teganya memberikan aku tali kekang anjing Basenji Nyonya Chads yang menatapku gemas selagi dia memesan burger untuk kami bawa pulang. Tidak, dia mulai menatapku seolah aku frisbee-nya. "Jangan!" peringatku.

Di saat seperti ini, hidungku kembali mencium beberapa bau yang mengobrak-abrik lambungku dalam sesaat. Aku mulai pucat. Aku tidak boleh limbung selagi memegang tali kekang anjing ini. Kalau anjing ini pergi tanpa sepengetahuanku, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan pada Nyonya Chads.

"Blyhte, kau tidak papa?" Aston menghampiriku segera dengan dua buah tas kertas di tangan kirinya.

Kuberikan tali kekang itu segera dan berjongkok, kututup mulut karena aku merasa seperti akan muntah, seolah ada monster Loch Ness yang berenang di dalam lambungku dan menggedor-gedor dindingnya.

"Hei, ada apa?"

Kugelengkan kepalaku setelah merasa sedikit lebih baik. Panik laki-laki ini menarik perhatian orang-orang yang tengah berlalu-lalang, membuatku menjadi pusat perhatian dalam sekejap. Anjing Basenji itu menggonggong beberapa kali seolah memberitahu Aston apa yang tengah terjadi. Memang dia tahu? "Bisa kita pulang?"

"Ya, sebaiknya kita pulang, sepertinya kau tidak enak badan, maaf karena aku malah mengajakmu jalan-jalan," ujarnya. Raut bersalahnya kentara, malah membuatku lebih merasa bersalah seolah telah menghilangkan salah satu pilar batu stonehenge.

"Tidak masalah, Aston."

***

Aku perlu menyiapkan keperluan. Besok pagi aku akan pergi ke cottage Glenda. Kukemas seluruh barang ke dalam tas ransel, tidak banyak karena aku hanya akan menginap satu hari. Rasa penasaran ini benar-benar mengganggu. Sinar rembulan mengintip malu dari celah gorden hitamku yang melambai tertiup angin. Bulan seperempat, first quarter, melihat pengalaman yang telah lalu, akan berbahaya jika aku nekat masuk hutan saat ini.

Lama aku berdiam di depan kaca jendela, memandangi rembulan yang menggantung di angkasa. Bermandikan sinar rembulan yang masuk ke kamarku yang gelap, kupejamkan mata. Half blood, status darah ini menggangguku. Bukan karena aku bukanlah darah murni, tetapi karena status inilah para werewolf membenci keberadaanku. Hanya karena setitik darah turunan dalam tubuhku.

Instingku menajam, kelopak mataku terbuka cepat seiring terciumnya bau perkamen lama yang semakin menyengat. Bulu kudukku berdiri, kuedarkan netra ke sekitar. Mendapati sosok gadis bergaun selutut yang baru keluar dari gerbang Nyonya Chads sontak membuatku bersembunyi di balik dinding di samping jendela. Mengintip dari balik dinding, sepertinya gadis berambut merah itu tidak menyadari keberadaanku. Hendak ke mana dia? Apakah gadis itu adik Aston yang dia ceritakan tadi pagi?

 Hendak ke mana dia? Apakah gadis itu adik Aston yang dia ceritakan tadi pagi?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Hunting the Werewolf [On Going]Where stories live. Discover now