53 - Ironisnya, Dia Tidak Bisa Memegang Perkataannya Hingga Akhir

30 3 0
                                    

San tahu, seharusnya pada kondisi ini dirinya memikirkan Hyojung yang masih belum kunjung sadarkan diri. Bukannya duduk sembari menatap layar ponselnya yang menampilkan kontak Haknyeon seperti orang bodoh. Di satu sisi, San yang berjanji akan menjauhi Haknyeon karena lelaki itu memintanya. Kenyataannya San waktu itu menelepon Haknyeon karena kepanikannya.

Tindakan impulsif yang disesalinya.

"Sejak kapan kita menjadi sesalah ini?" gumam San yang tidak jelas pertanyaan itu ditunjukkan kepada siapa lantaran di ruang rawat ini yang memiliki kesadaran hanyalan dirinya. Hyojung masih terbaring, belum sadarkan diri. Meski sudah melewati masa kritisnya dan sudah dipindahkan ke ruang rawat inap biasa. "Apa semuanya akan menjadi seperti ini jika beberapa hal di masa lalu aku ubah?"

Padahal San tahu perandaian adalah omong kosong yang tidak akan mengubah apa pun. Perandaian adalah pintu gerbang dari semua perasaan negatif manusia dan seringnya membuat terpuruk. Tentu San lebih dari tahu karena dia adalah dokter jiwa dan sering menangani hal ini di rumah sakit. Namun, memang benar manusia itu lebih mudah mengatakan daripada menjalankan apa yang dikatakannya. Mencoba memberikan alasan apa pun sebagai pembenaran tidaklah ada yang tepat, karena pada akhirnya itu semakin menunjukkan permasalahan yang sebenarnya. Atau tepatnya, dalam hal ini yang menjadi masalah adalah San yang tidak bisa melepaskan Haknyeon.

Karena San sudah terlalu terbiasa dengan kehadiran Haknyeon dan rasanya hidup tanpa lelaki itu tidak pernah ada pada imajinasi terliarnya. Semua memori San bersama Haknyeon menerjang kepalanya tanpa henti yang membuatnya memejamkan mata. Namun, mendengar suara Haknyeon membuat San segera membuka matanya dan menatap horor karena ponselnya sudah tersambung dengan Haknyeon.

San segera memutus sambungan telepon itu, tapi nyatanya Haknyeon tidak membuat semuanya menjadi lebih mudah. Karena lelaki itu meneleponnya kembali dan San menatap panggilan tersebut hingga berakhir menjadi panggilan tidak terjawab. San tahu setelah ini Haknyeon tidak akan....

"Apa?" tanya San tidak percaya dengan nama Haknyeon yang kembali muncul di layar ponselnya. "Tidak mungkin ... ini pasti mimpi."

Karena seharusnya Haknyeon tidak menelepon San kembali. Haknyeon yang San kenal adalah orang yang selalu berpikir positif jika seseorang tidak mengangkat teleponnya, maka orang tersebut sedang sibuk dan mengirimkan pesan bahwa dia ada menelepon serta menanyakan waktu untuk bisa menghubungi kembali.

Namun, kenapa sekarang Haknyeon kembali menelepon untuk ketiga kalinya saat San sengaja tidak mengangkat dua panggilan dari lelaki itu?

"Aku berpikir perlu meneleponmu seratus kali untuk akhirnya diangkat olehmu, San." Keluhan Haknyeon yang sialnya kepalanya bisa membayangkan ekspresi lelaki itu saat mengatakannya. Biasanya San akan tersenyum karena hal tersebut, tetapi sekarang tatapannya kepada tempat tidur Hyojung yang masih belum kunjung sadar. "San ... kamu masih di sana, 'kan?"

Ada banyak tanya di kepala San, tapi yang bisa dikatakannya hanyalah, "Ya, aku masih di sini."

"Kamu sekarang ada di rumah sakit mana? Aku ke sana ya."

"Tidak."

"San, aku tidak tahu rasanya menjadi dirimu, tapi aku yakin kamu perlu seseorang untuk diajak berbicara saat seperti ini."

"Sekarang kita sedang berbicara."

Terdengar suara helaan napas panjang, sepertinya Haknyeon tahu kalau San sekarang benar-benar seberantakan itu. Bahkan sebenarnya San juga bertanya-tanya kenapa dari semua orang, dirinya hanya bisa mempercayai Haknyeon untuk melihat sisinya seperti ini?

"Berbicara secara langsung, San. Bukan seperti ini...," ucap Haknyeon yang seolah mencoba memberikan pengertian kepada San, "oke, kita bisa membicarakan hal lain di telpon. Jadi ... kamu sudah makan, 'kan?"

Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]Where stories live. Discover now