6. Let's Start Our Game

1.1K 82 2
                                    

Pagi telah menyambut dan aku tengah bersiap kembali ke Jakarta. Aku tidak berniat menikmati Boyolali terlalu lama sebab para sanak keluarga hingga tetangga mulai membuatku tidak nyaman. Kabar tentang pertunanganku dengan Pasha telah menyebar cepat. Memang adanya internet ditambah keahlian berbicara orang-orang dapat memengaruhi tersebarnya berita dalam semalam. Orang-orang menjadi sangat ingin tahu tentang bagaimana kami saling mengenal, ingin tahu bagaimana kami memulai perasaan, hingga bagaimana kami pada akhirnya memutuskan untuk membangun rumah bersama. Ha-ha, betapa lucunya pertanyaan-pertanyaan yang bahkan tidak bisa kujawab itu.

Tidak hanya tetangga serta sanak saudara, para wartawan pun harus bekerja keras untuk menunggu balasan dariku. Asistenku juga harus menerima gangguan hingga larut malam dan sepanjang subuh dia terus meminta penjelasan dariku. Ya Tuhan, aku benar-benar merasakan nama besar Pasha sekarang. Aku juga merasakan imbas dari kelakuannya yang ajaib. Lantas muncul lagi pertanyaan, apakah aku bisa hidup dengan Pasha selamanya? Bukan, bukan aku menyukainya tapi bagiku pernikahan selalu satu kali. Aku tidak ingin harus berulang kali jatuh cinta dan menata kehidupan berumah tangga berkali-kali. Sekali saja hingga akhir hayatku. Meski begitu, jika Pasha ingin berpisah denganku, aku pun tidak menolak, justru lebih baik dilaksanakan sebelum akad terjadi.

Tiba di bandara Adi Soemarmo, aku sudah disambut oleh beberapa awak media di media center. Aku berusaha menghindar tapi ternyata yang datang dari arah belakang adalah Pasha. Sungguh dia manusia yang ajaib padahal semalam dia bilang akan segera kembali ke Jakarta tapi ternyata pagi ini pun masih jumpa di bandara.

Pasha tidak mengatakan apapun, dia hanya melewatiku sembari menarik tangan kananku. Aku yang masih bingung dengan kelakuannya semakin dibuat terkejut oleh managernya. Seorang laki-laki hampir 2 meter yang pernah berseteru denganku di media sekarang berusaha membawakan koperku sembari melempar senyum tak ikhlas. Dia pasti masih tidak menyukaiku, manager paling terkenal saat ini, dan berulang kali menyindirku melalui media sosialnya.

"Akting yang bener!" titah Ryan, ya, yang kutahu nama manager Pasha adalah Ryan. Ah, haruskah aku memanggilnya dengan Abang sama seperti Pasha biasa memanggilnya? Hah, tapi aku tidak sedekat itu.

"Dih!" balasku berusaha melepaskan genggaman tangan Pasha namun tak mudah. "Lepasin nggak?" bisikku.

"Ngikut aja, diem!" katanya mulai tersenyum di depan banyaknya kamera yang menyambut. Wah, dia benar-benar memanfaatkanku mulai pagi ini, tidak, maksudku semalam sejak dia menggunakan fotoku tanpa izin untuk keperluan image-nya di Instagram.

"Semalam benar sudah tunangan? Sudah pacaran berapa lama? Kenapa harus disembunyikan? Banyak penggemar merasa kecewa karena selama ini hubungan di media tidak baik, bukankah termasuk penipuan pada penggemar?" pertanyaan-pertanyaan wartawan itu hinggap di telingaku dan Pasha hanya tersenyum sembari melindungi tubuhku dengan tangan kanannya serta menggenggamku erat dengan tangan kirinya. "Tolong jawab pertanyaannya, Pasha, Nattaya!" pekik seorang wartawan berseragam biru tua tepat di samping telinga kiriku.

Pasha yang tahu aku menutup telingaku segera berhenti dan mengatakan, "Benar aku sudah bertunangan dengan Nattaya, ini bukti cincinnya." Menunjukkan jarinya padahal di jariku tidak ada cincin, aku melepaskannya semalam dan menyimpannya di dalam tasku. "Mohon untuk tidak mengganggu perjalanan pribadi kami." Pasha melepas genggamannya dan segera memelukku untuk membawaku menjauh dari area media center.

Tiba di dalam aku segera mendorong Pasha untuk menjauh dariku dan hanya mengatakan, "Terima kasih untuk pertunjukkannya!" lalu duduk menunggu instruksi untuk memasuki pesawat. "Koperku!" Meminta pada Ryan.

"Kalau nggak disuruh juga ogah gue mah!" Mendorong koperku sedikit keras.

"Dih!"

"Bang!" tegur Pasha yang langsung membuat Ryan mendengus kesal.

A Perfect RomanceWhere stories live. Discover now