34. Warm

872 74 60
                                    

Entah lah, tapi aku masih kesal dengan episode pertama dari Angka 5. Bagaimana bisa sudah ada adegan ciuman di episode pertama? Bahkan rata-rata drama Korea memiliki adegan ciuman setelah episode ke 7 atau 8. Ini episode pertama? Wow, semakin kesal saja aku. Haruskah aku memberikan ulasan yang buruk? Tak apa kan, toh Gita Kertapati adalah rivalku di dunia literasi. Tidak-tidak, aku tidak sejahat itu. Karya yang mendapatkan ulasan buruk bisa menyakiti hati penciptanya. Aku tahu perasaan itu.

Aku jadi enggan bebicara dengan Mas Pasha. Melihat wajahnya saja kesal karena mataku selalu mengarah ke bibirnya. Pikirkan saja, bibir indah suamimu mencium banyak wanita sementara kamu sendiri tidak tahu rasanya. Lucu, tapi menyebalkan.

"Ya, makan, ya," pekik Mas Pasha dari meja makan.

"Makan sendiri aja!" ketusku masuk ke dalam kamar.

Ceklek!

Suara pintu dibuka di mana Mas Pasha mengikutiku masuk ke dalam kamar.

"Tadi kan aku udah bilang jangan nonton."

"Lah tadi katanya nonton bareng di rumah nggak apa-apa."

"Lupa kalau ada adegan itu."

"Gimana bisa lupa?"

"Ya lupa, syutingnya udah lama."

"Kapan syutingnya?"

"Sebelum kita nikah."

"Oh, terus tiba-tiba inget?"

"Diingetin," jawabnya singkat.

"Diingetin penulis novelnya."

"Bilang apa dia?" Masih ingin mencecar Mas Pasha dengan pertanyaan-pertanyaan ketusku.

"Adegan ciumannya bagus."

"Bagus? Hahaha. Ya Allah kesel banget."

Mas Pasha menghela napasnya, duduk di sampingku. "Kenapa kesel?"

"Ya, ah." Jika aku mengatakan bahwa kesal karena kenyataan Mas Pasha sudah pernah mencium wanita tapi bibirku bahkan masih perawan, bukankah dia akan mencoba menciumku? Bukan lagi hanya niat seperti tadi. Jujur aku tidak siap. Tetap saja aku kesal. "Itu baru episode pertama loh. Udah ada adegan kaya gitu."

Lagi-lagi helaan napas Mas Pasha terdengar berat. "Ya protes sama yang bikin naskah."

"Ah tahu ah!"

"Mau coba?" tantangnya membuatku terkejut.

"Apa?" Mundur beberapa senti dari tempat dudukku.

"Kan? Kamu sendiri nggak mau, tapi lihat aku kaya gitu dalam pekerjaanku kamu marah. Kasih tahu aku harus gimana?"

"Nggak marah."

Memejamkan mata sejenak. "Ayo makan dulu," ajaknya meraih tanganku.

"Nggak mau, mau nulis aja lah. Mau bikin adegan ciuman sebanyak-banyaknya!" sindirku melangkah pergi.

"Itu yang terakhir!" pekiknya membuatku berhenti melangkah. "Aku sudah bilang Bang Ryan dan CEO kalau setelah menikah aku tidak akan mengambil peran dengan adegan ciuman, aku akan mengambil banyak naskah dengan tema aksi kalau ada. Angka 5 terlanjur karena sudah teken kontrak dari tahun lalu malah."

Berbalik.

"Aku juga bilang tadi kalau aku lupa ada adegan itu, kan? Ya karena itu cuma pekerjaan nggak ada artinya apa-apa, Ya. Sekarang aku udah jelasin, jadi jangan marah lagi apalagi bangunin macan tidur," tegas Mas Pasha pergi meninggalkan kamar. "Kalau mau nulis silakan, nanti makannya aku antar ke ruang kerjamu." Hendak menutup pintu. "Satu lagi, aku seneng kalau kamu cemburu kaya gini. Apa aku bilang aja ke Bang Ryan kalau aku mau ambil naskah yang adegan ciuman banyak?" Menahan tawanya.

A Perfect RomanceWhere stories live. Discover now