20. Hot & Cold

813 62 18
                                    

Dua hari berlalu, aku memang tidak mau menceritakan 2 hari di mana aku hanya tidur dengan kemarahan yang membabi buta. Tidak, sejujurnya tidak separah membabi buta, aku hanya marah yang sangat marah pada Pasha sebab dia mengabaikanku ketika aku butuh bantuannya, tapi di sisi lain aku yang memintanya tidak peduli padaku jika tidak ada kamera. Entah sebarapa banyak aku harus mengulang kalimat itu.

Hari ini jadwalnya kami berjalan-jalan berdua bersama dengan tour guide. Yang kutahu, kami akan mengunjungi beberapa KPop store, salah satunya adalah Kwangya Seoul. Aku mendengar itu di hari pertama aku bertemu dengan tour guide. Dia bertanya apa aku suka KPop sebab kami akan mengunjungi tempat itu. Ya, tentu saja, aku tumbuh dengan mendengarkan lagu-lagu Sheila On 7, ungu, Peterpan, juga setiap hari mendengarkan lagu-lagu Super Junior, SNSD, Wonder Girls, hingga Bigbang dari kaset CD bajakan.

Kwangjya di Jakarta sejujurnya ada, aku pernah ke sana dan membeli minum serta foto Donghae Super Junior, hanya penasaran bagaimana rasanya ada di Kwangya Jakarta. Setelah itu aku belum ke sana lagi sebab tak tahu juga mau beli apa, aku hanya menikmati karya yang bisa kujamah dengan mudah. Maka, sama halnya dengan Kwangya Seoul maupun KPop store lain di Korea, aku hanya penasaran bagaimana rasanya datang langsung di sini. Mungkin jika aku tertarik aku akan membelinya.

Benar, aku menunggu di dalam kamar sejak 30 menit yang lalu dan tidak ada suara ketuk pintu yang memanggilku. Padahal menurut jadwal yang dibagikan begitu kami sampai di Seoul, 15 menit lalu harusnya kami mulai berangkat ke salah satu istana kerajaan Korea zaman dulu. Tapi apa ini? Bahkan tidak ada suara yang memanggilku.

Mencoba mengintip dan belum ada yang datang menjemputku. Mungkinkah Pasha pergi sendiri tanpaku? Benar dia membiarkanku di sini sendirian dan dia juga sendirian? Karena pertikaian itu ternyata imbasnya tidak mengenakkan. Aku memintanya tahu batasan tapi ini sungguh membuatku kesepian.

Aku mencoba mengintip lagi dan saat aku membuka pintu sedikit, ada Pasha yang berdiri di depan pintu hendak mengetuk. "Ah, maaf."

Pasha tidak menjawab apa-apa dan langsung pergi berjalan lebih dulu sementara aku mengikutinya dengan ragu. Hingga tiba-tiba Pasha berhenti dan mengatakan, "Dia mungkin tahu siapa aku karena dia pernah tinggal cukup lama di Indonesia untuk sekolahnya. Dia pernah bilang belajar dari film dan series Indonesia, bisa jadi salah satunya ada aku di dalamnya. Kalau memang dia tahu, kita harus jaga image di depan dia, kan? Kita mungkin juga perlu foto-foto mesra. Tapi kalau itu jadi beban buat kamu, kamu bisa pergi sendiri, aku tidur aja di kamar."

Kalimatnya cukup jelas, iya, jelas-jelas menusuk meski dia mengatakannya dengan datar. Aku menatapnya tapi dia mengalihkan pandangan dengan memainkan ponselnya. Ada yang berbeda dari wajahnya tapi aku tidak tahu apa.

"Jadi maunya gimana?" tanya Pasha sekali lagi.

Aku berpikir ulang. Sendirian di negara orang sangatlah menyeramkan, tidak seperti sepi yang selalu menyenangkan. "Lakukan saja sesuai rencana," balasku pelan.

Pasha tidak menghiraukan jawabanku, dia langsung pergi dan menyapa tour guide kami dengan ramah.

"Senang bisa menemani aktor Indonesia yang terkenal seperti anda," ungkap sang tour guide dalam bahasa Indonesia. Terdengar kaku tapi lebih baik dari sebelumnya.

Pasha menoleh padaku seolah mengatakan, bahwa tour guide kami benar-benar tahu siapa Pasha. "Terima kasih, tapi jangan terlalu formal, hehe." Tersenyum cukup cerah.

"Saya mulai belajar bahasa Indonesia dengan bahasa yang formal karena saya harus menyusun skripsi saya juga thesis saya dalam bahasa Indonesia. Tidak mungkin memakai bahasa gaul. Saya harap anda bisa mengerti," jelas sang tour guide. Kami bisa memanggilnya dengan Lee.

A Perfect RomanceWhere stories live. Discover now