Part 40 • Kalana

504 83 8
                                    

"Gue mau minta maaf!"

Aku mengernyitkan dahi. Tidak tahu harus bersikap seperti apa dalam menghadapai situasi ini.

Tanpa ada alasan yang jelas, tiba-tiba Mbak Karina meminta maaf. Membuatku yang tidak mengerti akan pembahasan yang tiba-tiba ini menjadi bingung, harus menentukan sikap seperti apa dari pernyataan yang mendadak dilontarkannya.

"Gue mau minta maaf kalau kesannya gue ngelarang lo buat berhubungan lagi sama Aryan," aku mulai mengerti kemana arah pembicaraan ini. Ternyata dia kembali melanjutkan obrolan sebelum makan, yang tadi belum sempat selesai karena makanan pesanan kami sudah telanjur datang.

Aku mengangguk. Sebab sudah malas untuk membicarakan topik ini dengannya.

Bukannya apa-apa, hanya aku sudah bisa menebak apa yang nanti akan dikatakannya. Paling-paling tidak adak jauh dari apa yang biasanya kami selalu perdebatkan.

"Gue cuma ga mau lo berurusan sama orang brengsek, La. Makanya gue larang lo buat deket sama dia."

Aku menggeser piring bekas makanku ke arah samping meja. Menyingkirkannya sedikit dari hadapan agar aku lebih leluasa untuk meletakkan kedua tangan. "Gue mau tanya boleh, mbak?"

Bukannya menanggapi, aku justru meminta izin bertanya. Karena sudah terlanjur masuk ke bahasan yang menyebalkan ini, aku memilih untuk meng-clear-kan sekalian apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu.

Meski terlihat ragu, Mbak Karina akhirnya mengangguk. Membuatku yang sudah mulai was-was kembali bisa bernapas lega, sebab permintaanku ternyata tidak ditolaknya.

Aku meraup udara sebanyak-banyaknya. Memasukkannya ke dalam rongga dada sebelum akhirnya menghembuskannya kembali dengan pelan. "Sebenernya apa alasan mbak putus sama Bang Aryan?"

Lagi-lagi Mbak Karina terlihat kaget. Namun beberapa saat setelahnya, dia sudah berhasil mengendalikan ekspresinya. Seolah pertanyaan yang aku lontarkan adalah pertanyaan biasa, padahal aku sadar betul bahwa ada yang disembunyikannya dari kejadian beberapa tahun yang lalu.

"Lo kan udah pernah gue kasih tau, La."

"Tapi belum semuanya mbak ceritain kan?" responku lugas. Aku sangat yakin bahwa apa yang dia ceritakan dulu hanya sebagian, dan masih ada banyak rahasia yang belum diceritakan olehnya.

Mbak Karina terlihat bimbang. Entah apa yang dia pikirkan, dia terlihat ragu untuk menjawab pertanyaanku.

"Lo gak percaya sama gue?" satu pertanyaan yang dilontarkannya yang membuatku kaget.

Jujur aku tidak menduga bahwa kalimat ini yang akan keluar dari mulutnya. Aku hanya meminta penjelasan, tetapi dia tidak mau memberikannya. Malah memintaku untuk menuruti perkataannya, tanpa memberi tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Sebagai seorang adik — yang selalu dibanding-bandingkan dengannya, aku selalu berusaha untuk tetap mencoba menurut padanya. Berusaha sebisa mungkin menjadi adik yang baik, dengan tetap mendengarkan setiap saran-sarannya meski tidak sesuai dengan hati nuraniku sendiri.

Namun setelah tumbuh dewasa, bukankah wajar jika aku mempertanyakan alasan atas segala saran atau permintaanya untukku? aku butuh sesuatu yang cukup rasional untuk menuruti keinginannya.

"Gue percaya sama lo, mbak. Baik dulu ataupun sekarang," aku mengambil napas panjang sebelum kembali melanjutkan. "Tapi gue butuh penjelasan soal hubungan lo sama Bang Aryan kalau lo pengen gue gak deket-deket sama dia."

"Dia laki-laki brengsek, La."

Aku menatap lurus ke arahnya. "Kenapa?"

"Kenapa lo bisa bilang kalau dia laki-laki brengsek?" aku sudah memutuskan bahwa aku ingin hidup untuk diriku sendiri. Aku tidak akan menuruti mentah-mentah permintaan orang lain, karena aku hanya akan melakukan hal-hal yang menurutku benar dan membuatku bahagia.

"Apa Bang Aryan selingkuh waktu dia masih sama lo?" tanyaku menuntut. Pasalnya aku tahu bahwa sejak mereka putus, Bang Aryan memang dikenal sebagai seorang pemain. Tapi entah kenapa aku begitu yakin bahwa dia tidak melakukan itu saat masih bersama dengan kakakku.

"Jawab, mbak." tanyaku sepelan mungkin. Berusaha mengatur intonasi suara, sebab tidak mau membuat pembicaraan ini menjadi tidak nyaman untuk kami berdua.

Mbak Karina menggeleng. "Terus kenapa?" tanyaku kembali. Tidak memberikan kesempatan untuknya bersantai, dan langsung mengutarakan kalimat lanjutan dari jawaban yang sudah dia berikan.

"Lo gak perlu tau soal masalah kami!"

"Perlu mbak,"

"Kenapa?" tanyanya tidak suka.

"Karena itu berhubungan sama gue, mbak." Aku menatap lurus ke arah Mbak Karina. "Gue selalu merasa bersalah kalau harus ngehindarin Bang Aryan, tanpa tahu apa yang sebenarnya sudah dia lakukan."

"Rasanya gak adil, mbak. Dia gak pernah bikin salah sama gue, dan gue pun juga gak pernah ngerasa pernah disakitin sama dia."

"Setiap gue ngejauh, ada rasa gak nyaman sama diri gue. Gue gak merasa benar kalau harus selalu ngejauh seolah dia adalah orang yang buruk — hanya karena fakta bahwa dia adalah mantan pacar kakak kandungku sendiri."

Mbak Karina diam. Entah memang sengaja diam atau sedang memilih kata yang tepat untuk disampaikannya. "Dia udah nyakitin gue,"

"Dia selingkuh?" entah kenapa aku sangat berharap bahwa Mbak Karina akan menggeleng.

Dan benar saja, aku langsung merasa lega ketika jawaban yang aku inginkan sesuai dengan kenyataannya. "Terus kenapa?"

"Bukannya lo yang putusin dia?"

Kali ini Mbak Karina terlihat kesal. Entah hanya perasaanku saja, atau memang benar kenyataannya seperti itu. "Gue putusin dia karena itu yang dia mau."

Aku menahan diri untuk membalas jawabannya. Aku tau pasti bahwa ada yang masih ingin disampaikannya sehingga aku memilih diam dan mendengarkan.

"Gue udah semaksimal mungkin dalam menjalani hubungan sama dia, La. Gue selalu berusaha jadi perempuan cantik, pinter, dan juga gaul supaya orang nganggep gue pantes buat jadi pasangannya."

Aku masih bertahan dengan keterdiamanku. Faktanya dulu emang Bang Aryan jauh lebih terkenal dibandingkan dengan Mbak Karina, sehingga sangat wajar jika Mbak Karina memiliki usaha yang lebih keras hanya untuk dianggap pantas menjadi pasangannya.

"Gue berusaha buat jadi lebih cantik, dan bahkan lebih pinter hingga bisa mengikuti olimpiade."

Dari apa yang aku amati, sepertinya Mbak Karina ini memang sangat tulus dalam mencintai Bang Aryan. Bahkan dari ekspresinya saja, dia terlihat berkaca-kaca dalam menceritakannya. Padahal saat ini dia sudah memiliki pacar baru yang selalu menemaninya.

"Gue cinta banget sama dia, tapi dia malah cinta sama orang lain."

Aku langsung bungkam mendengat jawaban singkat darinya. Baru beberapa saat dia mengatakan bahwa Bang Aryan tidak menduakannya,  tapi kenapa sekarang malah mengatakan jika Bang Aryan mencintai orang lain saat masih bersama dengannya?

"Maksudnya gimana?" tanyaku seolah tidak mengerti. Padahal hanya ingin mengklarifikasi kabar yang tadi aku interpretasikan sendiri. Apakah memang benar sesuai yang aku prediksi, atau hanya sekedar mis komunikasi? entahlah!

"Jangan sok polos deh, dek!"

"Jangan sok gak tau apa-apa, padahal lo sendiri penyebabnya. Perusak hubungan orang."

Aku kaget dengan respon ini. Bahkan teramat sangat karena ekspresi Mbak Karina juga berubah dari sebelumnya. Terlihat seperti orang yang berbeda dari yang beberapa saat lalu mengobrol bersama.

Apa sisi lain Mbak Karina muncul lagi?

Kira² kenapa ya Mbak Karina?
Menurut kalian, apa ada yang salah dari dia?

SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang