19. Lonely

667 72 10
                                    

Pagi tiba lagi dengan diriku yang tidak bisa dengan nyenyak melelapkan diri. Korea memang menenangkan bagiku yang sudah lama hidup dalam hiruk pikuk Jakarta. Bagiku, penulis yang menyukai ketenangan, Jakarta adalah mimpi buruk. Sayangnya, aku harus membiasakan diri karena banyak pekerjaanku berpusat di Jakarta. Itu kenapa juga aku memilih apartemen di lantai atas agar sedikit terhindar dari suara bising. Sejujurnya, wajar di kota Metropolitan terdengar kebisingan. Sama halnya dengan beberapa titik daerah di Seoul. Mungkin karena di Korea aku bisa melupakan pekerjaanku sejenak.

Mencoba keluar kamar untuk melihat apakah Pasha juga akan berjalan-jalan hari ini. Sayangnya, yang kulihat hanya pintu yang tertutup. Kucoba melihat isi Instagram dan status di WhatsApp-nya sama sekali tidak ada apa-apa.

Apakah dia sudah pergi sejak hari masih gelap atau setelah sarapan dia hanya berdiam diri di kamar? Ah, aku sampai tidak sarapan karena bingung jika sendirian. Sepertinya lebih baik aku membawa Andina ke sini, dia akan menemaniku ke manapun aku mau. Sayangnya dia juga harus menyelesaikan skripsinya, selama aku bulan madu adalah waktu terbaik tanpa gangguan.

Mengintip sekali lagi, tidak ada siapapun. Justru tamu lain di sebelah kamarku hendak keluar dari hotel.

Tuhan, aku hidup di Seoul dengan keramaian di jalan, tapi terasa kosong. Memang salahku tidak bepergian sejak tahun lalu dengan Andina, sekarang justru terjebak kesepian dengan Pasha. Liburan macam apa jika hanya di kamar dan tidak tahu harus ke mana? Liburan macam apa jika tidak tahu harus melakukan apa dan dengan siapa?

Baiklah, sekali lagi aku mengintip ke arah kamar Pasha dan mendapati dia keluar dari kamar dengan celana panjangnya dan jaket tebal. Dia juga mengenakan masker dan penutup kepala. Berjalan santai sembari menundukkan kepalanya. Pasha juga sama sekali tidak melirik ke arah kamarku, mungkin itu karena dia berjalan dengan kepala menunduk. Ah, tapi bukankah seharusnya dia ada niat untuk melirik? Sebegitu tidak peduli itu dia kepadaku?

Benar, iya, benar aku yang bodoh dalam hal ini. Aku yang memintanya untuk tidak perlu menjalankan tugasnya sebagai seorang suami sebab itu hanya menjadi bebanku. Dan peduli terhadapku adalah salah satu tugas seorang suami.

Aku hendak mengikutinya tapi dia pasti merasa tidak nyaman. Bukan, bukan aku bergantung padanya. Aku hanya tidak tahu harus ke mana pagi menjelang siang ini. Jika nanti sore jelang malam, aku tahu aku harus menjelajahi jalanan kecil di Seoul untuk menemukan surga makanan.

Benar, aku suka berada di dalam rumahku sepanjang hari untuk berpikir tapi ini di Korea, haruskah aku melewatkan perjalananku? Iya, setelah 3 hari nanti kami akan berjalan-jalan keliling Korea, tapi 3 hari waktu yang cukup lama untuk berdiam diri di negara yang indah ini.

Menutup pintu dengan pasrah, merebahkan tubuhku kembali ke atas tempat tidur. Jika tahu sesepi ini, aku harusnya membawa laptop untuk meneruskan pekerjaanku. Sekarang hanya bisa mencatat bagian-bagian penting saja di ponsel.

🌸🌸🌸

Malam telah tiba dan aku memutuskan untuk keluar sendirian, tidak tahu Pasha sedang apa dan di mana, aku tidak peduli. Bukankah malam ini aku hanya perlu melangkah keluar dan menghabiskan uang sakuku untuk makan? Tidak, aku tidak seharusya menghabiskan uang sakuku sebab perjalanan di Korea masih panjang. Pada intinya aku akan berjalan-jalan melepaskan penat yang kubawa dari Jakarta.

Jika ditanya apakah aku lelah? Tentu saja lelah, tiada hari libur sejak pernikahanku, semalam setelah perjalanan jauh pun aku tidak bisa tidur. Badanku rasanya sakit semua tapi hatiku tidak ingin menyia-nyiakan waktu.

 Badanku rasanya sakit semua tapi hatiku tidak ingin menyia-nyiakan waktu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
A Perfect RomanceWhere stories live. Discover now